1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikJepang

Siapa Fumio Kishida, Perdana Menteri Baru Jepang?

4 Oktober 2021

Fumio Kishida ditugaskan menanggulangi pandemi dan menyelenggarakan pemilihan umum legislatif pada 31 Oktober mendatang. Pengangkatannya mengisyaratkan stabilitas, dan kelanjutan haluan konservatif bekas PM Shinzo Abe.

Fumio Kishida (tengah), usai memenangkan pemilihan di parlemen, Senin (4/10).
Fumio Kishida (tengah), usai memenangkan pemilihan di parlemen, Senin (4/10).Foto: Eugene Hoshiko/AP/dpa/picture alliance

Fumio Kishida mengukuhkan diri sebagai penerus Perdana Menteri Yoshihide Suga setelah memenangkan pemilihan di parlemen, Senin (4/10). Berbekal suara mayoritas, Partai Liberal Demokrat (LDP) dan koalisinya memilih bekas menteri luar negeri itu sebagai perdana menteri baru Jepang. 

Dalam pemilihan di kedua kamar legislatif, dia mengungguli pesaingnya, Yukio Edano, Ketua Umum Partai Demokratik Konstitusional (CDP) yang dijagokan barisan oposisi.

Dia menggantikan Suga yang mengundurkan diri setelah cuma satu tahun menjabat, menyusul popularitas yang anjlok menyusul konroversi seputar penanganan pandemi, dan penyelenggaraan Olympiade Tokyo.

Di hari pertama kekuasaanya, Kishida dikabarkan akan segera membubarkan parlemen, dan memajukan jadwal pemilihan umum dari pertengahan November ke tanggal 31 Oktober mendatang. 

Pengamat menilai pemilu dipercepat untuk memanfaatkan lonjakan popularitas selama masa bulan madu politik. Partai LDP diyakini tidak ingin mengulangi kesalahan Suga yang menunda penyelenggaraan pemilu, dan terlambat mengukuhkan jabatan sebelum popularitasnya anjlok.

Sebab itu, tokoh oposisi Jepang mengritik percepatan pemilu dan mencibir Partai LDP sebagai "sebuah kedai makan yang memaksa konsumen membeli tanpa bisa mencoba,” kata Jun Azumi, anggota legislatif CDP.

Teknokrat loyal pengabdi partai

Kishida dulunya dikenal sebagai sosok moderat. Namun belakangan dia mengambil haluan agresif, diduga demi mengamankan dukungan sayap konservatif di LDP. Dia dianggap loyal terhadap partai, dan pemilihannya sebagai isyarat keberlanjutan dan stabilitas, bukan perubahan.

Dilahirkan sebagai generasi ketiga sebuah dinasti politik, Kishida pertamakali memasuki parlemen pada tahun 1993 dari daerah pemilihan Hiroshima. Saat menjabat menteri luar negeri 2015 lalu, dia berhasil merangkai kesepakatan dengan Korea Selatan seputar nasib perempuan budak seksual atau Jugun Ianfu dari zaman Perang Dunia II.

Menurut berbagai laporan media Jepang, Kishida berniat mengganti semua anggota kabinet bentukan Suga, kecuali untuk dua posisi. Sebagian besar pos di kementerian akan diserahkan kepada faksi-faksi yang memilihnya dalam pemilihan di parlemen. 

Hanya tiga perempuan yang masuk dalam daftar nominasi kabinet Kihida. Pada pemerintahan sebelumnya, jumlahnya hanya dua orang.

Dua jabatan yang dipertahankan Kishida adalah milik Menteri Luar Negeri Toshimitsu Motegi dan Menteri Pertahanan, Nobuo Kishi. Keduanya sejak awal aktif menggalang kerjasama keamanan dengan AS dan berbagai negara lain untuk menghadapi Cina. 

Kishida ingin memperkuat kerjasama pertahanan dengan AS, termasuk negara-negara demokrasi lain di Asia dan Eropa. 

Namun tugas paling mendesak baginya adalah menyelematkan popularitas partai yang menukik tajam. Untuk itu, Kishida harus membenahi kebijakan penanggulangan pandemi, dan memacu pemulihan ekonomi. 

Dalam sebuah wawancara pada pekan lalu, dia mengungkapkan prioritas utama pemerintahan baru Jepang adalah pertumbuhan lewat konsep "kapitalisme baru” yang diadopsi bekas PM Shinzo Abe. 

rzn/hp (rtr, afp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya