Al Sadr disebut-sebut militan anti Amerika, juga reformator dan harapan baru bagi Irak. Antara lain karena memimpin perang terhadap pasukan AS dan menang pemilu. DW menengok kembali langkah-langkahnya dalam politik Irak.
Iklan
Sabtu lalu pemilu digelar di Irak. Hasil penghitungan suara yang diumumkan Senin kemarin amat mengejutkan. Blok yang dipimpin imam Syiah populer , Muqtada al Sadr meraih mayoritas suara.
Bloknya mempersatukan kaum Syiah dan komunis tak beragama di bawah sebuah bendera bersama, yang mengusung reformasi Irak. Kemenangan al Sadr dalam pemilu. menjadi kulminasi upaya bertahun-tahun yang untuk memberantas korupsi dan ketidakmampuan pemerintah untuk mengatur negara.
Tapi yang jelas, al Sadr tidak mengikuti haluan politik "mainstream". Gerakan politiknya sektarian, dan bersifat tidak nasionalis. Iman Syiah itu sering mengambil langkah yang mempertajam perpecahan.
Irak - 10 Tahun Setelah Perang
Sepuluh tahun setelah invasi AS, bagaimana kehidupan di Irak?
Foto: DW/K. Zurutuza
Mimpi buruk terus berlangsung
Sekalipun miliaran Dollar AS disalurkan untuk pembangunan kembali, situasi bagi warga Irak masih buruk. Air dan listrik tetap langka. Selain infrastruktur yang sangat buruk, Irak juga menghadapi korupsi yang merajalela, kemiskinan yang meluas dan pengangguran tinggi.
Foto: DW/K. Zurutuza
Dalam pengungsian
Bertahun-tahun perang dan instabilitas politik mengakibatkan pengungsian besar-besaran. Menurut laporan badan pengungsi PBB, UNHCR, tahun 2012 banyak pengungsi Irak di Suriah yang kembali lagi ke negaranya karena di Suriah terjadi perang. Menurut UNHCR, di Irak sendiri ada 1,2 juta pengungsi.
Foto: DW/K. Zurutuza
Ritual sehari-hari
Hampir seperlima dari 33 juta penduduk Irak tinggal di Bagdad. Ibukota Irak penuh dengan kawasan tertutup dan zona keamanan. Penduduk Bagdad harus melewati banyak pos pengawasan setiap hari. Walaupun begitu, tetap saja terjadi serangan bunuh diri. Sehari sebelum peringatan 10 tahun Perang Irak, bom mobil meledak di kawasan yang dihuni kalangan Syiah di Bagdad. 50 orang tewas.
Foto: DW/K. Zurutuza
Kematian dan kehancuran
Bank data "Iraq Body Count“ menghitung semua korban tewas dalam aksi kekerasan sejak invasi Amerika Serikat tahun 2003. Tahun lalu, data itu mencatat ada 4.568 korban sipil yang tewas. Tahun 2012 menjadi tahun pertama jumlah korban sipil yang tewas meningkat setelah 2009. Menurut "Iraq Body Count” tahun 2011 ada 4.144 warga sipil yang tewas.
Foto: DW/K. Zurutuza
”Bukan negara untuk perempuan”
Hanya 40 persen perempuan Irak saat ini bisa membaca dan menulis. Tahun 1970 angka ini masih mencapai hampir 100 persen. Irak dulu memuji dirinya sebagai negara pertama di Timur Tengah yang punya perdana menteri dan hakim perempuan. Sekarang banyak janda yang harus berjuang mempertahankan hidup. Makin banyak anak gadis yang dipaksa menikah.
Foto: DW/K. Zurutuza
Hidup di atas Ranjau
Perang dan konflik internal selama sepuluh tahun meninggalkan warisan berbahaya. Di Irak banyak sekali ranjau darat dan bom yang tidak meledak. Menurut keterangan PBB, ada sekitar 2,7 juta orang di Irak yang hidup di kawasan ranjau.
Foto: DW/K. Zurutuza
Kematian pelahan-lahan
Berbagai laporan medis memberitakan tentang meningkatnya penderita kanker dan angka kematian anak-anak. Peningkatan ini bahkan disebut jauh lebih tinggi dari angka di Hiroshima dan Nagasaki setelah bom atom dijatuhkan. Penyebab utama adalah bahan uranium yang digunakan untuk memperkuat daya tembus bom.
Foto: DW/K. Zurutuza
Sons of Irak
Kelompok "Sons of Irak“ dibentuk tahun 2005 oleh para pimpinan Sunni untuk menjaga keamanan di kawasan mereka. Kelompok ini sekarang menjadi pasukan paramiliter, yang beroperasi bersama-sama dengan aparat keamanan resmi di seluruh Irak. Karena persenjataan mereka buruk, mereka sering jadi sasaran serangan teror Al Qaida.
Foto: DW/K. Zurutuza
Musim semi Arab di Irak?
Di kawasan yang mayoritas penduduknya warga Sunni, sejak Desember 2012 sering terjadi aksi demonstrasi yang diikuti ribuan orang. Aksi demonstrasi ini merupakan lanjutan dari rangkaian protes yang dimulai tahun 2011, sehubungan dengan gerakan yang disebut Musim Semi Arab.
Foto: DW/K. Zurutuza
Demi masa depan yang lebih baik?
Brigade "Revolusi 1920“ adalah kelompok bersenjata kalangan Sunni. Kelompok ini memerangi pemerintah Irak. ”Mereka yang bertanggung jawab untuk perang ini, harus punya kewajiban moral untuk membantu pembangunan kembali negara kami,” kata komandan brigade Saad kepada DW. ”Invasi ini dilaksanakan dengan kebohongan besar, bahwa ada senjata pemusnah massal di sini.”
Foto: DW/K. Zurutuza
10 foto1 | 10
Seorang nasionalis Irak
Sejauh ini, tidak ada pemimpin yang melawan pendudukan AS di Irak seperti al Sadr. Juni 2003, ia membentuk Laskar Mahdi sebagai alat untuk memerangi kekuatan pendudukan asing, dan akhirnya berhasil mengusir serdadu AS sepenuhnya untuk hengkang dari Irak.
"Al Sadr memperjelas lewat retorika dan gayanya, bahwa yang paling utama, ia adalah seorang nasionalis Irak, tidak mengikuti kekuasaan asing apapun, baik Iran, AS atau negara lain," demikian dikatakan Thanassis Cambanis dari tangki pemikir Century Foundation.
Laskar Mahdi tidak terdeteksi radar AS hingga 2004, di saat laskar ini bentrok dengan pasukan AS di kota Najaf, di Irak selatan. Bentrokan menyulut serangan lebih besar di seluruh Irak, yang menarget pasukan AS.
Ketika itu pasukan AS diperintahkan untuk menangkap Mukqada al Sadr hidup maupun mati. George W. Bush yang ketika itu menjadi presiden AS, mencap al Sadr dan pengikutnya sebagai "melawan demokrasi".
Pemimpin dunia mengidentifikasi terorisme internasional sebagai ancaman paling serius bagi stabilitas global. Walau kriteria terorisme terus berubah, namun kebrutalan 7 kelompok teror ini membuat ngeri pemimpin dunia.
Foto: Reuters/K. Ashawi
Islamic State di Irak dan Suriah (ISIS)
Didirikan 2004 tapi baru terkenal secara global 2014 setelah mengumumkan sepihak berdirinya kekalifahan di kawasan luas Irak dan Suriah. Di bawah pimpinan Abu Bakr al-Baghdadi, ISIS terkenal lewat teror brutalnya, antara lain pemenggalan kepala para sandera, perbudakan seks perempuan dan penghancuran situs bersejarah.
Foto: picture-alliance/dpa
Abu Sayyaf Group
Organisasi teror di Flipina ini berbasis di kepulauan Jolo dan Basilan. Didirikan 1991 dimasukan daftar grup teroris AS 1997. Abu Sayyaf bertanggung jawab atas serangan teror sebuah ferry di Filipina (2004) yang menewaskan 116 orang. Grup ini mendapat dana dari tebusan sandera dan perompakan kapal barang. Tujuan utama Abu Sayyaf adalah mendirikan negara Islam merdeka di selatan Filipina.
Foto: Getty Images/AFP/R.Gacad
Harakat al-Shabaab al-Mijahideen
Terkenal sebagai al-Shabaab, organisasi teror ini beroperasi di kawasan Timur Afrika terutama di Somalia dan Kenya. Tahun 2006 Al Shabaab merebut kawasan luas di Somalia termasuk ibukota Mogadishu, tapi 2007 berhasil digempur mundur pasukan Somalia dan Ethiopia. Sejak itu grup beroperasi dari kawasan pedesaan dan melancarkan serangan ke kota. Anggota Al Shabaab ditaksir sekitar 9.000 orang.
Foto: Stringer/AFP/Getty Images
Tehrik-e Taliban Pakistan
Taliban di Pakistan sejak 2007 menjalin aliansi dengan sejumlah kelompok radikal lainnya di kawasan perbatasan ke Afghanistan. Kelompok ini tidak memiliki kaitan langsung dengan Taliban di Afghanistan. Grup afliasi Al Qaeda ini terutama menentang pemerintahan Pakistan serta militernya. Grup ini juga terkenal anti ideologi barat dan sering melancarkan serangan pembunuhan.
Foto: picture-alliance/dpa/TTP
Jamā’at Ahl as-Sunnah lid-Da’wah wa’l-Jihād
Kelompok teroris yang didirikan 2002 ini lebih terkenal dengan nama Boko Haram. Terutama beroperasi di Nigeria namun meluaskan aksinya di negara tetangga Chad, Niger dan Kamerun. Boko Haram membunuh sedikitnya 15.000 warga sipil dan menculik 276 gadis Chibok yang memicu kecaman internasional. Grup teroris ini berafiliasi dengan ISIS dan bertujuan menumbangkan pemerintahan Nigeria.
Foto: picture-alliance/AP Photo/G. Osodi
Tahrir al-Sham
Dulu kelompok teror yang berafiliasi dengan Al Qaeda ini bernama Front Al-Nusra. Pertengahan tahun 2016 kelompok ini menyempal dari Al Qaida dan membentuk aliansi dengan kelompok jihadis militan Sunni lainnya di Suriah dan memakai nama baru Tahrir al-Sham. Grup ini memainkan peranan utama dalam perang saudara di Suriah dan berada di pihak pemberontak yang ingin menumbangkan rezim Bashar al-Assad.
Foto: picture-alliance/Al-Nusra Front via AP
Hizbullah Libanon
Organisasi ini adalah partai politik sekaligus kelompok militan bersenjata Syiah. Didirikan 1982 dengan bantuan keuangan dan latihan militer Iran, sebagai reaksi atas invasi Israel ke selatan Libanon. Hizbullah terutama melancarkan serangan atas target Israel, Amerika dan barat. Dalam konflik Suriah, Hizbullah mendukung presiden Bashar al-Assad. Penulis: Cristina Burack (as/yf)
Foto: J. Eid/AFP/Getty Images
7 foto1 | 7
Tokoh paling berbahaya di Irak
Laskar Mahdi tidak hanya menarget tentara AS. Di masa aktifnya, milisi itu juga menyerang kelompok Syiah lain dan warga Irak dari mazhab Sunni. Laskar Mahdi dituduh melakukan kekejaman dengan mengerahkan pasukan pembunuh, dan memicu pertempuran antar kelompok. Majalan berita AS Newsweek pada 2006 menempatkan foto al Sadr di sampulnya dan menyebutnya "pria paling berbahaya di Irak".
Tetapi Laskar Mahdi mulai kehilangan dukungan tahun 2007, terutama setelah 50 peziarah Syiah tewas pada saat bentrokan dengan kelompok militan Syiah lainnya di Karbala. Tahun berikutnya, als Sadr memerintahkan milisinya untuk meletakkan senjata. Sejumlah pejuangnya tetap dipertahankan sebagai pasukan elit. Sementara yang lainnya diberi tugas di bidang sosial, seperti mengajar baca al Quran, pembangunan dan pengumpulan sampah di daerah-daerah Syiah.
Tahun 2008, al Sadr hengkang ke Iran, dan menetap dalam pengucilan di negara itu. Tapi ia tetap memberi komando kepada pengikutnya dan menggunakan pengaruhnya untuk ikut mengubah peta politik Irak.
Sang reformator
Tahun 2011, al Sadr kembali ke Irak untuk terjun aktif dalam politik. Akhir 2011 pasukan AS sepenuhnya menarik diri dari Irak sesuai tuntutan al Sadr. Walaupun tetap punya pengaruh dalam politik Irak, terutama dengan mengontrol blok paling besar di parlemen, awal 2014 ia menyatakan akan menarik diri dari politik Irak. Namun bangkitnya kelompok teroris yang menyebut diri Islamic State-ISIS mengubah rencananya.
Apa dan Siapa 'Islamic State' (ISIS)?
Islamic State (ISIS) merupakan kelompok sempalan Al Qaida yang meninggalkan jaringan teroris itu, untuk bergerak ke arah yang lebih militan.
Foto: Getty Images/AFP/D. Souleiman
Darimana ISIS berasal?
Islamic State dikenal dengan berbagai nama: IS, ISIL, ISIS dan Daesh. Mereka merupakan sempalan jaringan Al Qaida dengan ideologi Islam yang militan. ISIS lahir setelah invasi pasukan sekutu yang dipimpin Amerika ke Irak pada tahun 2003. Dipimpin oleh Abu Bakar al-Baghdadi, kelompok ini ingin menciptakan negara Islam, atau "khilafah" di Irak, Suriah dan seterusnya.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Dimana ISIS beroperasi?
ISIS diyakini beroperasi di 18 negara di seluruh dunia. Organisasi ini mengendalikan sejumlah wilayah di Irak dan Suriah. Secara de facto, ibukotanya di Raqqa, Suriah. Namun kelompok ini telah kehilangan lebih dari seperempat dari wilayahnya sejak Januari 2015.
Siapa yang memeranginya?
Ada banyak kelompok yang terlibat dalam memerangi sepak terjang ISIS. Amerika Serikat memimpin serangan koalisi internasional yang beranggotakan lebih dari 50 negara, termasuk beberapa negara Arab. Rusia telah melakukan serangan udara dalam mendukung pemerintah Suriah. Pasukan regional, seperti Peshmerga Kurdi (dalam gambar) memerangi ISIS dalam gerakan bawah tanah.
Foto: picture-alliance/abaca/H. Huseyin
Bagaimana ISIS mendanai aktivitasnya?
Salah satu sumber utama pendapatan kelompok itu dari minyak dan gas. ISIS menguasai sekitar sepertiga dari produksi minyak Suriah. Pasukan koalisi yang dipimpin AS sengaja menargetkan sasaran tempur pada aset berharga mereka. Sumber pendapatan lain di antaranya dari pajak, uang tebusan dan penjualan barang antic hasil jarahan.
Foto: Getty Images/J. Moore
Dimana saja ISIS melakukan serangan teroris?
ISIS mengaku bertanggung jawab atas sejumlah serangan teroris di seluruh dunia. Teror paling mematikan sampai saat ini adalah bom bunuh diri tahun 2016 di ibukota Irak, Baghdad, di mana lebih dari 200 orang tewas. Pemimpin ISIS mendorong serangan yang disebut "lone wolf" di mana setiap individu yang mendukung ISIS dapat melaksanakan aksi terornya tanpa keterlibatan organisasi.
Apa taktik lain yang digunakan?
Kelompok ini menggunakan berbagai taktik untuk memperluas kekuasaannya. Milisi ISIS telah menjarah dan menghancurkan artefak bersejarah di Suriah dan Irak dalam upaya "pembersihan budaya". Ribuan perempuan dari kelompok agama minoritas diperbudak. Kelompok ini juga menggunakan media sosial sebagai alat propaganda dan perekrutan.
Foto: Getty Images/AFP/J. Eid
Berapa banyak orang telah melarikan diri dari konflik?
Akibat dari konflik berkepanjangan, sekitar enam juta warga Suriah telah melarikan diri dari tanah air mereka. Mereka mencari perlindungan ke negara-negara tetangga:Libanon, Yordania dan Turki. Namun banyak juga yang mengungsi lebih jauh, yaitu ke Eropa. Akibat kekerasan yang dilakukan ISIS, lebih dari tiga juta warga Irak kehilangan tempat tinggal. Ed: (ap/rzn)
Foto: Getty Images/AFP/D. Souleiman
7 foto1 | 7
Akhir 2014, al Sadr memobilisir semua elemen yang dulu termasuk dalam Laskar Mahdi dan membentuk apa yang disebut Brigade Perdamaian. Tugas utama brigade ini adalah menjaga tempat suci keagamaan Syiah dan lokasi-lokasi keagamaan lainnya.
Karena frustasi akibat korupsi besar-besaran di kalangan pemerintah, 2016 al Sadr dan para pendukungnya melakukan aksi pendudukan di dalam kawasan Green Zone di Bagdad, yang dijaga ketat. Aksi itu dilancarkan untuk menekan Haider al Abadi yang ketika itu jadi perdana menteri. Akibatnya, al Abadi terpaksa membentuk kabinet baru dan mendapat pengesahan dari parlemen.
Harapan terbaik bagi Irak
Sejak kembali ke Irak, al Sadr sudah menembus garis batas antar sekte dan etnis untuk mendukung agenda reformasi yang bertujuan memerangi korupsi dan memperbaiki pemerintahan.
Potret Kepulangan Keluarga Irak yang Diusir ISIS
Fotografer Khalid Al Mousily memotret kepulangan keluarga Ahmad yang diusir oleh ISIS. Meski sulit, penduduk kota cepat membangun kehidupan di antara puing-puing kota.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Terbangun dari Mimpi Buruk
Ketika Mosul dibebaskan dari cengkraman kelompok teror ISIS pada Oktober 2017 silam, kota di utara Irak itu nyaris rata dengan tanah. Namun demikian perlahan sebagian penduduk yang terusir mulai kembali. Fotografer Khalid Al-Mousily menemani keluarga Mohammed Saleh Ahmad saat pulang ke kampung halaman yang menyimpan segudang ingatan, baik dan buruk.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Antara Perpisahan dan Kepulangan
Ketika Mohammed Saleh Ahmed (ki.) ingin memulai perjalanan ke Mossul, ia disergap perasaan campur aduk. Meski senang bisa kembali ke kota kelahiran, ia juga sedih karena harus meninggalkan persahabatan yang dirajut bersama penghuni kamp pengungsi. Bersama merekalah, para penyintas perang Mossul itu, Ahmed bisa berdamai dengan situasinya di pelarian.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Satu Tahun di Kamp
Kamp pengungsi Al-Hammam al-Alil di selatan Mosul dibangun ketika koalisi bentukan Amerika Serikat mulai menyerbu benteng pertahanan ISIS di bagian barat kota. Kelompok pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi itu merebut Mosul pada 2014 dan memaksa penduduk tunduk pada kekuasaan absolut sang khalifat.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Awal Kehidupan Baru
Setahun silam keluarga Ahmad mengubur harapan bisa pulang ke Mosul dalam waktu dekat. Namun ketika ditawarkan kesempatan buat kembali, ia tidak berpikir panjang dan segera mengemas perabotan dan barang pribadi keluarganya. Hanya selang beberapa hari tetangga dan saudara membantu memuat barang di dalam truk kecil yang membawa mereka menjemput kehidupan baru.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Puing dan Reruntuhan
Setelah kehancuran ISIS, bagian barat Mosul menjelma menjadi puing-puing dan reruntuhan. Mohammed (Ki.) terkejut melihat nasib kota kelahirannya itu. "Saya tidak bisa lagi mengenali apapun," ujarnya ketika berjalan bersama adiknya, Ahmed, melalui jalan utama di Mosul.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Kesederhanaan adalah Kemewahan
Setibanya di rumah lama, isteri Mohammed, Iman, segera menyiapkan makan malam keluarga. Meski sederhana, kehidupan di Mosul dirasakan jauh lebih baik ketimbang di kamp pengungsi.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
Normalisasi Lewat Komedi Putar
Mohammed cepat menyesuaikan kehidupan di Mosul. Ia mendapat pekerjaan di perusahaan konstruksi milik pamannya. Normalisasi kehidupan pasca ISIS berlangsung lebih cepat dari yang diduga. Mohammed sekarang sudah mulai berpergian ke salon, menemani isteri belanja atau mengajak anak-anaknya ke taman bermain yang baru dibuka.
Foto: Reuters/K. Al-Mousily
7 foto1 | 7
Pengamat Ranj Alaaldin, yang pernah bekerja di Brookings Institute's Doha Center di Qatar menulis tahun lalu, Muqtada al Sadr tidak hanya mewakili "suara mayoritas Irak, yaitu kaum Syiah yang jadi golongan bawah," tetapi agenda reformasinya juga mendapat dukungan dari kelompok-kelompok Irak lainnya. Alaaldin menambahkan, karena kemampuannya untuk menggerakkan masa dan ketidakpuasan yang semakin marak di kalangan rakyat, al Sadr memang mungkin "harapan terbaik bagi Irak".
Dalam pemilu terbaru, ulama Syiah ini sudah berhasil menyatatukan kelompok-kelompok politik sekuler, termasuk partai komunis, dan kelompok tradisional Syiah. Apakah ia akan bisa memimpin Irak menuju reformasi? Kita lihat di masa depan.
Penulis: Lewis Sanders IV (ml/as)
Memahami Krisis Global Lewat Lensa
Fotografer Jepang, Yusuke Suzuki soroti kondisi paling memilukan di dunia. Suriah, Afghanistan, krisis pengungsi. Berkat karyanya, ia dapat penghargaan dari Berlin Foto Biennale untuk fotografer muda berbakat.
Foto: USK Photography
Semua Dihancurkan
Yusuke Suzuki masuk ke Aleppo, Suriah lewat perbatasan Turki 2013. Salah satu foto dari seri "City of Chaos" tunjukkan jalan yang dulu jadi lokasi kawula muda "nampang." Suzuki berkata, "Ketika saya tiba di Aleppo, saya baru sadar, di sini tidak ada air, gas, listrik, obat, sekolah, pekerjaan, bahkan susu untuk bayi."
Foto: USK Photography
Dingin Menusuk
"Orang-orang berteriak-teriak ketika selimut dibagikan. Tidak ada yang punya gas untuk memanaskan ruangan, dan musim dingin sangat berat." Yuzuke Suzuki berkunjung ke Aleppo bulan Januari saat musim dingin.
Foto: USK Photography
Berteman
Fotografer Jepang itu masuk Suriah dengan bantuan seorang penghubung, anggota pemberontak Free Syrian Army. Keduanya langsung berteman. Karena itu Suzuki diterima sebagai tamu. Ia tidur dan makan di tempat tinggal sederhana warga kota, yang sudah penuh sesak karena menampung anggota keluarga yang rumahnya hancur terkena bom.
Foto: USK Photography
Di Tengah Front Pertempuran
Fotografer itu juga ikut para pemberontak sampai garis depan. "Sering kami minum teh bersama, dan bergurau. Bahkan di front pertempuran mereka masih saling menceritakan lelucon, saat tembakan pertama dilepaskan." Tapi ketika baku tembak makin gencar, situasi segera berubah. Suzuki merasakan, bukan dirinya saja yang takut mati.
Foto: USK Photography
Tiba Dalam Keadaan Putus Asa
Di pulau Lesbos fotografer Jepang itu mendokumentasikan krisis pengungsi. "Setiap hari datang antara 20 sampai 25 perahu yang penuh sesak dengan manusia", demikian cerita Suzuki.
Foto: USK Photography
Bagaimana Selanjutnya?
Apa yang dialami Yuzuke Suzuki di Lesbos, digambarkannya sebagai "momen yang mengoyak hati". Ia merasa sangat sulit membuat foto orang-orang yang sedang merasakan sakit dan putus asa. "Tapi harus ada orang yang menyebarkan cerita mereka", kata Suzuki.
Foto: USK Photography
Proyek Profesional Pertama di Afghanistan
Yuzuke Suzuki pertama kali membuat karya foto secara profesional,saat berkunjung ke Afghanistan tahun 2006. Ketika itu ia baru berusia 21 tahun. Perjalanan ini mengubah pandangan pribadinya. Awalnya ia ingin jadi gitaris band, setelah perjalanan ke Afghanistan ia memutuskan jadi fotografer.
Foto: USK Photography
Keseharian di Negara Yang Dikoyak Perang
Apa yang diketahuinya sebagai seorang pemuda Jepang tentang perang dan perdamaian? Pertanyaan ini berusaha dijawab Yuzuke Suzuki lewat perjalanannya ke Afghanistan. Ia melihat bahwa hidup sehari-hari tidak hanya terdiri dari kehancuran, melainkan juga keindahan, yang berhasil dipotretnya.
Foto: USK Photography
Foto Yang Dapat Penghargaan
"Saya berusaha mengerti, apa artinya perang. Saya ingin melihat, mendengar dan merasakan, bagaimana orang bisa hidup dalam perang", demikian Suzuki menjelaskan seri foto yang dibuat di Afghanistan. Untuk karya fotografinya yang autentik, ia mendapat penghargaan Berlin Photo Biennale bagi fotografer muda berbakat. Penulis: Nadine Wojcik (ml/as)