1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Siapa Bangsa Kurdi?

30 Oktober 2019

Etnis Kurdi sama seperti Arab, Turki, Persia, dan Yahudi, adalah sebuah kelompok etnis di Timur Tengah. Namun yang membedakannya, etnis Kurdi hingga kini tidak memiliki negara sendiri.

Syrien kurdische Flüchtlinge bei Semalka, nahe Derik
Foto: Reuters/M. Hamed

Sekitar 25 hingga 35 juta warga Kurdi menghuni wilayah pegunungan yang membentang di perbatasan Turki, Irak, Suriah, Iran, dan Armenia. Mereka membentuk kelompok etnis terbesar keempat di Timur Tengah, tetapi hingga saat ini mereka tidak memiliki negara sendiri.

Dari mana etnis Kurdi berasal?

Bangsa Kurdi merupakan salah satu penduduk asli daratan Mesopotamia dan dataran tinggi Turki bagian tenggara, Suriah barat laut, Irak utara, Iran barat laut, dan barat daya Armenia. Mereka membentuk komunitas tersendiri, disatukan melalui ras, budaya, dan bahasa sekalipun mereka tak punya dialek standar. Agama dan kepercayaan mereka berbeda-beda, walaupun mayoritasnya adalah kaum Muslim Sunni.

Ilustrasi peta Ekspedisi Mesopotamia tahun 1919Foto: picture-alliance/Heritage-Images

Mengapa Kurdi tidak punya negara?

Awal abad ke-20, orang Kurdi mulai mempertimbangkan membentuk negara yang disebut sebagai "Kurdistan" berada di irisan antara negara Turki (Kurdi Utara), Iran (Kurdi Timur), Irak (Kurdi Selatan), dan Suriah (Kurdi Barat). Dahulu, usai Perang Dunia I dan kalahnya kekhalifahan Turki Usmani, melalui Perjanjian Sevres, negara Kurdistan itu dipertimbangkan untuk dibentuk. Namun tiga tahun kemudian melalui Perjanjian Lausanne yang menetapkan perbatasan Turki modern, rencana itu dibatalkan, Hal ini menyebabkan etnis Kurdi menjadi kelompok minoritas di negara-negara yang baru dibentuk pasca PD I. Selama 80 tahun terakhir, upaya untuk membentuk negara Kurdi merdeka selalu dipatahkan dengan brutal.

Serangan Turki memaksa sejumlah keluarga mengungsi demi menyelamatkan nyawa ke kota Hasakah (22/10)Foto: Reuters/M. Hamed

Mengapa orang Kurdi di garis terdepan melawan ISIS?

Tahun 2013, ISIS menyerang tiga kawasan Kurdi di Suriah utara yang berbatasan dengan daerah kekuasaan Kurdi. Hingga tahun 2014 serangan ini dilawan oleh People's Protection Units (YPG), sayap militer dari Kurdish Democratic Union Party (PYD) yang berkedudukan di Suriah.

Serangan ISIS di Irak utara Juni 2014 juga menarik warga Kurdi ke dalam konflik tersebut. Pemerintahan otonom wilayah Kurdistan mengirimkan milisi Peshmerga ke daerah yang ditinggal kabur oleh pasukan Irak. Agustus 2014, melalui serangkaian gempuran, ISIS memukul mundur Peshmerga dari beberapa wilayah, dan beberapa kota strategis seperti Sinjar, berhasil diduduki ISIS. Pasukan multinasional yang dipimpin Amerika kemudian melancarkan serangan udara untuk mendukung milisi Peshmerga. YPG dan Partai Buruh Kurdi (PKK) yang berjuang meraih otonomi Kurdi di Turki membantu serangan ini.

Etnis Kurdi yang bertempur bersama milisi Arab setempat di bawah bendera Syrian Democratic Forces (SDF) dibantu serangan udara dan senjata dari pasukan koalisi berhasil mengusir ISIS di wilayah Suriah timur laut dan menguasai wilayah puluhan ribu kilometer persegi yang berbatasan dengan Turki. Oktober 2017, SDF berhasil menguasai Raqqa yang dianggap sebagai ibu kota ISIS, dan terus merangsek maju ke Provinsi Deir al-Zour yang merupakan markas terakhir ISIS di Suriah. SDF kemudian menyatakan "pemusnahan total" dari "kekhalifahan ISIS".

YPG, sayap militer dari Kurdish Democratic Union Party (PYD) yang berkedudukan di SuriahFoto: Imago/Le Pictorium/C. Huby

Mengapa Turki melihat Kurdi sebagai ancaman?

Ada permusuhan tersembunyi antara negara Turki dengan etnis Kurdi yang merupakan 15-20% dari keseluruhan populasi Turki. Etnis Kurdi mendapat perlakuan kasar dari otoritas Turki selama bergenerasi. Nama dan pakaian etnis Kurdi dilarang, penggunaan bahasa Kurdi dibatasi. Penghilangan identitas bangsa Kurdi juga dilakukan dengan cara pelarangan serta menghapus kata "Kurdi" dan "Kurdistan" dari kamus dan buku-buku sejarah di Turki. Sebagai gantinya, Turki menyebut etnis Kurdi sebagai “orang gunung”.

Tahun 1978, Abdullah Ocalan mendirikan PKK yang menyerukan negara Kurdi merdeka di Turki. Enam tahun kemudian PKK memulai gerakan bersenjata dan sejak saat itu lebih 40.000 orang tewas dan ribuan terusir dari kediaman mereka karena konflik ini.

Warga etnis Kurdi melakukan aksi unjuk rasa untuk perayaan Newroz di Istanbul, Turki (24/03)Foto: DW/Fatih Pınar

Tahun 1990, PKK mengubah tuntutan kemerdekaan menjadi otonomi budaya dan politik, serta meneruskan perjuangan bersenjata. Tahun 2013 kedua pihak mengadakan gencatan senjata. Gencatan senjata ini gagal tahun 2015 sesudah sebuah serangan bom bunuh diri menewaskan 33 orang aktivis Kurdi di Suruc, dekat perbatasan Suriah. ISIS dituduh bertanggungjawab terhadap bom itu, tetapi PKK menuduh pihak berwenang Turki membiarkan serangan itu, lalu menyerang polisi dan tentara Turki. Pemerintah Turki membalas melancarkan serangan yang mereka sebut "perang terpadu melawan teror" menghadapi PKK dan ISIS. Sejak itu, ribuan orang tewas dalam konflik di Turki tenggara, termasuk diantaranya ratusan warga sipil.

ha/as(dari berbagai sumber)