Siapa Tillerson, Menlu AS Baru yang Dekat Dengan Putin?
13 Desember 2016
Presiden terpilih AS Donald Trump memilih pengusaha minyak sebagai menteri luar negeri yang baru. Rex Tillerson dikenal sebagai negosiator ulung yang berteman dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Iklan
Donald Trump senang jika arah kebijakannya sukar ditebak. Tak berbeda dengan keputusannya menunjuk Rex Tillerson sebagai menteri luar negeri AS yang baru. Tillerson, Direktur ExxonMobil - perusahaan minyak terbesar di dunia - dikenal memiliki kedekatan dengan banyak kepala negara, terutama dengan Presiden Rusia Vladimir Putin. "Hubungannya dengan pemimpin dunia tidak berbanding," tulis Trump.
Tillerson bertemu Putin pertama kali pada awal dekade 1990an, ketika ia mengawasi proyek Exxon di pulau Sakhalin. Keduanya menjalin hubungan erat ketika Putin mengambil alih kekuasaan dari Boris Yeltsin tahun 1999. "Pertemanan" itu berbuah perjanjian historis tahun 2011 ketika Exxon mendapat hak untuk menggarap cadangan gas di Lingkar Kutub dan Siberia.
Perjanjian yang awalnya bernilai 3,2 milyar Dollar AS itu kini diperkirakan bisa menghasilkan keuntungan senilai 500 milyar Dollar AS. Namun aktivitas Exxon dibatasi berkat sanksi ekonomi yang dijatuhkan AS dan Eropa kepada Rusia. Tahun 2013 silam Tillerson mendapat tanda bintang jasa dari Putin.
"Sumber Kekhawatiran"
Penunjukkan Tillerson sebagai menteri luar negeri AS menegaskan niat Trump menormalisasi hubungan dengan Rusia. Pengusaha minyak itu "menghabiskan waktu bersama Putin jauh lebih banyak ketimbang siapapun," kata peneliti Centre for Strategic International Studies (CSIS), John Hamre. Tillerson adalah salah seorang anggota dewan pembina CSIS.
Tapi tidak semua kader Partai Republik senang dengan keputusan Trump. Bekas capres dan Senator John McCain misalnya menilai penunjukkan Tillerson "menjadi kehawatiran". Menurut politisi senior itu "Vladimir Putin adalah preman dan pembunuh. Siapapun yang menilainya berbeda adalah pembohong," ujarnya.
Kekhawatiran juga disuarakan kelompok lingkungan. "Kita tidak bisa membiarkan Trump menunjuk perusahaan minyak terbesar untuk mewakili kebijakan iklim internasional Amerika," tulis 350.org, sebuah LSM lingkungan.
Tantangan Politik Presiden Baru AS
Siapapun presiden Amerika Serikat yang terpilih, ia harus berhadapan dengan sederet isu politik yang tidak mudah untuk dituntaskan. Berikut daftarnya.
Foto: Reuters/M. Segar
Perang Dingin Jilid Dua
Kebangkitan Rusia bersama Vladimir Putin menjadi tantangan terbesar presiden baru Amerika Serikat. Moskow tidak cuma menyaplok bagian timur Ukraina dan mulai mengancam Eropa, tetapi juga ikut mengusik kepentingan AS di Timur Tengah dan Asia. Apapun isu luar negeri yang bakal dihadapi penguasa baru Gedung Putih, Amerika akan berurusan dengan Rusia.
Foto: Reuters/H. Hanschke
Perang Suriah & Irak
Perang melawan Islamic State berubah menjadi titian panas diplomasi buat AS. Selain Rusia yang aktif di Suriah, Washington mulai kewalahan menghadapi sikap acuh dua sekutunya, Turki dan Arab Saudi. Presiden baru AS nantinya harus mencari jalan tengah untuk mengalahkan ISIS dan mengamankan pengaruhnya di kawasan tersebut.
Foto: Getty Images/AFP/N. Al.Khatib
Laut Cina Selatan
Presiden Barack Obama pernah mendeklarasikan poros baru di Asia Tenggara buat menghadang ambisi Cina di Laut Cina Selatan. Kini poros tersebut tinggal sejarah. Filipina dan Malaysia, sekutu terdekat AS di kawasan, saat ini telah berpaling dan mendekat ke Beijing. Harapan terbesar Washington saat ini terletak pada Vietnam dan Jepang.
Menurut Perjanjian Iklim Paris, Amerika Serikat berkomitmen mengurangi emisi CO2 sebanyak 28% dari level 2005 pada tahun 2020. Untuk itu presiden baru AS harus memperkuat pondasi ekonomi hijau dan mengekang jejak karbon perusahaan-perusahaan domestik. Langkah tersebut dipastikan bakal mengundang pergolakan di Washington yang dikuasai lobi industri.
Foto: Getty Images/L. Maree
Krisis Pengungsi di Eropa
Hingga saat ini krisis pengungsi hanya menjadi isu abstrak yang cuma digunakan sebagai alat kampanye jelang pilpres. Tapi cepat atau lambat, krisis yang menghinggapi Eropa itu bakal menjadi realita di Amerika Serikat. Presiden Barack Obama sudah berjanji akan menampung hingga 200.000 pengungsi Suriah tahun 2017. Tidak jelas apakah presiden baru akan melanjutkan kebijakan pendahulunya itu.
Foto: Getty Images/M. Turner
Kekerasan Bersenjata
Sebanyak 375 penembakan massal terjadi di AS tahun 2015. Pada tahun yang sama 13,286 orang tewas oleh senjata api. Maraknya tindakan kekerasan bersenjata menjadi isu politik yang sulit ditanggulangi Presiden Barack Obama lantaran posisinya yang melemah oleh dominasi Partai Republik di Kongres dan Senat. Fenomena muram tersebut bakal diwariskan kepada presiden baru AS.
Foto: Reuters
Brutalitas Polisi & Rasisme
Warga kulit hitam berpeluang tiga kali lipat lebih besar untuk menjadi korban penembakan polisi. Statistik yang dirilis Washington Post itu menunjukkan masalah rasisme yang masih mengakar di institusi pemerintahan dan pengadilan. Brutalitas aparat keamanan saat ini tidak cuma memicu ketegangan sosial di AS, tetapi juga merusak citra AS di luar negeri.
Foto: Getty Images/S.Platt
Kemiskinan
Sekitar 14% penduduk dan 20% anak-anak di Amerika Serikat hidup dalam himpitan kemiskinan. Jumlahnya mencapai 50 juta orang. Setiap tahun kemiskinan di AS menciptakan kerugian senilai 500 milyar Dollar AS dalam bentuk potensi produktivitas, kriminalitas dan biaya kesehatan. Presiden baru AS harus menginvestasikan dana senilai 77 milyar Dollar AS per tahun untuk mengatasi masalah tersebut.