Semangat solidaritas dan kebersamaan setahun setelah serangan ke redaksi Charle Hebdo mulai luntur. Kebebasan berekspresi dan pluralisma makin dicekam aksi para teroris.
Iklan
Perancis yang diguncang dua teror berat di tahun 2015, justru terperosok ke perpecahan. Setahun setelah serangan teror ke kantor redaksi tabloid satir Charlie Hebdo di Paris, Eropa juga tak mampu handapi ancaman teror dan atasi krisis pengungsi. Kemana lenyapnya semangat solidaritas dan kebersamaan yang disimbolkan dengan motto "Je Suis Charlie“ itu?
Presiden Perancis, Francois Hollande memang menggelar upacara di depan kantor Charlie Hebdo, mengenang 17 korban tewas dalam serangan di Paris awal Januari 2015 itu. Tapi acara yang dihadiri keluarga para korban dan orang yang selamat dari serangan teroris, tidak bisa menutupi kenyataan, bahwa perpecahan menggayuti langit Perancis.
Bahkan serangan teror 13 November 2015, yang menewaskan 130 orang, hanya mampu mengundang semangat solidaritas dan kebersamaan sesaat. Perancis kini dirundung krisis politik, sosial, ekonomi dan identitas kebangsaan yang amat berat. Pemerintah sosialis dinilai bereaksi keliru setelah serangan Paris kedua, yang justru menguntungkan partai Front Nasional.
Partai yang berhaluan ultra kanan ini mengajukan rancangan populis, mencabut kewarganegaraan ganda bagi tersangka teroris. Sekitar 5 persen warga Perancis, mayoritasnya beragama Islam punya kewargaan ganda. Isu rasisme dan diskriminasi kini makin mencuat di Perancis, mengalahkan isu terorisme.
Charlie Hebdo tetap provokatif
Di pihak lain, tabloid satir Charlie Hebdo mengenang satahun kasus pembunuhan 12 orang di kantor redaksi mayoritasnya redaktur tabloid satir itu, tetap konsisten dengan haluannya yang provokatif. Edisi terbaru menunjukkan kartun Tuhan berlumuran darah yang menyandang senapan Kalashnikov, dengan titel: Setahun setelah pembunuhan, pelaku masih buron.
Redaktur Charlie Hebdo juga menyatakan merasa dibiarkan sendirian dalam perjuangan mempertahankan kebebasan berekspresi dan nilai demokrasi. Tapi Charlie Hebdo memang tidak sendirian. Pasalnya serangan terhadap kebebasan pers di berbagai negara juga makin marak belakangan ini. Juga kelompok teroris makin getol membidik wartawan sebagai sasaran bunuh, terbukti dari laporan terbaru Reporters without Borders.
Serangan Teror di Eropa
Sejak satu dekade terakhir serangan teror radikal Islamis terus menyasar Eropa. Sebuah Kronologi dalam gambar.
Foto: AP
November 2015 Paris
Serangan yang terjadi pada Jumat (13/11/15) malam merupakan aksi paling berdarah yang mengguncang Perancis setelah Perang Dunia II satu tusukan bagi Perancis. Sedikitnya 130 orang tewas dan ratusan lainnya luka-luka akibat serangan yang dilancarkan ISIS di tujuh lokasi di Paris. Polisi melaporkan 8 pelaku serangan teror tewas; 7 diantaranya meledakkan diri.
Foto: Getty Images/AFP/K. Tribouillard
Serangan Terhadap Kebebasan Berpendapat
Serangan terhadap mingguan Charlie Hebdo 7 Januari 2015 dinilai para politisi dunia sebagai identik dengan serangan terhadap kebebasan berpendapat dan kebebasan pers. Pimpinan redaksi Stephane Charbonnier alias "Charb" dan sejumlah karikaturis utama majalah itu tewas akibat serangan tersebut. Charb dipuji sebagai pejuang kebebasan pers yang berani dan pantang mundur.
Foto: DW/Bernd Riegert
Januari 2015 Paris
Sedikitnya 12 orang tewas dalam serangan ke Kantor mingguan satir "Charlie-Hebdo" di Paris um. Pelaku masih diburon. Motifnya diduga balas dendam atas publikasi Karikatur Nabi Muhammad dan Karikatur pimpinan ISIS Abubakar al Bhagdadi oleh majalah tersebut. Seluruh dunia mengutuk aksi teror barbar tersebut.
Foto: A. Gelbard/AFP/Getty Images
Maret 2004 Madrid
Sejumlah bom meledak di empat kereta dan satu trem bawah tanah di ibukota Spanyol 11 Maret 2004. Sedikitnya 191 orang tewas dan 1.8000 cedera. Pelakunya secara simbolis diganjar hukuman 43.000 tahun penjara. Di Spanyol berlaku peraturan bagi pelaku kejahatan berat dengan ganjaran hukuman tertinggi 40 tahun.
Foto: AP
Juli 2005 London
Saat jam sibuk tanggal 7 Juli 2005 empat teroris radikal Islamis melancarkan serangan teror nyaris berbarengan mengguncang ibukota Inggris. Tiga pelaku serangan bunuh diri meledakkan sebuan kereta bawah tanah dan seorang lagi meledakkan sebuah bus kota bertingkat. Sedikitnya 52 orang tewas termasuk keempat teroris.
Foto: picture-alliance/dpa/P. MacDiarmid
September 2005 Denmark
Tanggal 30 September 2005 harian Denmark "Jylannds Posten" mempublikasikan 12 karikatur yang mengkritik Islam. Salah satunya Karikatur Nabi Muhammad yang mengenakan sorban berupa bom. Publikasi ini memicu aksi protes di seluruh negara Islam sebagian dengan kekerasan dan membuat pemerintah Denmark dan Eropa waspada.
Foto: picture-alliance/dpa
Desember 2010 Stockholm
Menjelang Natal pada 11 Desember 2010 dua bom meledak di pusat perbelanjaan yang ramai di ibukota Swedia. Dua pejalan Kaki cedera. Pelakunya pemuda berusia 28 tahun keturunan Irak membunuh diri. Semula diduga aksi dilakukan pelaku tunggal, tapi belakangan diketahui pelaku memiliki komplotan.
Foto: AFP/Getty Images/J. Nackstrand
November 2011 Paris
Mingguan satir Perancis "Charlie Hebdo" pada November 2011 jadi sasaran serangan bom molotov yang dilemparkan ke ruang redaksi. Saat itu tidak ada korban cedera. Pelaku serangan hingga kini tidak tertangkap. Motif serangan diduga publikasi terkait karikatur yang mengritik Islam. Mingguan satir ini terkenal dengan karikaturnya yang mengritik semua agama besar.
Foto: picture-alliance/abaca
Maret 2012 Toulouse
Antara 11 hingga 22 Maret 2012 seluruh Perancis dicekam ketakutan. Mula-mula seorang lelaki Yang menunggang skuter menembak dua orang serdadu. Delapan hari kemudian tiga siswa dan seorang Guru sekolah Yahudi ditembak mati. Tanggal 22 Maret polisi menyerbu rumah pelaku dan dalam aksi baku tembak pelaku berhasil dibunuh.
Foto: AP
Mei 2014 Brussel
Seorang pria melakukan aksi penembakan membbi buta di jalan masuk Musium Yahudi di Brussel 24 Mei 2014. Empat orang tewas dan pelaku berkewargaan Perancis berhasil kabur. Balakangan pelaku tertangkap di Perancis dan diekstradisi ke Belgia. Pelaku adalah eks jihadis di Suriah dan pernah dipenjara karena merampok.
Foto: Reuters
September 2014 Brussel
September 2014 sebuah serangan ke gedung Komisi Uni Eropa berhasil digagalkan. Pelaku tunggal diduga gagal berangkat ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS. Setelah serangan itu, sejumlah negara Eropa meningkatkan kewaspadaan terhadap para eks jihadis pendukung ISIS yang balik kembali ke negara asalnya di Eropa.