Kekuasaan brutal dinasti Assad di Suriah banyak dibangun di atas dukungan minoritas Alawi. Kini mereka diserang dan dicap sebagai pengkhianat. Siapa sekte misterius yang sempat ditakuti itu?
Iklan
Amarah masih menggema setelah serangan terhadap sebuah situs suci Syiah di kota Aleppo, pekan lalu. Buntutnya, ribuan orang berdemonstrasi menentang aksi intoleransi di Suriah, seiring meningkatnya serangan terhadap penganut Syiah Alawiyah, mazhab minoritas yang juga menjadi rujukan bagi bekas diktatur Bashar al-Assad.
Video itu sendiri diklaim sebagai hoaks, karena menampilkan kerusakan setelah pembebasan kota beberapa waktu silam. Tapi klarifikasi pemerintah tidak mengusir kecurigaan di kalangan minoritas terhadap penguasa baru Suriah.
"Tolak pembakaran tempat suci dan diskriminasi agama. Tidak terhadap sektarianisme. Hidup kebebasan di Suriah," tulis demonstran di salah sat poster seperti yang diwartakan televisi Qatar, al-Jazeera.
Konflik ini merupakan aspek lain dalam transisi Suriah yang terus berkembang.
Anggota minoritas Alawi Suriah khawatir mereka akan dihukum atau dianiaya karena komunitas mereka memiliki hubungan yang sudah lama dengan keluarga Assad, yang memerintah Suriah secara brutal selama 54 tahun.
Minoritas Alawi sering dituduh telah diuntungkan oleh pemerintahan dinasti Assad. Namun, mereka juga telah membayar mahal untuk kedekatan tersebut.
Syrian minorities wary of HTS' promises of inclusivity
02:16
Siapa minoritas Alawi Suriah?
Perkiraan pengamat menunjukkan bahwa, sebelum perang saudara dimulai pada tahun 2011, kaum Alawi berjumlah antara 10% dan 13% dari total populasi Suriah.
Iklan
Syiah Alawiyah muncul pada abad kesembilan di Suriah timur laut. Akidahnya mengemban keragaman yang kaya dari berbagai sistem kepercayaan pada saat itu, menurut para ahli agama. Sekte ini terkenal sangat tertutup. Menurut kaum cendikia, penganut Alawi memiliki interpretasi yang berbeda tentang beberapa rukun Islam, yang dianggap mendasar oleh kaum Muslim.
Perbedaan mencakup, antara lain, tata cara adzan salat berjamaah dan beribadah Haji. Penganut Alawi lebih suka beribadah secara pribadi, di rumah atau di luar ruangan, percaya bahwa ziarah bisa menjadi perantara doa, tidak mewajibkan jilbab, dan bahkan menggunakan anggur dalam ritual ibadah. Banyak ajarannya yang mengandung pemujaan alam, termasuk matahari, bulan dan bintang.
Penganut Alawi banyak memiliki kesamaan dengan Muslim Syiah. Mereka percaya kepada Ali bin Abu Thalib sebagai penerus Nabi Muhammad.
Namun, sebagai akibat dari campuran berbagai kepercayaan, kaum Alawi acap dipersekusi karena dituduh melakukan bid'ah dan sebabnya mengalami didiskriminasi sepanjang sejarah, mulai dari era Perang Salib hingga Kesultanan Utsmaniyah di Turki.
Pemilu di Suriah Tandai 50 Tahun Kekuasaan Dinasti Assad
Pemilu di Suriah akan berlangsung pada 26 Mei 2021 dan akan menandai 50 tahun kekuasaan dinasti Assad di negara yang terpecah dan hancur oleh peperangan.
Foto: Jalaa Marey/AFP
Hafez al-Assad, orang kuat Suriah selama puluhan tahun
Hafez al-Assad naik ke tampuk kekuasaan tahun 1970 setelah melancarkan kudeta. Dia membangun Suriah dengan tangan besi melalui partai hegemoni Ba'ath, dan meletakkan fundamen kekuasaan dinastinya. Hafez al-Assad meninggal 10 Juni 2000. Sebulan kemudian, anak lelakinya Bashar terpilih sebagai pemimpin baru setelah memenangkan 97 persen suara dalam referendum. Bashar adalah satu-satunya kandidat.
Foto: AP
Pupusnya harapan reformasi
Bashar al-Assad tadinya dipandang sebagai pemimpin muda yang berpandangan modern dan akan menggalang reformasi Suriah. Namun ketika gerakan protes "Musim Semi Arab" mulai melanda Suriah, Bashar mengerahkan pasukan dan menindas secara brutal aksi-aksi protes. Sebagian pasukan Suriah lalu bergabung dengan kalangan oposisi dan pertempuran pecah di banyak tempat.
Foto: Louai Beshara/AFP
Perang tak berkesudahan
Peperangan makin meluas, bahkan mendekat ke ibukota Damaskus. Menghadapi para pemberontak, Bashar al-Assad tidak segan mengerahkan segala kekuatan militer, termasuk serangan dengan senjata kimia.
Foto: picture-alliance/AA/H. Adnan
Rumah sakit jadi sasaran
Pasukan pemerintah Suriah menyerang rumah sakit untuk mencegah para gerilyawan dirawat. Foto: Rumah Sakit Arbin di kota Ghouta yang hancur setelah jadi sasaran serangan udara, Februari 2018.
Foto: Diaa Al-Din Samout/AA/picture alliance
Ratusan ribu pengungsi
Ratusan ribu orang melarikan diri dari kota-kota yang jadi sasaran pemboman. Kamp pengungsi di Idlib didirikan setelah kota Idlib hancur diserang pasukan pemerintah Suriah yang mendapat bantuan militer dari Rusia dan Iran.
Foto: picture-alliance/AA/M. Abdullah
Dukungan militer dari "saudara tua" di Iran
Bashar al-Assad bertemu dengan pemimpin tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei di Teheran, Februari 2019. Khamenei menyebut Bashar sebagai "pahlawan dunia Arab". Iran mengirimkan bantuan ke Suriah karena ingin memperkuat pengaruhnya di Timur Tengah untuk melawan Israel dan negara-negara Arab berhaluan Sunni seperti Arab Saudi. Sama dengan Iran, dinasti Assad berhaluan Syiah.
Foto: Leader.ir
Bantuan dari penguasa di Moskow
Foto Presiden Rusia Vladimir Putin terpampang di Ghouta, setelah kota itu direbut pasukan pemerintah dari tangan pemberontak, dengan bantuan tentara Rusia, Februari 2018. Rusia terutama ingin mengamankan sumber daya alam Suriah dan sudah mendapat persetujuan dan kontrak untuk menambang minyak, gas dan phosphor.
Foto: Reuters/O. Sanadiki
50 tahun kekuasaan dinasti Assad di Suriah
Tanggal 26 Mei 2021 rezim di Damaskus kembali melangsungkan pemilihan umum dengan kandidat utama Bashar al-Assad, yang akan memasuki masa jabatan yang keempat, sekaligus menandai 50 tahun kekuasaan dinasti Assad di Suriah. (hp/gtp)
Foto: LOUAI BESHARA/AFP
8 foto1 | 8
Emansipasi lewat kolonialisme
Nasib kaum Alawi berubah pada awal abad ke-20 selama periode kolonial Prancis di Suriah. Sebagai bagian dari taktik "adu domba", Prancis memisahkan minoritas Alawi dan Druze dari mayoritas Muslim dan, pada tahun 1922, mendirikan negara otonom bagi kaum Alawi.
Sementara mayoritas Sunni di Suriah menolak bergabung dengan angkatan bersenjata yang dikendalikan Prancis. Sebaliknya kaum Alawi, yang untuk pertama kalinya menjadi bagian dari penguasa, merasa nyaman tidak diperangi karena keyakinan mereka.
Pada tahun 1946, setelah Suriah memerdekakan diri dari Prancis, "kaum Alawi bertransformasi melalui politik," tulis para peneliti di lembaga pemikir AS, Foreign Policy Research Institute.
"Pada tahun 1955, sekitar 65% perwira bintara adalah kaum Alawi." Setelah kemerdekaan, kaum Alawi mendominasi angkatan bersenjata, hingga akhirnya pada tahun 1963, ketika lima perwira melancarkan kudeta.
Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Hafez Assad mengisi jabatan kunci dengan tokoh Alawi yang loyal demi mencegah kudeta lanjutan dan mengamankan kekuasaan sendiri. Anggota minoritas yang tidak setia, seperti simpatisan komunis atau Ikhwanul Muslimin, diperangi dan dipenjara.
Assad juga menormalisasi keberadaan Alawi di dalam agama Islam. "Dia membangun masjid di kota-kota Alawi, berdoa dan berpuasa di depan umum, dan mendorong rakyatnya untuk melakukan hal yang sama," kata Joshua Landis, seorang peneliti nonresiden di Quincy Institute for Responsible Statecraft.
Assad juga mencoba menghentikan tradisi kaum Alawi merayakan hari raya nonmuslim, seperti tahun baru Persia, Nowruz, dan hari raya Kristen, Natal.
Idlib Hadapi Bencana Kemanusiaan
Pasukan Suriah yang disokong Rusia lancarkan pemboman kawasan Idlib, Suriah. Aliran pengungsi kini bergerak ke perbatasan Turki. PBB peringatkan kemungkinan terjadinya "pertumpahan darah."
Foto: picture-alliance/AA/E. Hacioglu
Melarikan diri
Jalan-jalan dipenuhi kendaraan yang bergerak dari kawasan Idlib di Suriah Utara menuju perbatasan Turki. Pasukan rezim Assad maju dari selatan dan timur, disokong sekutu Rusia dan Iran. Sebagian kelompok pemberontak didukung Turki, yang juga menempatkan serdadunya di daerah itu.
Foto: Reuters7K. Ashawi
"Kengerian berlipat ganda"
Hampir satu juta orang sudah berada di pengungsian sejak Desember. Menurut petugas urusan kemanusiaan PBB, Mark Lowcock, "kengerian sudah berlipat ganda" dalam dua pekan belakangan ini. Pertempuran semakin sengit dalam beberapa hari terakhir. Tentara Presiden Assad desak warga keluar dari provinsi Idlib dalam upaya menguasai daerah terakhir yang masih di tangan pemberontak.
Foto: Reuters/K. Ashawi
Dibom hingga luluh lantak
Maaret al Numan dan daerah sekitarnya jadi kawasan yang paling didera serangan. Kota itu dibom hingga luluh lantak dan ditinggalkan penduduknya. Jalan bebas hambatan M5 dari Damaskus menuju perbatasan dengan Turki melewati kawasan ini dan Aleppo. Para pengungsi berusaha mencapai perbatasan, tapi perbatasan sudah ditutup.
Foto: picture-alliance/AA/M. Said
Menunggu di perbatasan
Sekitar 100 orang, di antaranya 35 anak, tewas dalam paruh pertama Februari saja. Demikian keterangan PBB, yang juga mengatakan bahwa keselamatan warga sipil dengan sengaja tidak dipedulikan. Keluarga ini lari ke perbatasan dengan Turki beberapa bulan lalu. Mereka tinggal di kamp pengungsi Kafr Lusin, dengan harapan Turki akan membiarkan mereka masuk.
Foto: Getty Images/AFP/A. Watad
500.000 anak menderita
Dari sekitar satu juta orang yang melarikan diri, diperkirakan separuhnya anak-anak. Dan sebagian besar dari separuh lainnya perempuan. Di dekat perbatasan tidak cukup banyak gubug untuk menampung mereka, sehingga sebagian tinggal di tenda-tenda. Orang-orang tidur hanya beralas karton, kadang dalam suhu di bawah nol.
Foto: Getty Images/AFP/A. Watad
Hanya sedikit makanan dan obat-obatan
Yang memiliki tenda biasanya tinggal di sana bersama lusinan anggota keluarga. Di banyak kamp pengungsi obat-obatan tidak ada lagi, sementara makanan dan pakaian sudah semakin berkurang. Menurut dokter yang bertugas, anak-anak menderita kekurangan makanan, dan sebagian bahkan terancam mati kelaparan. Sebagian orang sudah mati kedinginan.
Foto: Getty Images/AFP/A. Watad
Mengungsi di sekolah
Banyak anak di daerah itu tidak bisa bersekolah lagi. Jadi banyak bangunan sekolah sudah dialihfungsikan. Kadang, bahkan kamp pengungsi jadi sasaran pemboman.
Foto: Getty Images/B. Kara
Berusaha selamat
Jika ingin menyeberangi perbatasan lewat rute ilegal, orang harus membayar mahal. Tidak semua orang bisa membayar. Penyelundup manusia meminta uang sekitar 29 juta Rupiah. Dan mereka yang nekad mempertaruhkan nyawa, karena penjaga perbatasan Turki memiliki kamera pencitraan termal yang bisa membantu mereka melacak pengungsi yang berusaha melintasi perbatasan.
Foto: Getty Images/AFP/A. Watad
Ingin hidup yang bermartabat
Menurut PBB, situasi di Idlib bisa jadi bencana kemanusiaan terbesar di abad ke-21. Tidak ada yang tahu apakan akan ada gencatan senjata. Sementara bagi para pengungsi, siapa yang yang mengakhiri perang tidak terlalu penting. Mereka memerlukan keamanan, dan ingin hidup secara terhormat, juga untuk anak-anak mereka. (Ed.: ml/ap)
Foto: Getty Images/B. Kara
9 foto1 | 9
Kekecewaan terhadap Assad
Selama perang saudara yang berlangsung selama 13 tahun, komunitas Alawi menjadi tulang punggung militer Suriah. Menurut Badan Suaka Uni Eropa, di beberapa kota dan desa yang mayoritas penduduknya adalah warga Alawi, antara 60% dan 70% pemuda terbunuh atau terluka selama perang. Banyak pemuda Alawi juga bersembunyi atau melarikan diri dari wajib militer.
Survei terbaru menunjukkan bagaimana, selama beberapa tahun terakhir, banyak warga Alawi yang merasa semakin kecewa dengan rezim Bashar al- Assad, tulis para peneliti di Yayasan Konrad Adenauer, setelah melakukan survei terhadap komunitas Alawi di Suriah pada awal tahun 2024.
Kecuali anggota elit Suriah yang kecil, warga Alawi menghadapi kesulitan ekonomi yang sama seperti warga Suriah lainnya. Namun, mengingat sifat otoriter rezim Assad, banyak yang merasa tidak dapat berbicara, kata para peneliti.
Sebabnya, penggambaran hitam-putih terhadap kaum Alawi sebagai pro-Assad "gagal menangkap spektrum pandangan yang sangat bernuansa di kalangan Alawi, mulai dari loyalis rezim yang gigih hingga pembangkang diam-diam," para peneliti menyimpulkan.
"Ia juga tidak menjelaskan secara memadai kesulitan sosial ekonomi yang telah memengaruhi mereka seperti halnya komunitas Suriah lainnya," atau "kerugian yang tidak proporsional" yang telah diderita komunitas tersebut, catat para peneliti.