1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

SES: Kami Sudah Mengirim Hampir 400 Tenaga Ahli ke Indonesia

14 Juli 2018

SES adalah lembaga Jerman yang mengirim tenaga ahli ke seluruh dunia atas permintaan mitra lokal. Wawancara DW dengan Adam Pamma, wakil SES di Indonesia, dan Sri Tunruang, tenaga ahli yang ditugaskan SES ke Indonesia.

SES-Vertreter in Jakarta Adam Pamma (links) mit DW Reporter Hendra Pasuhuk im DW-Studio Bonn
Foto: DW/H.Pasuhuk

Senior Experten Service (SES) di Jerman adalah lembaga non-profit yang didirikan empat asosiasi perdagangan dan industri di Jerman, yaitu Asosiasi Industri Jerman BDI (Bundesverband der Deutschen Industrie), Perhimpunan Pemberi Kerja BDA (Bundesvereinigung der Deutschen Arbeitgeberverbände), Kamar Industri dan Perdagangan Jerman DIHK (Deutscher Industrie- und Handelskammertag) dan Asosiasi Pengrajin Jerman ZDH (Zentralverband des Deutschen Handwerks). Sejak 1983, SES sudah mengirim lebih 12000 tenaga ahli ke berbagai penjuru dunia, untuk mendukung kegiatan ekonomi lokal.

DW: Adam Pamma, apa sebenarnya tujuan pendirian SES pada awalnya..?

Adam Pamma: SES dulu didirikan untuk menghimpun tenaga-tenaga ahli Jerman yang sudah pensiun, agar bisa diperbantukan ke perusahaan-perusahaan di Jerman yang membutuhkan keahlian mereka. Terutama sebagai instruktur dan pelatih untuk para pegawai perusahaan yang juga punya tugas pelatihan. Jadi dalam program yang populer disebut "Training of Trainer" atau ToT. Jadi pada prinsipnya, mereka melihat potensi besar dari para ahli senior yang sudah memasuki masa pensiun, bahwa mereka memiliki banyak pengalaman yang sebenarnya bisa dimanfaatkan oleh industri Jerman. Sehingga muncullah gagasan dari empat organisasi untuk membentuk SES.

Jadi gagasan awalnya adalah untuk perkembangan industri di Jerman sendiri..

Benar. Jadi, karena itu berfungsi dengan baik, pemerintah Jerman melalui Kementerian Kersajama Pembangunan melihat ini sebagai instrumen potensial yang bisa menjadi komponen Jerman dalam proyek-proyek bantuan pembangunan. Disitulah muncul gagasan untuk mengirim tenaga ahli senior ini ke negara-negara mitra Jerman untuk diperbantukan dalam proyek-proyek kerjasama pembangunan.

Anda bisa memberi gambaran, kira-kira di berapa negara SES sekarang ini aktif?

Sekarang ini aktif di sekitar 160 negara. Ada sekitar 1500 tenaga ahli senior yang terdaftar di SES. Boleh dikata, untuk hampir setiap profesi dan keahlian yang ada di Jerman, kami punya tenaga ahlinya, jadi dalam bidang apapun.

Dari pengalaman Anda, ahli dalam bidang apa saja yang diminta oleh negara-negara mitra?

Sangat variatif. Jerman memang dikenal sebagai negara berteknologi tinggi, boleh dikata sebagai gudangnnya insinyur. Jadi memang banyak sekali negara yang memanfaatkan keahlian mereka dalam bidang ini, khususnya Cina. Jadi Cina adalah negara yang paling banyak memanfaatkan dukungan SES dalam bidang teknik.

Adam Pamma (kiri), representatif SES di IndonesiaFoto: DW/H.Pasuhuk

Misalnya ada satu perusahaan, atau lembaga pendidikan kejuruan, yang ingin mendapat bantuan tenaga ahli dari SES sebagai pengajar, bagaimana prosedurnya?

SES adalah salah satu lembaga Jerman yang sangat gampang birokrasinya. Prinsipnya, SES punya formulir standar, dan peminat atau customer bisa mengunduh formulir itu di internet. Kemudian mereka tinggal mengisi formulir itu, lalu mereka perlu menjelaskan, apa tenaga ahli yang dibutuhkan dan apa saja tugas-tugas yang akan dijalankan oleh tenaga SES di tempat itu. Kemudian kriteria tenaga ahli yang diinginkan itu apa, misalnya dia harus seorang insinyur, dengan pengalaman kerja di bidang apa, misalnya otomotif dan sebagainya. Kemudian pemohon ahrus menerakan stempel dan tandatangan sebagai permohonan resmi, setelah itu dikirim ke representatif SES yang ada di masing-masing negara.

Jadi, klien yang memang harus menentukan, apa yang dia butuhkan, dan ini bukan proyek yang ditentukan oleh SES?

Ya, mereka sendiri yang harus menentukan, apa atau siapa yang mereka butuhkan. Baru kami akan melihat, apakah kami di SES bisa memenuhi permintaan itu. Jadi bukan SES yang menentukan, melainkan ditentukan oleh pihak yang membutuhkan.

Lalu apa yang menjadi kewajiban pihak atau perusahaan yang mengundang?

Itu tergantung dari negaranya, dan apa ada kerjasama Jerman dengan negara itu. Kalau untuk Indonesia, pengundang perlu menanggung local cost-nya, seperti akomodasi, transportasi lokal dan uang saku. Sementara biaya lainnya, seperti tiket pesawat dan persiakan di Jerman akan ditanggung oleh SES. Untuk uang saku di Indonesia, sekarang itu 10 dollar AS per hari. Itu harus ditanggung pengundang.

Ahli bidang apa saja misalnya yang pernah diminta oleh Indonesia?

Kalau untuk Indonesia, tahun 2017 misalnya SES mengirim 108 orang, bidangnya variatif, ada profesor untuk universitas atau di bidang politeknik. Ada juga tenaga pengajar di bidang kejuruan, ini karena di Indonesia sekarang pemerintahan Jokowi ingin meningkatkan sektor pendidikan kejuruan dan sudah disepakati kerjasama dengan Jerman dalam bidang ini. Jadi kami juga mengirim banyak tenaga ahli di bidang kejuruan, misalnya otomotif, pengolahan kayu, tetapi juga bidang bakery, perhotelan dan tourism, lalu di bidang teknik, seprerti CNC, PLC, pengelasan, dlsb.

Target utama pengiriman tenaga ahli SES yang sebenarnya bukan untuk mengajar siswa, melainkan terutama untuk training tenaga pengajar atau dosen, dan untuk pengembangan kurikulum suatu jurusan, lalu penyelenggaraan workshop tentang metode pengajaran, dan lain-lain sesuai kebutuhan di Indonesia. Jadi yang kami utamakan adalah sustainability, atau aspek keberlanjutan dari suatu proyek.

Kunjungan delegasi Indonesia ke SES di Bonn Juni 2016, dipimpin Mendikbud Anies BaswedanFoto: DW/H. Pasuhuk

Anda mengatakan sudah ada lebih 100 tenaga ahli dari Jerman yang dikirim ke Indonesia tahun 2017. Lalu bagaimana prospek ke depannya? Apakah akan lebih banyak lagi?

Untuk Indonesia, perkembangannya sangat baik. Kalau dilihat perkembangannya dari 2014, sejak saya menjabat sebagai representatif SES untuk Indonesia, waktu itu SES mengirim 12 tenaga ahli. Lalu 2015 ada 20, Kemudian 2016 ada 38 tenaga hali, dan 2017 melonjak hampir 300 persen menjadi 108 tenaga ahli. Untuk tahun 2018 ini, sudah ada lebih dari 200 permintaan dan kami sudah siapkan, maksudnya yang sudah siap diberangkatkan saat ini ada lebih dari 100 tenaga ahli. Jadi peningkatannya sangat pesat untuk Indonesia. Awalnya, waktu kami mulai di Indonesia, memang tidak banyak yang kenal SES di Indonesia. Tapi kemudian ada promosi dari mulut ke mulut, sehingga banyak permintaan yang masuk ke SES.

Dan karena sudah ada kesepakatan kerjasama bilateral antara Indonesia dan Jerman dalam bidang pendidikan vokasi, dan SES menjadi pelaksana proyek di pihak Jerman atas nama Kementerian Kerjasama Pembangunan, jadi sudah ada MoU yang ditandatangani antara SES dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Kalau berjalan lancar dan urusan birokrasinya di Indonesia cepat rampung, akan lebih banyak lagi tenaga ahli yang bisa kami kirimkan ke Indonesia. Setelah kunjungan Presiden Jokowi ke Jerman tahun 2016, yang ditindaklanjuti dengan kunjungan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan langsung ke Kantor Pusat SES di Bonn, waktu itu ada permintaan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan agar SES mengirim sampai 650 tenaga ahlinya ke Indonesia setiap tahun dalam bidang pendidikan kejuruan. Dan memang SES memiliki 600 sampai 700 tenaga ahli di bidang pendidikan kejuruan. Tetapi kami memang baru akan mengirim tenaga ahli sesuai permintaan yang datang dari Indonesia.

Sampai sekarang, apa saja tantangan yang dihadapi dalam kerjasama pendidikan kejuruan ini?

Adam Pamma: Sebenarnya dengan adanya permohonan Presiden Jokowi kepada Kanselir Angela Merkel, dan persetujuan kerjasama bilateral, sudah jelas ada keinginan politik kedua negara untuk menjalankan proyek ini. Kemudian ditindaklanjuti dengan penandatanganan MoU antara Kemendikbud dan SES. Jadi dasar kerjasamanya sudah jelas. Hanya saja, proposal yang masuk dari Kemendikbud ke SES sampai sekarang memang belum sebanyak seperti yang ditargetkan pemerintah Indonesia sendiri. Tetapi kami siap memenuhi permintaan itu, kalau datang. Jadi di tingkat pelaksanaannya, memang belum dimanfaatkan secara maksimal oleh Indonesia. Jadi tahun 2016 misalnya baru ada 34 permintaan dari Kemendikbud. Menurut MoU, local cost akan ditanggung oleh Kemendikbud. Hanya untuk tiga tenaga ahli SES yang terakhir, mereka tidak tanggung dan dibebankan ke masing-masing sekolah. Tetapi karena sekolahnya keberatan, jadi untuk tiga tenaga ahli yang terakhir,  biaya lokal ditanggung SES. Memang masih ada beberapa kesulitan birokrasi untuk kerjasama ini. Tahun 2018 ini misalnya, belum ada permintaan dari Kemendikbud yang disampaikan ke SES. Jadi potensi kerjasama dalam bidang pendidikan vokasi ini masih sangat besar.

 

DW: Nah, bagaimana pengalaman tenaga ahli SES yang dikirim ke luar negeri? Sri Tunruang, Anda anggota SES yang sudah pernah dikirim sebagai tenaga ahli ke Indonesia beberapa kali. Bagaimana Anda pertama kali berhubungan dengan SES?

Sri Tunruang, tenaga ahli SES yang beberapa kali ditugaskan ke Indonesia dalam rangka kerjasama pendidikan vokasiFoto: DW/H.Pasuhuk

Sri Tunruang: Saya mendengar dari seorang kawan di Aachen, yang anggota SES dan pernah dikirim SES sebagai tenaga ahli ke Ukraina dan ke RRC. Dia bilang kepada saya, masuk SES, itu menarik. Lalu saya mengajukan lamaran ke SES, itu tahun 2008. Lalu 2009, saya dan almarhum suami saya hampir dikirim untuk mengajar di sekolah di Banda Aceh, yang dibangun oleh Jerman dalam rangka bantuan pembangunan kembali setelah tsunami. Sayang sekali, suami saya kemudian meninggal, sebelum itu berjalan. Tahun 2011 saya lalu dikirim SES ke Medan selama delapan minggu, untuk mengajar di dua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (Stikes), di Lubuk Pakam dan di Deli Tua. Koordinasinya waktu itu berjalan sangat baik, sambutannya juga sangat baik. Bahkan direkturnya meminta saya tinggal lebih lama lagi. Tapi karena saya masih ada tugas di Jerman, jadi saya harus kembali. Itu pengalaman yang sangat baikm untuk saya. Selama ini saya bekerja di Jerman, dan dengan program ini saya merasa bisa memberikan sesuatu kepada Indonesia.

Jadi setelah mengirim lamaran, lalu kalau diterima, SES lalu menawarkan proyek yang Anda bisa lakukan?

Jadi pertama-tema, data-data saya masuk dulu ke database SES. Jadi apa pengalaman kerja saya, apa keahlian saya, dan sebagainya. Nah lalu kalau ada permintaan tenaga ahli yang datang dari Indonesia, dan kriteria saya cocok seperti kebutuhan dari sana, saya yang akan dihubungi SES. Mereka mengatakan ini ada proyek nomor sekian di daerah ini untuk sekian lama. Kemudian kami dipanggil ke kantor pusat SES di Bonn. Di sana dibicarakan secara detil, apa yang harus saya dilakukan dan apa yang akan difasilitasi oleh SES. Misalnya, karena saya tidak memegang Paspor Indonesia lagi, SES yang akan mengurus visa sosial budaya untuk Indonesia. Lalu asuransi dan vaksinasi khusu. SES sangat teliti san selalu mengingatkan kepada kami apa yang perlu kami siapkan. Sampai pas foto ditanggung oleh SES. Sedangkan pihak Indonesia menanggung biaya akomodasi, termasuk makan, transportasi dan uang saku sebanyak 10 dolar per hari. Waktu itu programna belangsung untuk delapan minggu.

Foto: DW/H.Pasuhuk

Dan Anda katakan, setelah itu Anda juga bisa ikut proyek lain lagi, Jadi memang bisa mengikuti program SES beberapa kali..?

Saya sangat bersyukur, pertama karena masih diberi kesehatan sehingga saya masih bisa melaksanakan proyek-proyk itu, kedua karena SES masih mau menggunakan tenaga saya. Misalnya tahun lalu saya pernah diminta ke Simbabwe, tetapi saya tolak karena saya belum berani ke sana sendirian. Tahun ini, bulan Januari lalu saya dikirim ke Malang, dan untuk proyek ini saya betulbetul bangga dan saya sangat senang melakukannya. Waktu itu ada permintaan dari Indonesia untuk persoalan logistik. Dan saya baru tau, di Indonesia baru ada dua sekolah kejuruan dengan jurusan logistik, di Banda Aceh dan Malang. Di Malang, mereka perlu bantuan untuk mengembangkan kurikulum. Saya sangat bangga, tetapi juga khawatir. Sebab saya memang punya pengalaman bekerja di bidang logistik, tetapi saya bukan tenaga pengajar. Dalam hal ini, saya harus mengucapkan terima kasih sekali kepada Kamar Dagang Jerman IHK. SES punya hubungan yang baik dengan IHK, jadi mereka menghubungkan saya kepada sebuah sekolah kejuruan di Jerman dalam bidang logistik. Dan mereka sangat membantu saya. Saya senang sekali dan saya juga ingin melanjutkan bekerja di bidang ini. Lewat program ini saya juga jadi mengetahui secara mendalam pendidikan vokasi di Jerman dalam bidang logistik. Saya belajar banyak tentang ini, dan sekarang mencari peluang-peluang bagaimana menerapkan sistem seperti ini di Indonesia..

Karena tidak mungkin hanya menjiplak begitu saja program yang ada di Jerman..

Tidak mungkin. Pada awalnya saya sendiri tidak percaya bahwa dengan sistem pendidikan di Indonesia, dengan sistem ekonomi yang demikian, lalu sistem vokasi Jerman yang disebut dual system itu (belajar sambil bekerja praktek) bisa diterapkan. Tetapi setelah pengalaman di Malang, saya di sana selama empat minggu, saya tahu ada kemungkinannya. Tugas saya di sana adalah turut mengembangkan kurikulum, yang kedua melatih para guru dan menyelenggarakan workshop bersama-sama pihak industri. Karena sistem pendidikan vokasi di Jerman itu ada 3 pilarnya yang penting, yaitu kerjasama erat antara murid, sekolah dan industri. Dan industri merupakan faktor yang sangat penting. Inilah yang di Indonesia yang masih harus digalakkan. Hal lain yang penting adalah penggunaan terminologi. Di Indonesia misalnya dulu sering digunakan istilah tukang, padahal di Jerman digunakan istilah "Fachkraft" atau tenaga ahli. Jadi itu yang harus kita gunakan sekarang, tenaga ahli. Jadi tenaga ahli listrik, tenaga ahli bangunan, tenaga ahli logistik dst.

Jadi ini soal penyebutan profesinya juga ya..

Sri Tunruang: Ya. Dulu untuk logistik misalnya digunakan istilah "gudang". Sehingga pelajar maupun orangtua kurang tertarik, karena anaknya nanti hanya akan menjadi pegawai gudang. Jadi penting juga kita perhatikan soal terminologi. Kalau di Indonesia dulu misalnya disebut "tukang listrik", di Jerman disebut "Fachkraft für Elektrotechnik", artinya "tenaga ahli listrik". Nah itu kan berbeda. Mereka di Indonesia sering terkejut kalau saya ceritakan bahwa di Jerman, gaji seorang tenaga ahli itu kadang-kadang lebih tinggi daripada gaji seorang insinyur.

Saudara Adam Pamma dan Sri Tunruang, terimakasih untuk wawancara ini.

Sri Tunruang: Dengan senang hati..

Adam Pamma: Terimakasih juga untuk kesempatan ini.