Parlemen Pakistan memilih Shahbaz Sharif untuk menggantikan Imran Khan sebagai perdana menteri baru. Pemilihannya sekaligus menempatkan dua dinasti politik terkuat kembali ke pusat kekuasaan di Islamabad.
Iklan
Shahbaz Sharif merupakan satu-satunya kandidat perdana menteri, setelah partai pemerintah pimpinan Imran Khan melakukan aksi keluar sidang dan membatalkan pencalonan kadernya, Shah Mehmood Qureshi.
Sharif akhirnya terpilih dengan 174 suara di parlemen. Jumlah itu dianggap sudah memenuhi kuorum di lembaga yang beranggotakan 342 orang tersebut.
"Dengan ini kami mendeklarasikan Shahbaz Sharif sebagai perdana menteri Republik Islam Pakistan,” pekik ketua umum parlemen, Asad Sadiq.
Drama politik di Islamabad bermula pada 3 April silam, ketika Khan berusaha mencegah sidang mosi tidak percaya dengan membubarkan parlemen dan mengumumkan pemilihan umum baru. Menyusul gugatan oposisi, Mahkamah Konstitusi membatalkan keputusan tersebut dan memerintahkan parlemen agar kembali bersidang.
Pakistan: Bagaimana Militan Hancurkan Kehidupan Seorang Perempuan
Baswaliha, perempuan berusia 55 tahun yang tinggal di kawasan adat di perbatasan dengan Afganistan, kehilangan suami dan anaknya dalam konflik dengan kelompok Taliban. Sekarang dia khawatir kekerasan akan kembali.
Foto: Saba Rehman/DW
Kehidupan yang sulit
Bertahan hidup merupakan hal yang sulit bagi perempuan Pakistan di kawasan perbatasan. Hidup Baswaliha, seorang janda 55 tahun, makin memilukan setelah kehilangan anaknya tahun 2009, dan suaminya pada 2010. Baswaliha tinggal di Galanai, sebuah desa adat di kawasan Mohmand, yang berbatasan dengan Afghanistan.
Foto: Saba Rehman/DW
Serangan dari segala penjuru
Imran Khan, anak sulung Baswaliha, terbunuh pada usia 23 tahun oleh kelompok lokal anti-Taliban karena dituduh membantu gerakan teroris, jelasnya pada tim DW. Operasi militer Pakistan memang menciptakan suasana tenang untuk beberapa kawasan, namun penarikan pasukan NATO dari Afghanistan meningkatkan kekhawatiran bahwa kelompok Taliban akan kembalio berkuasa.
Foto: dapd
Fase penuh kekerasan
Abdul Ghufran, suami Baswaliha, tewas setahun kemudian akibat dua bom bunuh diri yang meledakkan gedung pemerintahan, 6 Desember 2010. Saat itu suaminya hendak mengambil uang duka anaknya yang tewas dibunuh, kata Bawaliha kepada DW. Banyak yang tewas dalam serangan itu. Baswaliha mengatakan, seorang perempuan yang hidup tanpa suami atau laki-laki dewasa di kawasan adat penuh risiko dan berbahaya.
Foto: Getty Images/AFP/A. Majeed
Belum menyerah
Abdul Ghufran, suami Baswaliha, tewas setahun kemudian akibat dua bom bunuh diri yang meledakkan gedung pemerintahan, 6 Desember 2010. Saat itu suaminya hendak mengambil uang duka anaknya yang tewas dibunuh, kata Bawaliha kepada DW. Banyak yang tewas dalam serangan itu. Baswaliha mengatakan, seorang perempuan yang hidup tanpa suami atau laki-laki dewasa di kawasan adat penuh risiko dan berbahaya.
Foto: Saba Rehman/DW
Jahit dan jual
Baswaliha ingin anak-anaknya mendapat pendidikan yang layak. “Tidak mudah. Saya merasa hidup saya tidak ada gunanya lagi, dan saya tidak bisa bertahan hidup di lingkungan seperti ini,” katanya. Dia menceritakan perempuan di desanya dilarang berbelanja sendiri ke pasar. Saat ini, pendapatan utamanya menjahit. Dia mematok harga sekitar 13 ribu hingga 15 ribu rupiah untuk satu setel pakaian wanita.
Foto: Saba Rehman/DW
Wajib didampingi lelaki
“Setelah ditinggal suami, saya biasa membuat jajanan roti dan anak perempuan saya yang kecil menjualnya kepada warga di jalanan utama. Namun ketika dia sudah mulai cukup besar, anak perempuan yang berkeliaran dicap jelek di sini,” jelasnya. “Saat itulah saya mulai membuat berbagai macam selimut.” Tetapi untuk ke pasar, dia harus ditemani seorang laki-laki, berapapun umur laki-laki tersebut.
Foto: Saba Rehman/DW
Akan ada lebih banyak kekerasan?
Ribuan keluarga di kawasan adat di utara dan barat laut Pakistan menjadi korban kekejaman kelompok ekstrem di daerahnya. Abdur Razaq, saudara ipar Baswaliha, mengatakan bahwa dia masih ingat saat Abdul Ghufran terbunuh dalam sebuah serangan kelompok Taliban. Dia berharap kawasan adat tidak berubah lagi menjadi daerah kerusuhan dan keganasan. (Teks S. Rehman/mh/hp)
Foto: Saba Rehman/DW
7 foto1 | 7
Imran Khan menuduh oposisi berkolusi dengan Amerika Serikat untuk menjatuhkannya, karena dia giat mendekati Cina dan Rusia.
Menjelang sidang pemilihan di parlemen, dia mengajak ratusan ribu pendukungnya untuk turun ke jalan demi menolak "pemerintahan impor” di Islamabad.
Kelompok oposisi sebaliknya menuduh pemerintahan Khan melakukan wanprestasi di bidang ekonomi. Kritik tersebut menguat ketika Imran Khan urung membatalkan perjalanannya ke Moskow seusai invasi Rusia terhadap Ukraina.
Iklan
Kembalinya dinasti Bhutto dan Sharif
Selama berpuluh tahun, supremasi sipil di Pakistan didominasi oleh dua keluarga paling berpengaruh, yakni Sharif dan Bhutto. Kedua partai terbesar, Liga Muslim Pakistan dan Partai Rakyat Pakistan masing-masing dipimpin oleh kedua klan.
Catatan politik dinasti Bhutto dan Sharif dipenuhi dugaan korupsi atau nepotisme. Pada 2015 silam, Perdana Menteri Nawaz Sharif dijatuhkan oleh Mahkamah Agung karena kedapatan menyimpan uang gelap di negara surga pajak.
Pelarian Hindu Asal Pakistan Harapkan Kedamaian di India
Ratusan warga Hindu Pakistan menyebrang ke India buat mencari suaka. Kebanyakan merasa kondisi kehidupan di Pakistan lebih baik. Tapi mereka mengaku merasa lebih aman hidup di negeri jiran yang dimusuhi.
Foto: DW/Rajib Chakraborty
Bertahan, Lalu Menyebrang
Sejumput warga Hindu memilih menetap di Pakistan, ketika pemisahan tahun 1947 memicu gelombang pengungsi besar-besaran ke jiran India. Jumlah yang bertahan hanya berkisar 2% dari populasi nasional. Kebanyakan hidup dalam klaster-klaster kecil yang tersebar di seluruh penjuru negeri.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Diskriminasi di Negeri Sendiri
Namun diskriminasi dan persekusi terhadap minoritas, terutama Hindu dan Ahmadiyah, kian hari kian bertambah. Amnesty International melaporkan, UU Penistaan Agama lebih banyak membidik kelompok minoritas. Islamisasi paksa juga dilaporkan terjadi di sejumlah kawasan, terutama di wilayah kesukuan di dekat perbatasan Afghanistan.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Memenuhi Panggilan Modi
Sebagian mengikuti panggilan pemerintahan populis kanan India di bawah Perdana Menteri Narendra Modi untuk hijrah mencari suaka. Sesuai UU Kewarganegaraan yang baru, semua pengungsi Hindu yang tiba sebelum 2015 bisa mengikuti jalur cepat naturalisasi. Tampak dalam gambar foto perdana menteri dipajang di salah satu rumah pengungsi.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Arus Deras Pengungsi Hindu
Selama 15 bulan hingga Maret 2019, Kementerian Dalam Negeri India melaporkan 16,121 permohonan suaka dari warga negara Pakistan. Pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah visa yang dikabulkan meningkat dari ratusan menjadi ribuan.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Sambutan Kelompok Hindu Garis Keras
Pelarian mereka juga dimanfaatkan kelompok Hindu garis keras untuk memperluas pengaruh. Antara lain Vishwa Hindu Parishad (VHP) yang beraliran Hindutva dan meyakini supremasi umat Hindu di India, mengirimkan tenaga pengajar ke kamp pengungsi. Organisasi yang berafiliasi dengan partai pemerintah, BJP, ini berulangkali dituduh melakukan tindak kekerasan terhadap minoritas muslim.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
"Mereka hanya ingin membantu"
Para pengungsi diperintah agar tidak berbicara kepada media oleh anggota VHP. Salah seorangnya, Dharamveer Solanki, mengatakan “mereka hanya ingin membantu,” kata dia. “Kami sedang membangun kehidupan di sini,” imbuhnya kepada Reuters.
Foto: Reuters/A. Fadnavis
Bencana Silih Berganti
Sebaliknya nasib serupa diyakini akan menimpa minoritas muslim di India. Dalam sebuah rapat dengar pendapat oleh Komisi Kebebasan Internasional di Kongres AS, pakar dan akademisi India mewanti-wanti terhadap pencabutan kewarganegaraan bagi jutaan minoritas muslim akibat UU Kewarganegaraan yang baru. rzn/vlz (rtr,afp)
Foto: DW/Rajib Chakraborty
7 foto1 | 7
Adapun Asif Ali Zardari, suami mendiang Benazir Bhutto, bekas perdana menteri Pakistan, mendekam selama tujuh tahun setelah divonis bersalah dalam delik korupsi pada 2008 silam.
Meski demikian, klan Bhutto atau Sharif mampu menepis citra korup dari nama keluarga dan mengamankan dukungan elektoral. Ketika Imran Khan mendobrak kekuasaan kedua dinasti saat menjadi perdana menteri 2018 silam, tidak sedikit yang mencibir kemenangannya didapat dari dukungan militer.
Sejak berpisah dari kolonialisme Inggris 75 tahun silam, separuh usia kemerdekaan Pakistan dihabiskan di bawah kekuasaan militer. Terakhir, para jendral mengkudeta Nawaz Sharif pada 1999. Nasib serupa dialami Benazir Bhutto yang sudah berulangkali dijatuhkan oleh dukungan militer terhadap oposisi.
Kedua klan kini bersatu di barisan oposisi dan menempatkan Shahbaz Sharif, adik bekas PM Nawaz Sharif, sebagai calon perdana menteri untuk menggantikan Imran Khan.
Shahbaz memenuhi kriteria untuk menduduki kursi nomer wahid di Islamabad. Dia beretnis Punjab dan pernah tiga kali menjabat gubernur di provinsi paling padat di Pakistan itu. Putranya, Hamza, dipilih parlemen mengantikan sang ayah sebagai pemimpin PUnjab dalam sebuah pemilihan pekan lalu.