Siapa Penyebab Bencana Tumpahan Minyak Balikpapan?
4 April 2018
Pemerintah dan Kepolisian RI masih menyelidiki sumber tumpahan minyak di Teluk Balikpapan. Sejauh ini Pertamina dan sebuah kapal batubara berbendera Cina dituding bertanggungjawab atas bencana lingkungan tersebut.
Iklan
Balikpapan Darurat Cemaran Minyak
01:07
Bau menyengat bahan bakar memenuhi udara Banjarmasin akibat tumpahan minyak di kawasan teluk yang hingga kini telah menelan empat korban jiwa. Akibatnya pemerintah kota mendeklarasikan status darurat sementara aparat gabungan TNI dan Polri serta petugas Pertamina berusaha membersihkan ceceran minyak di laut dan pantai.,
"Pernyataan keadaan darurat lebih kepada sifat masyarakat agar lebih hati-hati, sedangkan penanganan pemda tidak bisa sendirian. Kita tidak bisa tangani dan wilayah relatif luas," kata Sekretaris Daerah Pemkot Balikpapan Sayid MN Fadli kepada media.
Pertamina sejauh ini membantah tumpahan minyak berasal dari salah satu kilang minyaknya di Balikpapan. Perusahaan pelat merah itu mengaku telah melakukan penelitian laboratorium terhadap sampel minyak yang tumpah. Hasilnya minyak tersebut adalah bahan bakar kapal laut dan bukan minyak mentah.
"Hasil pengecekan terhadap seluruh instalasi Pertamina yang melintasi Teluk Balikpapan, hingga saat ini tidak ditemukan kebocoran," ujar Manager Komunikasi dan CSR Regional Kalimantan Yudy Nugraha kepada CNBC Indonesia.
Maka kecurigaan mengarah pada kapal batubara berbendera Cina, MV Ever Judger. Kapal tersebut sempat mengalami kebakaran di Teluk Balikpapan sebelum dipadamkan petugas gabungan. Kini MV Ever Judger berlabuh di pelabuhan Semayang sembari menunggu penyelidikan kepolisian.
Namun tudingan ini ditepis manajer kapal MV Ever Judger. Kepada majalah Ship & Bunker, sang manajer yang menolak disebut namanya itu mengklaim api melalap bagian buritan ketika kapal melintasi wilayah tumpahan minyak yang terbakar. Ia bersikeras tidak tahu mengenai sumber tumpahan minyak di Teluk Balikpapan.
Kilang Minyak Rumahan di Suriah
Sebelum perang sipil pecah di Suriah, Msheirfeh adalah sebuah desa pertanian yang tentram. Kini warga membuat kilang minyak rumahan untuk bertahan hidup, tanpa memedulikan bahaya gas beracun bagi lingkungan.
Foto: Rozh Ahmad
Lahan Pertanian Terkontaminasi
Asap hitam membumbung tinggi di atas jalanan utama menuju desa di bagian timur laut Suriah. Puluhan kilang minyak rumahan bermunculan sejak perang sipil pecah tahun 2011. Warga setempat beralih ke emas hitam untuk mencari nafkah. Konflik telah mengubah wilayah pertanian untuk selamanya.
Foto: Rozh Ahmad
Butuh Emas Hitam
Sebagian besar kilang minyak milik negara sudah hancur atau diambil alih oleh kelompok militan. Permintaan atas minyak bumi melonjak, dan industri kilang minyak rumahan meroket. Namun teknik primitif berujung pada pelepasan gas beracun ke udara, dan minyak yang bocor telah mencemarkan tanah serta air tanah.
Foto: Rozh Ahmad
Boro-Boro Impas
Begitu selesai disuling, minyak dituang ke dalam jeriken minyak, siap untuk dijual. Para pekerja di kilang minyak rumahan ini dibayar 24 Euro atau Rp. 370.000,- per barel.
Foto: Rozh Ahmad
Situasi Berbahaya
Ini adalah pekerjaan penuh risiko - acapkali pekerja jatuh sakit, atau bahkan terancam dibunuh. Asap pembakaran minyak mentah pekat di udara dan ledakan kerap terjadi. Banyak pekerja yang menderita ruam kulit, luka bakar, amputasi akibat keracunan, kesulitan bernapas, sakit kepala, batuk tiada henti atau infeksi mata.
Foto: Rozh Ahmad
Senjata dan Minyak Bumi
Berdiri di samping kolam minyak pascasuling, pekerja yang berada di sebelah kiri berkata bahwa dirinya susah tidur, "bukan karena baku tembak yang sering terdengar, tapi karena badan saya gatal-gatal dan saya sering merasa tidak nyaman sejak bekerja di sini."
Foto: Rozh Ahmad
Minyak Dimana-mana
Kilang minyak rumahan umumnya digarap oleh dua orang yang membeli minyak mentah dari pasukan bersenjata di provinsi Deir ez-Zor. Banyak pekerja yang memakai sepatu bot karet dan juga syal untuk menutupi wajah mereka. Namun ini tidak menghentikan minyak hitam untuk menodai pakaian, rambut dan kulit mereka. Menghirup gas beracun dan mendapatkan luka bakar adalah keseharian di sini.
Foto: Rozh Ahmad
Dunia yang Terbalik
Sebelum perang, banyak pekerja di kilang minyak rumahan yang punya mata pencaharian lain. Mereka adalah mahasiswa, petani, pegawai negeri dan guru, yang terpaksa mencari cara lain untuk mendapat pemasukan. Bekas petani Nu'man Uthman, terlihat dalam foto, kini mengelola kilang minyak rumahan bersama anak lelakinya, Sherif.
Foto: Rozh Ahmad
Kehidupan Sebelum Perang Sipil
Mantan guru ini terpaksa meninggalkan sekolah tempatnya bekerja ketika perang dimulai. Kini sembari menyalakan api di bawah kilangnya, ia berpikir: "Saya kengen menjadi seorang guru karena dulu saya berguna bagi sesama. Dalam kerjaan ini, saya merasa sangat tidak berguna."
Foto: Rozh Ahmad
8 foto1 | 8
Klaim tersebut dibenarkan Kasi Operasional Kantor Pencarian dan Pertolongan Kelas A Balikpapan Octavianto. "Kapal tongkang itu sempat terjebak asap tebal dari kebakaran. Saat ini tim SAR masih siaga di Pelabuhan Semayang untuk antisipasi jika sewaktu-waktu ada masyarakat yang melaporkan kehilangan anggota keluarganya dalam peristiwa kebakaran itu," kata dia seperti dikutip Republika.
Teka-teki seputar penyebab tumpahan minyak akan dijawab oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang sedang mempelajari "sidik jari" minyak yang tumpah di Balikpapan.
Untuk itu Menteri KLHK Siti Nurbaya Bakar mengirimkan Direktur Jenderal Penegakkan Hukum, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan dan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem buat mempelajari penyebab tumpahan minyak di Balikpapan.
"Setiap minyak itu kan ada semacam sidik jari-nya, jadi bisa diketahui minyak dari sumur mana. Kami sudah ambil sampel tumpahan minyaknya. Kami analisis sekarang untuk tahu asalnya dari sumur minyak yang mana," kata Dirjen Penegakan Hukum Lingkungan dan Kehutanan KLHK Rasio Ridho Sani kepada Beritasatu.
7 Perusahaan Minyak yang Paling Berdosa Atas Perubahan Iklim
Tujuh perusahaan minyak bertanggungjawab atas produksi separuh emisi CO2 dari perusahaan swasta selama 25 tahun terakhir. Sebagian perusahaan bahkan aktif membiayai kampanye untuk menyangkal fenomena perubahan iklim
Foto: picture-alliance/dpa
1. Chevron Texaco - 51,1 Gt Co2e
Raksasa minyak AS Chevron Texaco mendapat penghargaan miring "Public Eye on Davos" tahun 2015 silam, lantaran mengabaikan kerusakan lingkungan selama bertahun-tahun. Menurut studi ilmiah yang dipublikasikan pada Jurnal Perubahan Iklim, Chevron memproduksi 51,1 gigaton emisi gas rumah kaca, alias 3,52% dari semua emisi CO2 yang diproduksi manusia sejaki 1750.
Foto: Getty Images
2. ExxonMobil - 46,67 Gt Co2e
Perusahaan AS yang mengelola blok Cepu di Indonesia ini berada di urutan kedua daftar perusahaan pendosa iklim terbesar sejagad. Selama 25 tahun terakhir ExxonMobil memproduksi 46,67 gigaton CO2 atau sekitar 3,22% dari total emisi gas rumah kaca yang diproduksi manusia.
Foto: AP
3. BP - 35,84 Gt Co2e
Raksasa minyak Inggris, BP, memproduksi 35,84 gigaton CO2 atau sekitar 2,47% dari total emisi dunia. Perusahaan ini pernah mendulang reputasi buruk ketika anjungan minyak lepas pantainya di Teluk Meksiko "Deepwater Horizon" meledak dan mencemari laut sekitar. Kerugian yang ditimbulkan saat itu bernilai 7,8 miliar Dollar AS.
Foto: Reuters
4. Royal Dutch Shell - 30,75 Gt Co2e
Shell aktif memproduksi dan berjualan minyak di lebih dari 140 negara. Tidak heran jika perusahaan yang bermarkas di Den Haag, Belanda ini tercatat telah memproduksi 30,75 gigaton emisi gas rumah kaca. Jejak karbon Shell berkisar 2,12% pada keseluruhan gas CO2 yang diproduksi manusia sejak 1750.
Foto: Reuters/T. Melville
5. Conocophillips - 16,87 Gt Co2e
Conocophillips saat ini mengaku memiliki lebih dari 20.000 jaringan stasiun pengisian bahan bakar di seluruh dunia. Perusahaan yang ikut mengebor minyak di Laut Timor ini tercatat memproduksi 16,87 gigaton gas CO2 selama 25 tahun terakhir. Padahal Conoco sudah berdiri sejak 1875.
Berdiri sejak 1883, Peabody Energy adalah perusahaan batu bara swasta terbesar di dunia. Perusahaan ini juga aktif membiayai kampanye buat menyangkal fenomena perubahan iklim. Tidak heran karena Peabody Energy memproduksi 12,43 gigaton emisi gas rumah kaca sejak dekade 1980an.
Foto: Reuters/B. McDermid
7. Total S.A - 10,79 Gt Co2e
Total sering dikecam karena antara lain menyokong rejim militer dan menggagas penggusuran paksa di Myanmar buat membangun pipa minyak. Perusahaan Perancis ini juga terlibat dalam pencemaran berat di Siberia Selatan. Sejak 25 tahun terakhir Total telah memproduksi 10,79 gigaton emisi gas rumah kaca. (rzn/as - Guardian, Climate Accountability Institute)