Iran dilaporkan tengah pertimbangkan pembubaran "polisi moral" setelah protes berkelanjutan menyusul kematian Mahsa Amini. Siapakah para Polisi Moral dan apa kerjanya?
Iklan
Pada pertengahan September 2022, apa yang disebut polisi moral di Iran menangkap seorang perempuan muda bernama Jina Mahsa Amini yang saat itu berusia 22 tahun di Teheran. Masha Amini dituduh telah mengenakan pakaian yang dianggap tidak pantas.
Amini lantas dibawa ke kantor polisi, di mana dia kemudian mengalami koma. Tiga hari setelahnya, pada 16 September, ia meninggal di rumah sakit. Kematian Amini memicu kemarahan publik yang kian meluas, mengarah ke demonstrasi antipemerintah yang terus berlangsung bahkan setelah tiga bulan kemudian di puluhan kota di Iran.
Seorang anggota parlemen Iran mengatakan pada hari Minggu (04/12) bahwa pemerintah Iran "memperhatikan tuntutan nyata rakyat," lapor media pemerintah. Pernyataan ini muncul hanya selang satu hari setelah seorang pejabat mengisyaratkan bahwa polisi moral negara itu akan segera dibubarkan.
Jadi, siapa dan apa sebenarnya "polisi moralitas" di Iran?
Apa tugas dan kewenangan 'polisi moral'?
Gasht-e-Ershad yang berarti "patroli pemandu" dan secara luas dikenal sebagai "polisi moral" adalah unit kepolisian Iran yang didirikan di bawah pemerintahan Mahmoud Ahmadinejad, mantan presiden yang berhaluan garis keras.
Sejak 1983, mengenakan jilbab adalah hal wajib di Iran. Namun baru pada tahun 2006 unit kepolisian tersebut mulai berpatroli di jalan-jalan dan bertugas menegakkan hukum tentang aturan berpakaian secara islami di wilayah publik.
Menurut hukum Iran, semua perempuan dengan usia yang sudah memasuki pubertas harus mengenakan penutup kepala dan pakaian longgar di depan umum, meski usia pastinya tidak ditentukan dengan jelas. Di sekolah, anak perempuan biasanya diwajibkan memakai jilbab sejak usia tujuh tahun. Namun tidak berarti mereka juga harus memakai jilbab di tempat umum lainnya.
Kekuasaan Berdarah Ayatollah Khomeini
Ayatollah Khomeini mengobarkan revolusi 1979 buat mengakhiri kekuasaan monarki yang represif dan sarat penindasan. Ironisnya negara agama yang ia dirikan justru menggunakan cara-cara serupa untuk bisa bertahan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/FY
Reformasi Setengah Hati
Iran pada dekade 1970an mengalami perubahan besar lewat "Reformasi Putih" yang digenjot Syah Reza Pahlevi. Program yang antara lain berisikan reformasi agraria dan pendidikan itu sebenarnya diarahkan untuk mempersempit pengaruh kaum Mullah dan tuan tanah. Namun Reformasi Putih menciptakan ketegangan sosial yang justru ingin dihindari pemerintah. Seluruh negeri tiba-tiba bergejolak.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Monarki Tanpa Oposisi
Iran pada era Pahlevi membungkam oposisi lewat penculikan, pembunuhan, penyiksaan dan eksekusi mati. Pada demonstrasi massal 1963, sekitar 15.000 mahasiswa tewas terbunuh. Antara 1971 hingga Revolusi Islam 1979, sebanyak 100 tokoh oposisi melepas nyawa di tiang gantungan. Sampai 1975 pemerintah menahan hampir semua jurnalis, seniman, sastrawan, ulama dan akademisi yang bersimpati pada oposisi
Foto: picture alliance/Herbert Rowan
Arus Balik Khomeini
Ayatollah Khomeini yang awalnya mendukung kekuasaan terbatas Monarki Iran, berbalik arah memperkenalkan sistem pemerintahan Islam berbasis kekuasaan Ulama, Wilayatul Faqih. Oleh Pahlevi ia dikucilkan. Putra Khomeini, Mostafa, dibunuh oleh pasukan rahasia Syah Iran, Savak, setahun sebelum revolusi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/FY
Sekulerisme Islam
Namun begitu Khomeini tidak serta merta membangun pemerintahan Mullah di tahun pertama revolusi. Sebaliknya ia mengakui peran kelas menengah dalam menjatuhkan Pahlevi dengan membentuk pemerintahan sekuler di bawah tokoh liberal dan moderat Mehdi Bazargan (gambar) sebagai perdana menteri dan kemudian Abolhassan Banisadr yang merupakan aktivis HAM Iran.
Foto: Iranian.com
Kebangkitan Islam Militan
Tapi menguatnya militansi pengikut Khomeini yang ditandai dengan penyerbuan Kedutaan Besar Amerika Serikat menyudahi peran kaum liberal. Terutama sejak perang Iran-Irak, Khomeini banyak memberangus oposisi. Antara 1981 dan 1985, pemerintah Islam Iran mengeksekusi mati 7900 simpatisan oposisi.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Pengkhianatan Ayatollah
Untuk mempertahankan idenya tentang kekuasaan Ulama, Khomeini tidak cuma mengucilkan perdana menterinya sendiri, ia juga memenjarakan ulama besar Syiah, Ayatollah Sayid Muhammad Kazim Shariatmadari (gambar) dengan tudingan makar dan calon penggantinya, Ayatollah Hossein-Ali Montazeri karena menentang tindakan represif pemerintah.
Foto: tarikhirani.ir
Dekade Berdarah
Dekade 1980-an menandai kekuasaan berdarah Khomeini. Dalam Tribunal Iran, PBB menuding rejim Islam Iran melakukan "pelanggaran berat Hak Azasi Manusia." Selama tahun 1980-an, sebanyak 20.000 tahanan politik meninggal dunia di penjara dan lusinan media diberangus paksa.
Foto: sarafsazan.com
Derita di Balik Jeruji
Pengadilan Kejahatan HAM Iran yang digelar di Den Haag tahun 2012 silam mengungkap berbagai kesaksian mantan tapol. Sebagian besar mengabarkan penyiksaan di penjara, antara lain digantung terbalik selama berhari-hari dan dipaksa melihat adegan penyiksaan terhadap rekannya, serta dikurung di sel isolasi tanpa sinar matahari selama berminggu-minggu.
Foto: iranwebgard.ir
Eksekusi Massal
Hingga kini Iran menjadi salah satu negara dengan jumlah hukuman mati tertinggi di dunia terhadap tahanan politik. Setahun menjelang kematiannya (3 Juni 1989), Khomeini menggulirkan gelombang eksekusi massal terhadap tokoh oposisi. Tidak jelas berapa jumlah tahanan politik yang tewas. Sebuah sumber menyebut jumlah tapol yang dieksekusi mati mencapai 30.000 orang.
Foto: picture-alliance/dpa
9 foto1 | 9
Sebagian besar peraturan sosial Iran didasarkan pada interpretasi negara atas hukum Syariah Islam, yang mengharuskan perempuan dan laki-laki untuk mengenakan pakaian sopan. Namun dalam praktiknya, polisi moral pada umumnya menargetkan kaum perempuan.
Tidak ada pedoman atau detail yang jelas tentang jenis pakaian seperti apa yang dianggap tidak pantas. Hal ini menyisakan banyak ruang bagi interpretasi dan memicu tuduhan bahwa para penegak moralitas telah secara sewenang-wenang menahan sejumlah perempuan.
Pasukan polisi moral terdiri dari para pria berseragam hijau dan perempuan bercadar hitam, yang menutupi kepala dan tubuh bagian atas mereka. Orang-orang yang ditahan oleh polisi moralitas akan diberi peringatan atau, dalam beberapa kasus, dibawa ke kantor pusat pendidikan dan bimbingan atau dibawa ke kantor polisi.
Di sana mereka diharuskan menghadiri kuliah wajib tentang jilbab dan nilai-nilai Islam. Mereka yang ditahan juga harus memanggil seseorang untuk membawakan "pakaian yang pantas" bagi mereka agar bisa dibebaskan.
Iklan
Tidak ada aturan jelas
Selain menindak pelanggaran aturan-aturan tentang jilbab, pemerintah juga mempromosikan kode berpakaian islami versi mereka di sekolah, media nasional, dan sejumlah acara publik.
Namun, banyak perempuan Iran menemukan cara untuk menentang aturan berpakaian yang dianggap ultrakonservatif ini. Mereka berani mengenakan pakaian ketat dan menggunakan jilbab sebagai aksesori yang berwarna-warni, dan memperlihatkan sebagian rambut mereka. Sekali lagi, tidak ada aturan jelas tentang berapa banyak bagian rambut yang boleh disingkapkan.
Situs Budaya Iran yang Mengagumkan
Banyak ahli menganggap Iran sebagai tempat lahirnya budaya umat manusia. Dari zaman kerajaan Elam, di bawah kekuasaan Aleksander Agung, dinasti Syah hingga Republik Islam, situs budaya Iran cerminkan kekayaan sejarahnya.
Foto: picture-alliance/imagebroker/S. Auth
Persepolis
Kompleks istana Persepolis mulai dibangun oleh Raja Achaemenid 520 tahun sebelum Masehi. Situs arkeologi ini mencerminkan kejayaan bekas ibu kota kekaisaran Persia kuno. Alexander Agung mengakhiri kekuasaan raja tersebut 330 tahun sebelum Masehi dan membakar komplesk tersebut. Namun reruntuhan istana, mausoleum, pilar, dan relief yang mengesankan masih dapat disaksikan sampai hari ini.
Foto: Mohammad Reza Domiri Ganji
Bazaar Tabriz
Kota Tabriz, yang terletak di Jalur Sutra telah lama menjadi salah satu kota paling penting di Persia. Kota ini bukan hanya terkenal karena bazar atau wilayah perdagangannya, namun juga institusi keagamaan dan pendidikannya. Bazar tertutup ini pernah jadi yang terbesar pada abad ke-13 ketika Tabriz masih menjadi ibu kota kekaisaran Safawiyah, diansti yang memprakarsai Syiah sebagai agama negara.
Foto: picture-alliance/Dumont/T. Schulze
Katedral Santo Thaddeus
Juga dikenal sebagai "Gereja Hitam," bekas biara Armenia terletak di dekat perbatasan Iran dengan Azerbaijan. Umat Kristen Armenia percaya bahwa gereja yang didedikasikan untuk Yudas Taddaeus dibangun di sana pada tahun 68 Masehi. Setelah rusak akibat gempa bumi, situs ini dibangun kembali di abad ke-14. Katedarl ini merupakan tempat ziarah bagi kaum Armenia dari Iran dan negara-negara tetangga.
Foto: Mohammad Reza Domiri Ganji
Kota Kuno Yazd
Kota Yazd berdiri di sebuah oasis antara gurun garam Kavir dan gurun Lut. Kota ini juga dikenal sebagai pusat agama Zoroaster, yang memiliki rumah ibadah yang disebut Kuil Api. Sistem khusus saluran air dan pipa, yang dikenal sebagai teknologi 'qanat'. Sistem ini diciptakan untuk memasok air, sementara menara angin dibangun untuk sistem pendinginan suhu.
Foto: picture-alliance/ZB/R. Zimmermann
Kuil Api para penganut Zoroastrianisme di Yazd
Api adalah elemen paling penting dari empat elemen Zoroaster, kuil api menjadi lokasi pusat ibadah. Pemeluk Zoroaster tidak menggunakannya sebagai rumah doa dengan cara klasik, namun lebih dipakai sebagai ruang untuk pertemuan, bertukar gagasan, devosi dan mengenang pendahulu mereka. Yazd adalah jantung dari agama Zoroaster, yang memiliki masa kejayaannya antara abad ke-2 dan ke-7.
Foto: Mohammad Reza Domiri Ganji
Pasargadae
Terletak 90 kilometer ke timur laut kota Shiraz, Pasargadae adalah ibu kota paling awal Kekaisaran Persia di bawah Achaemenids dan didirikan oleh Raja Cyrus ke-2 pada abad ke-6 SM. Kota ini memiliki sistem irigasi bawah tanah yang canggih. Monumen prasejarah juga ditemukan di sebelah situs. Gambar menunjukkan makam Koresh ke-2.
Foto: picture-alliance/imageBroker/S. Auth
Taman Eram
Eram Garden adalah contoh mengesankan dari taman bersejarah Persia yang pertama kali dibangun di abad pertengahan. Dikelilingi oleh tembok tinggi,taman-taman ini biasanya memiliki kolam-kolam yang dan istana. Sebagai bagian penting dari budaya Persia, taman-taman itu menggambarkan surga di bumi - kata itu sendiri sebenarnya berasal dari istilah Persia kuno untuk taman, "Paradaidha."
Foto: Mohammad Reza Domiri Ganji
Jembatan Si-o-se-pol bridge di Isfahan
Salah satu dari 11 jembatan di atas Sungai Zayandeh, Si-o-se-pol memiliki 33 lengkungan yang artistik. Jembatan bertingkat ini dibangun pada periode Safawiyah pada awal abad ke-16. Lorong beratap ini menutupi rute lalu lintas utama di kedua sisi, dan tangga lebarnya mengarah ke promenade di sepanjang jembatan. Di rumah-rumah teh beratap, orang-orang bisa minum teh dan mengisap cerutu.
Foto: Mohammad Reza Domiri Ganji
Menara Azadi di Teheran
Menara Azadi setinggi 45 meter adalah "Menara Teheran modern". Sebelumnya menara ini dinamakan Menara Shahyad ("Monumen Peringatan Syah"). Dibangun antara tahun 1969 dan 1971, menara tersebut menandai peringatan 2.500 tahun pendirian Negara Kekaisaran Iran. Menara ini dilapisi oleh lebih dari 25.000 batu marmer putih dan menyatukan gaya arsitektur Islam dan Sassanid.
Foto: Mohammad Reza Domiri Ganji
Istana Golestan di Teheran
Berasal dari akhir abad ke-18, istana pemerintahan Qajar, dulunya merupakan istana resmi raja Persia sebelum meletusnya Revolusi Islam pada tahun 1979. Antara tahun 1925 dan 1945, sebagian besar istana dihancurkan untuk memberi ruang bagi bangunan baru. Saat ini istana memiliki museum yang menampilkan keramik, perhiasan, dan senjata kuno.
Foto: picture-alliance/imagebroker/S. Auth
10 foto1 | 10
Sebuah survei tahun 2018 yang diterbitkan oleh parlemen Iran menunjukkan bahwa antara 60 dan 70% perempuan Iran tidak mengikuti "aturan berpakaian islami" dengan taat di depan umum.
Di bawah pemerintahan ultrakonservatif Presiden Ebrahim Raisi, kehadiran polisi moral di kota-kota besar pun meningkat. Menanggapi kehadiran mereka, ribuan perempuan protes dan turun ke jalan tanpa mengenakan kerudung. Beberapa dari mereka juga membagikan video mereka secara online untuk menyemangati perempuan lainnya.
Tidak diduga, ratusan perempuan yang selama ini dikenal religius juga mulai berbicara di internet dan menentang kewajiban mengenakan jilbab. Bahkan beberapa tokoh konservatif, termasuk anggota parlemen, juga mulai mengkritik pemberlakuan undang-undang dan keberadaan unit kepolisian moral tersebut. Mereka mengatakan bahwa keberadaan UU dan polisi moral telah berdampak negatif pada sikap publik terhadap hijab dan agama secara umum.
Selama beberapa dekade para aktivis telah berjuang melawan kewajiban mengenakan jilbab, akibatnya beberapa dari mereka harus mendekam di penjara. LSM Hak Asasi Manusia Iran yang berbasis di Oslo, Norwegia, mengatakan bahwa setidaknya 448 orang "dibunuh oleh pasukan keamanan dalam protes nasional yang tengah berlangsung." Ribuan orang ditangkap, termasuk sejumlah aktor dan pemain sepak bola terkemuka Iran.
Aktor asal Iran, Hengameh Ghaziani, mempublikasi video dirinya di Instagram di mana dia melepas penutup kepalanya. Ghaziani sempat ditahan tapi kemudian dibebaskan dengan jaminan, menurut kantor berita setempat.
Hingga kini, masih belum ada rincian lebih lanjut tentang keputusan pembubaran pasukan polisi moral dan apa makna keputusan ini bagi perempuan di Iran dalam mengenakan jilbab. ae/hp