Seorang wanita melaporkan kasus pemerkosaan rata-rata setiap 15 menit di India pada tahun 2018, demikian menurut laporan pemerintah yang dirilis Kamis (09/01).
Iklan
Kasus perkosaan oleh geng dan pembunuhan seorang perempuan di bus di New Delhi tahun 2012 memicu aksi demonstrasi puluhan ribu orang di seluruh India dan tuntutan akan hukuman yang lebih keras datang dari para bintang film dan politisi. Namun kekerasan terus berlanjut.
Laporan adanya 34.000 pemerkosaan pada tahun 2018 berarti nyaris tidak berubah dari tahun sebelumnya. Hanya sekitar 85% yang dijadikan terdakwa, dan 27 % di antaranya dijatuhkan vonis, demikian menurut laporan kejahatan tahunan yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri India.
Kelompok-kelompok hak perempuan mengatakan kejahatan terhadap perempuan sering dianggap kurang serius, dan diselidiki oleh polisi yang kurang peka.
"Negara ini masih diperintah oleh laki-laki, satu (perdana menteri perempuan - Red) Indira Gandhi tidak akan mengubah banyak hal. Kebanyakan hakim masih laki-laki," kata Lalitha Kumaramangalam, mantan kepala Komisi Nasional untuk Perempuan.
"Ada sangat sedikit laboratorium forensik di negara ini, dan pengadilan jalur cepat hanya memiliki sedikit hakim, "kata Kumaramangalam, anggota partai PM Modi, Bharatiya Janata (BJP).
Pemerkosaan terhadap seorang remaja pada tahun 2017 oleh politisi BJP, Kuldeep Singh Sengar mendapat perhatian nasional ketika korban mencoba bunuh diri pada tahun berikutnya, dan menuduh polisi tidak bertindak.
Lima bulan sebelum Sengar didakwa Desember lalu, keluarga korban harus mendapat pengamanan khusus setelah sebuah truk menabrak mobil yang membawanya, melukai dan menewaskan dua orang kerabatnya.
Sebuah studi tahun 2016 oleh Partners for Law in Development di New Delhi menemukan bahwa mereka masih membutuhkan rata-rata 8,5 bulan per kasus - empat kali lebih lama dari periode yang direkomendasikan.
vlz/ap (Reuters)
5 Negara Paling Berbahaya bagi Perempuan
Ancaman kesehatan, kekerasan seksual dan perbudakan harus dihadapi perempuan di banyak negara. Ini lima negara yang paling berbahaya menurut Thompson Reuters Foundation dan Foundation for Sustainable Development.
Afghanistan
Sejak kecil hidup adalah perjuangan bagi anak perempuan Afghanistan. 87% dibiarkan buta huruf, dan 70-80% dipaksa menikah. Punya keluarga juga jadi tantangan besar. Jumlah kematian perempuan ketika hamil dan 42 hari setelah keguguran mencapai 400 dari 100.000 (untuk bandingan: di Inggris hanya 8). Di samping itu tingkat KDRT sangat tinggi. Foto: perempuan sedang menunggu layanan medis di Kabul.
Foto: picture alliance/Ton Koene
Republik Demokratik Kongo
Kongo adalah salah satu negara dengan tingkat kekerasan bermotif seksual paling tinggi di dunia. American Journal of Public Health memperkirakan, 1.150 perempuan diperkosa tiap hari di negara ini, yang berarti 420.000 per tahun. Kondisi kesehatan perempuan juga sangat buruk, 57% perempuan hamil dinyatakan menderita anemia, atau kekurangan sel darah merah.
Foto: Phil Moore/AFP/Getty Images
Pakistan
Banyak praktek budaya dan agama di Pakistan jadi ancaman bagi perempuan, terutama nikah paksa, serangan air keras, hukum rajam. Menurut Komisi HAM Pakistan, per tahun lebih dari 1.000 anak dan perempuan jadi korban pembunuhan demi kehormatan. 90% alami kekerasan domestik. Foto: protes 29 Mei 2014 atas pembunuhan wanita hamil Farzana Parveen oleh keluarganya, karena kawin dengan pria pilihannya.
Foto: AAMIR QURESHI/AFP/Getty Images
India
Walaupun jadi negara demokrasi terbesar di dunia, contoh mengejutkan seperti pemerkosaan massal serta pembunuhan korban perkosaan menunjukkan, India bisa jadi tempat sangat berbahaya bagi perempuan. Peneliti memperkirakan, sekitar 50 juta kasus pembunuhan anak atau janin terjadi dalam tiga dekade terakhir. Jumlah anak yang dipaksa menikah dan penjualan manusia juga jadi ancaman besar.
Foto: Chandan Khanna/AFP/Getty Images
Somalia
Tingkat kematian perempuan saat mengandung, perkosaan, mutilasi genital dan kawin paksa sudah jadi masalah sehari-hari perempuan Somalia. Negara ini dianggap tidak punya hukum dan ketertiban. 95% perempuan Somalia menghadapi mutilasi genital pada usia sekitar 4-11 tahun. Dalam usia melahirkan, hanya sekitar 9% perempuan dapat melahirkan dengan fasilitas medis memadai.