Debat perdana dari rangkaian lima debat presidensial akan digelar Kamis (17/01) malam dengan tema meliputi isu penegakan hukum, korupsi, HAM dan terorisme. Siapa saja panelis dalam debat pemilu presiden 2019?
Iklan
Ahmad Taufan Damanik
Ahmad Taufan Damanik merupakan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk periode kurun waktu tahun 2017-2020. Lelaki kelahiran Pematang Siantar ini merupakan dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Ia merupakan lulusan University of Essex, yang menjadi pegiat hak asasi manusia dan ikut mendirikan Yayasan Kelompok Kerja Sosial Perkotaan (KKSP) pada tahun 1986. Ia pernah meraih penghargaan Examplary Humanitarian, Human Rights and Peace Building During Aceh in Conflict and Situation, dalam rangka The 10th Anniversary of Peach in Aceh dari Aceh Peace Forum, pada tahun 2015.
Agus Rahardjo
Agus Rahardjo merupakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk periode tahun 2015 hingga 2019. Agus Rahardjo resmi menjadi insinyur Indonesia pertama yang memimpin lembaga penegakan hukum tanpa latar belakang pendidikan tinggi formal hukum dan pengalaman karier di lembaga penegakan hukum. Selama menjabat sebagai Ketua KPK, ia telah menangani sejumlah kasus korupsi besar seperti kasus e-KTP dan kasus korupsi proyek Meikarta.
Agus Rahardjo pernah berkarir di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Pada tahun 2006, Rahardjo menjadi Kepala Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik (PPKPBJ) sekaligus Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP). Reformasi dan modernisasi pelayanan publik di bawah kepempimpinannya mengangkat namanya hingga dikenal publik. Ia dinilai aktif dalam berkampanye melawan korupsi.
Bivitri Susanti
Siapa Calon Pemimpin Indonesia?
Hasil survey Saiful Mujani Research Centre belum banyak mengubah peta elektabilitas tokoh politik di Indonesia. Siapa saja yang berpeluang maju ke pemilu kepresidenan 2019.
Foto: Imago/Zumapress
1. Joko Widodo
Presiden Joko Widodo kokoh bertengger di puncak elektabilitas dengan 38,9% suara. Popularitas presiden saat ini "cendrung meningkat," kata Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan.
Foto: Reuters/Beawiharta
2. Prabowo Subianto
Untuk sosok yang sering absen dari kancah politik praktis pasca pemilu, nama Prabowo masih mampu menarik minat pemilih. Sebanyak 12% responden mengaku akan memilih mantan Pangkostrad itu sebagai presiden RI.
Foto: Reuters
3. Anies Baswedan
Selain Jokowi dan Prabowo, nama-nama lain yang muncul dalam survey belum mendapat banyak dukungan. Gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan, misalnya hanya mendapat 0,9%.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Agung Rajasa
4. Basuki Tjahaja Purnama
Nasib serupa dialami bekas Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama. Sosok yang kini mendekam di penjara lantaran kasus penistaan agama itu memperoleh 0,8% suara. Jumlah yang sama juga didapat Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Foto: Getty Images/T. Syuflana
5. Hary Tanoesoedibjo
Pemilik grup MNC ini mengubah haluan politiknya setelah terbelit kasus hukum berupa dugaan ancaman terhadap Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto. Hary yang tadinya beroposisi, tiba-tiba merapat ke kubu Presiden Joko Widodo. Saat inielektabilitasnya bertengger di kisaran 0,6%
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Ibrahim
6. Agus Yudhoyono
Meski diusung sebagai calon pemimpin Indonesia masa depan, saat ini popularitas Agus Yudhoyono masih kalah dibanding ayahnya Soesilo Bambang Yudhoyono yang memperpoleh 1,9% suara. Agus yang mengorbankan karir di TNI demi berpolitik hanya mendapat 0,3% dukungan.
Foto: Getty Images/AFP/M. Naamani
7. Gatot Nurmantyo
Jumlah serupa didapat Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang belakangan terkesan berusaha membangun basis dukungan. Nurmantyo hanya mendapat 0,3%. Meski begitu tingkat elektabilitas tokoh-tokoh ini akan banyak berubah jika bursa pencalonan sudah mulai dibuka, klaim SMRC.
Foto: Imago/Zumapress
7 foto1 | 7
Ahli hukum tata negara ini adalah salah satu pelopor pendiri Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia. Lulusan Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu juga sempat menjabat Direktur Eksekutif PSHK dalam periode tahun 2003 hingga 2007. Meski dikenal sebagai pakar dalam bidang Hukum Konstitusi, keahliannya juga mencakup advokasi kebijakan, reformasi peradilan, dan antikorupsi.
Margarito Kamis
Margarito Kamis berasal dari Ternate, Maluku Utara. Ia meraih gelar sarjana pada Fakultas Hukum Universitas Khairun Ternate di bawah bimbingan Alm. Prof. Baharuddin Lopa, S.H. dengan konsentrasi Ilmu Hukum Pidana, lalu ia melanjutkan pendidikannya di pascasarjana Universitas Hasanuddin dengan konsentrasi Hukum Agraria, Makassar, Sulawesi Selatan. Ia menyandang gelar Doktor dari Universitas Indonesia di bawah bimbingan Prof. Ismail Suny, Prof. Jimly Asshiddiqie, dan Alm. Prof. Adnan Buyung Nasution. Ia merupakan putra Ternate pertama yang menyandang gelar tersebut
Ahli hukum tata negara ini pernah menjadi Staf Ahli Menteri Sekretaris Negara di era Yusril Izha Mahendra, pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Hikmahanto Juwana
Guru besar hukum internasional dari Universitas Indonesia ini mendirikan Indonesia Society of International Law (ISIL) pada tahun 2002. Hikmahanto menempuh pendidikan hukum di Universitas Indonesia, Universitas Keio, dan Universitas Nottingham. Ia pernah menjabat sebagai tenaga ahli atau staf ahli untuk sejumlah instansi pemerintah, antara lain untuk Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertahanan, Kejaksaan Agung, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Pria yang satu ini kerap terlibat dalam debat capres. Ia salah satu moderator untuk debat Pilpres pada tahun 2014.
Bagir Manan
Bagir Manan merupakan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia pada periode tahun 2001 hingga 2008. Bagir mendapatkan gelar doktoralnya di Universitas Padjajaran, Bandung pada tahun 1990 dan merupakan Guru Besar Bidang Ilmu Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran, Bandung.
Bagir terpilih sebagai Ketua Dewan Pers Indonesia periode 2010—2013 kemudian terpilih lagi untuk periode 2013-2016.
ap/ts (dari berbagai sumber)
Siapa Yang Masuk Bursa Cawapres 2019?
Bursa calon wakil presiden memanas kurang dari setahun menjelang Pilpres 2019. Sejumlah nama besar saat ini diisukan bakal menemani dua calon terkuat, Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Siapa saja?
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Mahfud MD
Dari sekian banyak nama yang santer diisukan bakal mendampingi Joko Widodo pada Pilpres 2019, Mahfud MD termasuk yang paling berpotensi terpilih. Selain tidak berasal dari salah satu partai koalisi, ia juga memiliki reputasi tak tercela di kalangan pemilih muslim. Mahfud yang pernah aktif di Mahkamah Konstitusi dipercaya bisa membantu pemerintahan Jokowi mengawal penegakan hukum di Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
Muhaimin Iskandar
Sejauh ini Cak Imin adalah satu-satunya pemimpin partai yang terang-terangan mendeklarasikan ambisinya merebut kursi cawapres. Kepada Jokowi atau Prabowo politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini menawarkan dukungan kaum muslim NU yang berjumlah mayoritas di Jawa Tengah dan Timur. Meski mendukung Jokowi, Muhaimin juga dikabarkan bermain mata dengan Prabowo untuk dipasangkan dalam Pilpres 2019
Foto: picture-alliance/Pacific Press/A. Ally
Airlangga Hartarto
Serupa Cak Imin, Airlangga Hartarto didaulat sebagai cawapres pendamping Jokowi oleh partainya sendiri, yakni Golkar. Kendati begitu peluang milik putra bekas menteri perindustrian di era Orde Baru, Hartarto Sastrosoenarto, ini diyakini tidak besar. Golkar pun sudah mengumumkan bakal tetap mendukung pemerintahan Joko Widodo, dengan atau tanpa Airlangga Hartarto sebagai pendampingnya.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Indahono
Sri Mulyani
Adalah kinerja dan reputasinya yang menempatkan Sri Mulyani dalam bursa calon wakil presiden. Namanya dikabarkan terjaring dalam daftar bakal cawapres versi PDI-P bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiatsuti. Namun Sri mengaku tidak berambisi menduduki jabatan wakil presiden. Ia hanya berharap kembali dipercaya menggawangi Kementerian Keuangan.
Foto: picture-alliance/AA/S. Corum
TGB Zainul Majdi
TGB banyak mendapat sorotan usai mendeklarasikan dukungannya kepada Joko Widodo pasca Pilkada 2018. Klaim tersebut sontak mengundang kritik dari Partai Demokrat yang menaunginya. TGB masuk dalam bursa cawapres lantaran kedekatannya dengan pemilih muslim. Selain merupakan cucu KH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, pendiri Nahdlatul Wathan, Gubernur NTB ini juga berasal dari kalangan cendikia Islam.
Foto: Gemeinfrei
Anies Baswedan
Nama Anies Baswedan adalah yang paling panas dibahas dalam bursa cawapres untuk Prabowo Subianto. Keberhasilannya menumbangkan Basuki Tjahaja Purnama dalam Pilkada DKI 2017 dianggap sebagai pencapaian politik yang sekaligus menempatkan namanya untuk menduduki salah satu jabatan tertinggi di tanah air. Anies bahkan digadang-gadang bakal maju sebagai calon presiden, meski tanpa dukungan Gerindra.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
Agus Harimurti Yudhoyono
Sejak Pilkada DKI 2017 hingga kini Agus Harimurti Yudhoyono (ki.) sudah bergerilya mencari suara. Ambisi sang ayah, Susilo Bambang Yudhoyono, menempatkan putranya di jabatan tertinggi di dalam negeri membuat Partai Demokrat sibuk mencari rekan koalisi untuk Pilpres 2019. Jika koalisi Gerindra-Demokrat menjadi kenyataan, duet Prabowo dan AHY diyakini bakal menajdi kenyataan.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
Ahmad Heryawan
Saat ini Ahmad Heryawan sedang mencari pekerjaan baru setelah lengser dari jabatannya sebagai gubernur Jawa Barat. Sebagai politisi PKS, Aher membawa banyak keuntungan pada Prabowo Subianto: Dukungan pemilih muslim, mesin partai yang efektif dan pengalaman birokrasi. Selain Anies, Aher adalah nama yang paling santer diisukan bakal mendampingi Prabowo. rzn/hp (detik, kompas, tirto.id, katadata)