1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
TerorismeIrak

Siapa Calon Pemimpin Baru Islamic State?

10 Februari 2022

Kematian Abu Ibrahim al-Quraishi memaksa Islamic State mencari pemimpin baru. Lingkaran intelijen Timur Tengah mengidentifikasi setidaknya empat calon yang berpengalaman di Irak sejak invasi AS 2003. Siapa mereka?

Gerilyawan Islamic State di Raqqa, Suriah, November 2015
Gerilyawan Islamic State di Raqqa, Suriah, November 2015Foto: Dabiq/Planet Pix via ZUMA Wire/ZUMAPRESS/picture alliance

Al-Quraishi tewas usai meledakkan diri ketika hendak ditangkap militer AS di Suriah pekan lalu. Kematiannya dinilai sebagai pukulan telak bagi ISIS, yang sebelumnya kehilangan Khalifah Abu Bakar al-Baghdadi dalam operasi serupa di Irak, 2019 silam.

Sejumlah analis keamanan yang memantau pergerakan Islamic State meyakini, kelompok itu akan mengumumkan pengganti al-Quraishi dalam beberapa pekan ke depan. 

Fadhil Abu Rgheef, penasehat terorisme untuk militer Irak, mengatakan setdaknya ada empat calon pengganti. "Di antaranya adalah Abu Khadija yang terakhir memimpin IS di Irak, Abu Muslim, pemimpin ISIS di Provinsi Abar, dan seorang lagi bernama Abu Salih yang tidak banyak dikenal, tapi dekat dengan Baghdadi dan Quraishi,” kata dia.

"Terakhir adalah Abu Yassir al-Issawi, yang diduga selamat,” dari serangan udara koalisi AS, Januari 2021 silam. "Dia berharga bagi ISIS karena pengalaman tempurnya yang panjang,” imbuhnya.

Wilayah perbatasan Irak dan Suriah yang sulit diakses menjadi tempat persembunyian baru Islamic State

Seorang pejabat militer Irak meragukan kabar hidupnya Issawi. "Jka dia tidak tewas, dia bisa menjadi kandidat. Dia sudah teruji dan matang dalam merencanakan serangan militer, serta punya ribuan pendukung,” imbuhnya.

Menutup kebocoran

Pejabat Irak tersebut meyakini Islamic State kini berusaha menyelidiki kebocoran informasi yang mengarah kepada kematian al-Quraishi. Dia dikenal tidak pernah tampil di hadapan publik atau menggunakan komunikasi digital. 

Di bahwa arahannya, gerilayawan Islamic State bertempur dalam kelompok-kelompok kecil untuk menyintasi tekanan bertubi-tubi oleh AS dan negara sekutu. 

"Di Suriah, satuan-satuan IS bekerja terpisah dalam jejaring kelompok-kelompok individual, supaya tidak menjadi target militer,” kata seorang pejabat keamanan Irak. Menurutnya sejak Quraishi berkuasa, "upaya kami memonitor pergerakan mereka menjadi sulit karena mereka sudah sejak lama berhenti menggunakan telepon seluler untuk komunikasi.

Baghdadi dan Quraishi adalah anggota al-Qaeda di Irak sejak awal dan pernah menjalani penjara militer AS pada pertengahan 2000an. Sebaliknya, tidak satu pun generasi baru calon pemimpin IS saat ini yang pernah ditahan atau dikenal luas oleh militer AS, kata pejabat itu lagi.

Pejabat dan analis keamanan di berbagai negara sepakat, IS tidak akan mampu membangun kekhalifahan ala Baghdadi serupa pada 2017. Namun, seberapa besar dampak kematian Quraishi bagi IS bergantung pada siapa penggantinya nanti.

IS gaya baru

Hassan Hassan, jurnalis yang meneliti al-Quraishi, meyakini pemimpin baru ISIS akan berasal dari lingkaran terdekat di Irak. 

"Jika mereka harus memilih pemimpin baru dalam beberapa pekan ke depan, mereka harus memilih seseorang yang berasal dari lingkaran sama,” kata dia, "yakni kelompok yang menjadi bagian dari grup Anbari dan sudah beroperasi di bawah nama ISIS sejak pertama.”

Lahur Talabany, bekas kepala badan penanggulangan teror di Irak-Kurdistan, mengatakan sejak kejatuhannya, gerilyawan ISIS kini lebih mudah bergerak di wilayah perbatasan tanpa bisa dideteksi. Hal ini menjadi penyambung hidup bagi kelompok tersebut.

"Kekhalifahan memang sudah dikalahkan, tapi ISIS tidak bisa dimusnahkan. Saya tidak yakin kami berhasil merampungkan tugas itu.” Menurutnya strategi perang yang digunakan ISIS ke depan bakal bergantung pada pemimpin yang baru.

(rzn/ha)

(Ahmed Rasheed, John Davison/Reuters)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait