Sudah hampir dua tahun mahasiswi asal Jakarta, Putriana Hamka, tinggal bersama dengan dua orang teman yang berkewarganegaraan Jerman di Bonn. Berbagai hal unik pun ia dapatkan dari pengalaman ini.
Iklan
Rumah yang Putri tinggali beserta dua temannya ini letaknya tidak jauh dari pusat kota Bonn di negara bagian Nordrhein-Westfalen. Menempati salah satu lantai di dalam sebuah bangunan berwarna kuning dengan pepohonan besar di sekelilingnya.
Dari arah dapur, yang rupanya juga menjadi jantung rumah tersebut, terdengar ramai beberapa orang bersenda-gurau dalam bahasa Jerman. Sesekali dentingan sendok dan garpu beradu dengan piring ikut mengiringi.
"Kamu mau coba masakan saya? Ini tidak pedas lho..." kata Putri sambil mendorong sebuah panci berisi olahan ayam dalam kecap asin dan saus tiram.
Pavlina, teman yang ditawari makanan itu tersenyum gembira sambil menyendok beberapa potong. Pavlina berkewarganegaraan Jerman namun masih memiliki beberapa kerabat dekat yang berasal Yunani.
"Kamu tidak saya tawari ya, ini bukan makanan buat vegetarian," kata mahasiswi tingkat tiga ini kepada, Katrin, teman satu lagi yang juga berasal dari Jerman.
Percakapan kembali mengalir lancar. Topiknya pun beragam, mulai dari makanan hingga sulitnya mencari tempat tinggal bagi mahasiswa di kota Bonn, baik karena tingginya biaya sewa maupun berbagai prasangka.
Mahasiswa Cari Tempat Tinggal!
Apakah dalam kontainer, tinggal bersama dalam satu apartemen atau di asrama mahasiswa. Di mana-mana lebih banyak orang yang perlu daripada tempat yang tersedia. Ada yang mendirikan tenda di depan universitas.
Foto: fotodesign-jegg.de/Fotolia
Kasihan dengan Mahasiswa?
Dengan aksi poster, badan urusan mahasiswa di universitas berusaha menarik perhatian warga akan kesulitan mereka. Karena sebagian besar tempat di asrama mahasiswa sudah terisi, diharapkan ada penawaran dari warga kota. Selain harga murah, ide kreatif juga diharapkan.
Foto: picture-alliance/dpa
Musim Semi Bawa Harapan
Sebagian besar orang mencari tempat tinggal pada semester musim dingin, karena 80-90% jurusan mulai perkuliahan pada semester musim dingin. Yang mencari pada awal tahun, punya kesempatan lebih besar. Tetapi penawaran tempat tinggal juga tidak banyak.
Foto: picture-alliance/dpa
Karena Terdesak
Jika tempat tinggal kurang, terpaksa bekas gerbong kereta, karavan dan tenda jadi alternatif tempat tinggal. Mereka yang kesal, mendirikan tenda di universitas.
Foto: picture-alliance/dpa
Mendapat Kamar dengan Cepat?
Harga tempat tinggal paling kecil, mulai 320 Euro sampai lebih dari 400 Euro. Atau sekitar 6,2 juta Rupiah per bulan. Sekitar 34% uang sewa bisa dihemat, jika orang membagi apartemen dengan mahasiswa lain. Tapi tempat di apartemen seperti itu sulit diperoleh. Jika tidak cocok sejak bertemu pertama kali, pasti tidak mendapat tempat tinggal.
Foto: picture-alliance/dpa
Mencari Yang Vegan
Untuk menyewa apartemen bersama, permintaan bagi penyewa baru semakin spesifik. Tidak cukup, jika hanya ramah saja. Tergantung situasi, penyewa baru harus bisa masak dan membersihkan rumah dengan baik. Mungkin juga yang perokok tidak diterima, atau harus vegan.
Foto: picture-alliance/dpa
Tempat Paling Pasti: Hotel Mama
Jika universitas tidak jauh dari rumah, "Hotel Mama" sering jadi alternatif. Jika tidak menemukan tempat tinggal, banyak mahasiswa memilih tetap tinggal di rumah orang tua, dan harus mengadakan perjalanan jarak jauh dengan mobil atau kereta.
Foto: picture-alliance/dpa
Tempat Tinggal sebagai Balasan Jasa
Sejak beberapa waktu lalu, orang bisa memperoleh tempat tinggal, jika memberikan bantuan kepada pemilik rumah. Misalnya sebagai tenaga bantuan di rumah jompo, sebagai penjaga gedung di markas militer dan pabrik, atau sebagai babysitter. Sebagai imbalannya, mahasiswa dapat tempat tidur murah.
Foto: picture-alliance/dpa
Desa Olimpiade, Daerah Mahasiswa
Badan urusan mahasiswa tidak hanya mengubah rumah-rumah sewa sebagai asrama mahasiswa. Seperti ini, di München, bekas desa olimpiade yang digunakan atlet dijadikan ruang tinggal. Yang mendapat tempat di sini beruntung, karena harga tempat tinggal di München termasuk yang termahal, yaitu 17,40 Euro per meter persegi.
Foto: picture-alliance/Markus C. Hur
Tinggal di Kontainer
Di Jerman ada 230.000 kamar asrama yang disokong pemerintah, dan nantinya mungkin bertambah lagi 25.000 buah. Seorang investor swasta mendapat ide untuk mengatasi kesulitan mahasiswa di Berlin. Para mahasiswa tinggal di kontainer, dan bahkan sangat baik.
Foto: picture-alliance/dpa
Konsep 'addhome' di Kontainer
Tempat tinggal berpetak yang bisa berpindah-pindah juga jadi bagian konsep 'addhome'. Di bagian dalamnya tampak bahwa ini hasil desain tempat tinggal di ruang terbatas. Di awal proyek, empat mahasiswa bisa tinggal gratis. Mulai semester mendatang, mereka harus bayar sewa 200 Euro untuk setiap 12 meter persegi.
Foto: KRAMER
10 foto1 | 10
Tinggal serumah dengan orang asing
Tinggal bersama dalam satu rumah dengan beberapa orang baik perempuan maupun laki-laki memang hal yang wajar dilakukan di Jerman. Istilahnya yaitu Wohngemeinschaft atau biasa disingkat WG. Biasanya penghuni WG terdiri dari dua hingga empat orang tergantung kapasitas.
Orang-orang yang tinggal di WG tidak selalu kenal dengan satu sama lain sebelumnya. Ada beberapa dari mereka yang memang sudah kenal, ada pula yang harus melewati semacam proses audisi. Bagi Putri yang tinggal bertiga, ia sudah mengenal Pavlina dari tempat kuliahnya.
Sedangkan Katrin sebelumnya sama sekali belum dikenal. "Saya kenal Katrin lewat Pavlina," kata Putri.
Ia mengakui kalau banyak kegiatan menyenangkan yang sering dilakukan bersama teman-teman serumah, salah satu contohnya yaitu memasak makan malam, pergi belanja atau sekadar duduk sambil minum minuman hangat sambil mengobrol di balkon.
"Semua beban jadi lebih ringan kalau tinggal di WG karena biaya hidup seperti pembayaran listrik dan air bisa ditanggung bersama."
Putri melanjutkan kalau ia juga menyukai kegiatan memasak bersama karena dari sini ia bisa banyak belajar tentang makanan dari negara lain dan cerita unik mengenainya.
Cara Punya Banyak Teman di Jerman
Tinggal dan belajar di luar negeri memang sering membuat orang kesepian dan kangen rumah. Berikut kiat agar mendapatkan banyak teman dari salah satu mahasiswi Indonesia di Jerman, Putriana Hamka.
Foto: DW/A. Ekawati
Ikuti organisasi kegiatan positif
Salah satu cara agar punya banyak teman dan jaringan di luar negeri adalah dengan mengikuti berbagai organisasi yang positif. Putri misalnya, pernah aktif selama satu tahun di Bonn International Model of United Nation. Di sini, Putri yang sedang mendalami Ilmu Politik di Universitas Bonn mengaku banyak belajar dan bekerja sama secara profesional dengan mahasiswa asing dan mahasiswa Jerman.
Foto: DW/A. Ekawati
Berani memulai
Beberapa orang memang sangat pemalu. Tapi Putri menyarankan untuk mengatasi sifat ini dan berani mengambil inisiatif awal. Pertemanan bisa dimulai dari hal-hal kecil seperti bertanya apakah boleh ikut di kegiatan sederhana seperti mengerjakan tugas kuliah bersama atau "boleh tidak ikut masak-masak bareng?" ujarnya mencontohkan.
Foto: DW/A. Ekawati
Tidak "terlalu diambil hati"
Dalam interaksi sehari-hari terkadang timbul kesalahpahaman akibat perbedaan budaya dan gaya berkomunikasi. Mahasiswi tingkat tiga ini menyarankan agar tidak terlalu serius memikirkan itu semua sehingga jadi beban. "Jangan terlalu diambil hati. Kadang orang tidak menyapa bukan karena sedang marah kepada kita. Bisa jadi karena capek atau sedang buru-buru."
Foto: DW/A. Ekawati
Ramah tapi hargai privasi
Sama seperti di Indonesia, salah satu hal yang bisa mengawali persahabatan adalah senyuman. Jadi saran Putri, bersikap ramah dan terbukalah kalau ingin punya banyak teman. Namun ia mengingatkan bahwa: "Yang khas di Jerman kita sangat menghargai privasi. Di sini contoh kecilnya kita tidak pernah mengunci pintu kamar. Tapi kalau ingin masuk ke kamar orang lain harus ketuk pintu dulu."
Foto: DW/A. Ekawati
Punya pendirian
Putri mengakui kalau hal yang paling berbeda dari pergaulannya di Jerman adalah mereka sering kumpul bersama di bar, minum bir atau anggur. "Tapi kita tidak harus ikut-ikutan minum alkohol kalau tidak mau. Pada dasarnya orang Jerman akan menghargai pendirian kita," kata mahasiswi asal Jakarta itu.
Foto: DW/A. Ekawati
5 foto1 | 5
Selesaikan konflik dengan diskusi
Tinggal bersama dengan orang yang berbeda latar belakang budaya memang tidak selalu mulus. Terkadang beberapa masalah kecil muncul dan bisa mengganggu kenyamanan bersama.
Putri lantas menceritakan tentang salah satu permasalahan mengenai tempat di mana salah satu teman serumahnya menyimpan botol minum.
“Tempat minum itu mengganggu saya dan saya ingin supaya dipindahkan, tapi teman saya tidak mau,” kata anak sulung dari dua bersaudara ini.
“Jadi akhirnya kita berdebat dan berdiskusi sampai akhirnya tempat minum itu berada di tempat yang nyaman untuk kita berdua. Pasti ada jalan keluarnya.“
Dari contoh kecil ini, ia mengaku banyak belajar mengatasi konflik dengan diskusi yang beradab.
"Tidak dengan marah-marah atau nangis atau ngambek tapi dengan membicarakan semuanya secara terbuka.“
Nadia Dewanta adalah siswi Studienkolleg asal Yogyakarta, yang berencana untuk kuliah S1 Kedokteran di Jerman. Ia mengurus segala persiapan Studienkolleg sendiri. Apa saja yang harus disiapkan?
Foto: DW/N. Ahmad
Wajib Studienkolleg untuk kuliah S1
Warga Indonesia yang ingin kuliah S1 di Jerman harus menempuh Studienkolleg (pendidikan penyetaraan sebelum masuk universitas). Nadia berencana untuk kuliah S1 kedokteran di Jerman, karenanya ia juga harus menempuh pendidikan di Studienkolleg. Persiapan Studienkolleg ia lakukan secara mandiri tanpa bantuan agen.
Foto: DW/N. Ahmad
Kunci sukses Studienkolleg tanpa agen
Proses untuk mempersiapkan Studienkolleg memang terlihat rumit, namun itu semua bisa dilakukan sendiri. Tips sukses dari Nadia? Rajin mencari informasi dan tidak malas membaca berbagai instruksi yang tersedia di berbagai situs internet terkait studi di Jerman, seperti studienkollegs.de, uni-assist.de atau daad.de.
Foto: DW/N. Ahmad
Kemampuan bahasa Jerman penting
Untuk bisa melamar visa di Kedutaan Besar Jerman dan jurusan studi di Studienkolleg, calon mahasiswa harus memiliki sertifikat bahasa Jerman B1. Goethe Institut menyediakan kursus dan tes bahasa Jerman di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia.
Foto: DW/N. Ahmad
Persiapkan berbagai dokumen
Untuk calon mahasiswa, dokumen yang wajib dilampirkan selain sertifikat bahasa Jerman adalah ijazah SMA, Surat Keterangan Hasil Nilai Ujian Nasional dan raport kelas XII semester 1 dan 2. Dokumen dalam bahasa Indonesia wajib diterjemahkan ke bahasa Jerman.
Foto: DW/N. Ahmad
Sperrkonto - Rekening yang dibekukan
Calon mahasiswa yang akan studi di Jerman wajib membuat rekening Sperrkonto. Ini adalah rekening yang dibekukan, yang bisa diambil uangnya ketika si calon mahasiswa berada di Jerman dengan jumlah tarikan tunai per bulan yang dibatasi.
Foto: DW/N. Ahmad
Mengajukan visa
Berbagai informasi terkait pengajuan visa pelajar tersedia di laman Kedutaan Besar Jerman di Indonesia. Setelah semua dokumen siap, calon mahasiswa bisa membuat janji dengan bagian visa untuk menentukan kapan ia bisa datang menyerahkan dokumen-dokumen yang diperlukan.
Foto: DW/N. Ahmad
6 foto1 | 6
Tidak langsung ambil kesimpulan
Konsep tinggal bersama menurut Putri bisa membantunya dalam proses berintegrasi dengan masyarakat Jerman. "Intergrasi sangat penting utamanya kalau kita tinggal di budaya dan negara asing. Bisa dibilang tanpa integrasi kita terisolasi," kata Putri.
“Buat saya melalui proses ini kita tidak perlu mengubah jati diri kita sendiri tetapi kita membaca situasi bagaimana baiknya bersikap dengan situasi yang terhubung dengan banyak budaya atau banyak karakter dari banyak manusia.”
Supaya bisa berintegrasi dengan teman beda budaya kita harus tahu karakter budaya sendiri. Hal yang paling berbeda tinggal dengan orang Jerman adalah mereka tidak selalu menyapanya setiap kali bertemu.
"Biasanya dapur adalah ruang untuk interaksi. Kadang kalau sedang lelah atau tidak ada waktu mereka cenderung pendiam dan sama sekali tidak menegur. Itu bukan berarti mereka sedang marah atau tidak ingin ngobrol dengan kita. Bisa jadi mereka sedang buru-buru jadi cenderung tidak mengatakan satu patah katapun."
Ia mengakui kalau pada awalnya perbedaan budaya seperti ini terasa sulit. Namun begitu mengerti konteks budayanya, dengan sendirinya Putri dapat lebih memahami situasi dan beradaptasi. (ae/ts)
*Simak serial khusus #DWKampus mengenai warga Indonesia yang menuntut ilmu di Jerman dan Eropa di kanal YouTube DW Indonesia. Kisah putra-putri bangsa di perantauan kami hadirkan untuk menginspirasi Anda.