Siapa Haibatullah Akhundzada, Pemimpin Baru Taliban?
25 Mei 2016
Taliban memilih seorang hakim syariah sebagai pemimpin baru. Haibatullah Akhundzada diyakini mengemban misi damai. Tapi dia akan kesulitan menyatukan semua faksi Taliban yang terpecah.
Iklan
Banyak bungkam ihwal kematian pemimpinnya, Mullah Akhtar Mansour, yang tewas dalam serangan udara AS, Sabtu (21/5), Taliban kini mengumumkan pemimpin baru, Haibatullah Akhundzada.
Haibatullah adalah bekas hakim pengadilan syariah yang banyak menjatuhkan hukuman berat selama kekuasaan Taliban di Afghanistan. Ia adalah salah satu wakil Mansour. Tapi berbeda dengan pimpinan Taliban lainnya, Haibatullah, tidak pernah mengecap pengalaman bertempur.
Seumur hidupnya Haibatullah mempelajari agama. Ia diklaim sering menelurkan fatwa garis keras yang mengatur tata cara kehidupan penduduk Afghanistan agar sesuai dengan ajaran Salafi yang dianut Taliban.
Menurut Rahimullah Yousufzai, seorang jurnalis Pakistan, Haibatullah berada di Pakistan pada saat pendudukan Uni Sovyet di Afghanistan 1979-1989. Sebaliknya Mansour atau pendiri Taliban, Mullah Omar, mendulang reputasi sebagai mujahiddin nomer wahid dalam perang melawan aliansi komunis.
Tidak jelas apakah Haibatullah akan mengikuti jejak Mansour menhindari tawaran negosiasi damai dengan pemerintah Afghanistan. Analis meyakini ia akan lebih bergantung pada Dewan Syura Taliban ketimbang Mansour dan membutuhkan suara mayoritas untuk membuat keputusan penting.
Dalam hal senioritas Haibatullah merupakah tokoh tertua kedua setelah salah seorang pendiri Taliban, Mullah Abdul Ghani Baradar. Banyak meyakini Baradar yang kini ditahan di Pakistan, ikut dipertimbangkan untuk menggantikan Mansour.
"Akhundzada dipilih untuk menghindarin konflik lanjutan," tutur analis asal Islamabad, Pakistan, Amir Rana.
Sebaliknya wartawan senior, Yousufzai meyakini Haibatullah akan menghadapi jalan terjal. "Saya kira sejumlah faksi (di dalam Taliban) tidak dimintai pendapat ihwal pemimpin baru. Sejauh ini tidak ada persatuan dan saya tidak melihat bagaimana mereka akan bersatu di bawah Haibatullah," tuturnya.
Perempuan Afghanistan - Dulu dan Sekarang
Situasi perempuan di Afghanistan banyak mengalami kemunduran sejak dekade 1960an. Ironisnya foto-foto masa lalu ini justru menunjukkan kehidupan modern kaum hawa yang kini tertutup dan terisolir berkat kekuasaan Taliban.
Foto: picture-alliance/dpa
Bebas Berkarya
Dua mahasiswi kedokteran di Universitas Kabul menyimak penjelasan dosen (ka) tentang sebuah organ manusia. Gambar ini diambil tahun 1962. Dulu kaum perempuan aktif berkarya di Afghanistan dan tidak kesulitan mengenyam pendidikan tinggi.
Foto: Getty Images/AFP
Tertutup dan Terisolasi
Sejak Taliban berkuasa, semua perempuan diwajibkan mengenakan burka di tempat-tempat umum. Saat kekuasaan kelompok radikal itu runtuh seiring invasi militer Amerika Serikat, perempuan dibebaskan. Tapi hingga kini cuma sedikit yang berani melepaskan burka.
Foto: Getty Images/A. Karimi
Mode Barat di Jalan Ibukota
Dua perempuan berbusana modern meninggalkan gedung Radio Kabul pada Oktober 1962. Sejak Taliban berkuasa pada dekade 1990an, semua instansi pemerintah dipaksa memecat pegawai perempuan.
Foto: picture-alliance/dpa
"Sumber Malapetaka"
Seorang jurubicara Taliban pernah berucap, wajah perempuan "adalah sumber malapetaka buat laki-laki yang bukan muhrim." Tidak banyak yang berubah di Afghanistan sejak demokrasi berjejak.
Foto: picture-alliance/AP Photo/E. Morenatti
Persamaan Hak
Pertengahan dekade 1970an perempuan masih menjadi pemandangan normal di lembaga pendidikan tinggi. 20 tahun kemudian universitas dilarang menerima mahasiswi. Kini konstitusi baru Afghanistan menggariskan persamaan antara perempuan dan laki-laki.
Foto: Getty Images/Hulton Archive/Zh. Angelov
Pendidikan Dini
Empat miliar Dollar AS dikucurkan buat memperbaiki situasi kaum perempuan di Afghanistan sejak 2001. Kini organisasi nirlaba Oxfam mencatat sebanyak empat juta bocah perempuan duduk di bangku sekolah. Namun tekanan sosial terhadap perempuan tidak banyak berubah.
Foto: picture-alliance/Photoshot
Tanpa Batasan Gender
Mahasiswi di Kabul tahun 1981 tidak jengah berkumpul dengan teman laki-lakinya. Dua tahun sebelumnya serdadu Uni Soviet menyerbu negara itu. Invasi Soviet berujung pada sepuluh tahun perang berdarah. Setelahnya, Taliban merebut kekuasaan.
Foto: Getty Images/AFP
Bukan Cuma Burka
Masalah perempuan di Afghanistan tidak banyak berhubungan dengan burka. Tapi kaum perempuan hingga kini masih dibatasi dalam hubungan sosial. Buat mereka ada aturan tak tertulis tentang apa yang boleh dibicarakan, siapa yang boleh ditemui dan kemana seorang perempuan boleh berpergian.
Foto: W.Kohsar/AFP/GettyImages
Perempuan Bersenjata
Sekelompok serdadu perempuan Afghanistan terlibat dalam perayaan setahun revolusi April tahun 1979. Generasi pertama perempuan di militer ini kelak akan menjadi salah satu tulang punggung angkatan bersenjata baru yang dibentuk setelah invasi AS.
Foto: picture-alliance/Bildarchiv
Berjilbab di Medan Perang
Dalam hal ini cuma penampilannya saja yang berubah. Sejak dibentuk kembali tahun 2001, militer Afghanistan kembali menerima perempuan. Khatol Mohammadzai bahkan menjadi perempuan pertama yang mencapai pangkat jendral bintang empat di Hindukush.