Siberia mencatat rekor suhu tertinggi yang picu kebakaran hutan. Ilmuwan menyebut, ini adalah dampak dari aktivitas manusia yang memicu perubahan iklim. Ilmuwan juga memperingatkan, suhu ekstrim global akan makin sering.
Iklan
Siberia dilanda gelombang panas sampai 38 derajat Celsius musim panas tahun ini, yang memicu kebakaran hutan cukup luas. Kawasan di Arktis Rusia ini terkenal dengan rekor suhu dingin hingga minus 70° C, dan selama 9 bulan ditutupi lapisan es.
“Fenomena ini nyaris mustahil terjadi, jika tidak ada pengaruh aktivitas manusia“, kata Andrew Ciavarella, ilmuwan dari Met Office Inggris yang memimpin penulisan laporan ilmiah itu.
Riset terbaru yang digelar sebuah tim internasional dari Rusia, Inggris, Jerman, Prancis, Belanda dan Swiss menemukan, efek rumah kaca meningkatkan kemungkinan gelombang panas di Siberia hingga 600 kali lipatnya. Riset memonitor temperatur dari bulan Januari hingga Juni, termasuk hari-hari dimana suhu mencapai 38°C di kota Verkhoyansk.
10 Fenomena Cuaca Ekstrem
Hujan deras, periode kekeringan, badai besar. Situasi ekstrem cuaca semakin sering terjadi. Tapi tepatnya di mana? Berikut 10 fenomena cuaca paling mengejutkan.
Foto: picture-alliance/dpa
Hari Paling Panas
Hari paling panas dalam sejarah adalah tanggal 10 Juli 1913 di Death Valley, AS. Di dekat Furnace Creek di negara bagian Kalifornia, suhu maksimal mencapai 56,7°C.
Foto: gemeinfrei
Rekor Suhu Rendah
Sebaliknya, desa Oimjakon di dataran tinggi Sakha atau Yakutia di Sibiria jadi daerah paling dingin yang didiami di dunia. Menurut pengukuran yang dilakukan 1926, suhu rekor mencapai minus 71,2°C. Stasiun Wostok di kutub Selatan bahkan mencatat minus 89,2°C tahun 1983. Foto: musim dingin di Sibiria.
Foto: Reuters
Matahari Bersinar
Kota Yuma di Arizona adalah kota yang paling disinari matahari. Hampir sepanjang tahun, yaitu 313 hari, kota itu diterangi matahari. Yang paling kekurangan matahari adalah kutub selatan. Di sana, hampir setengah tahun matahari tidak bersinar.
Foto: Reuters
Badai es yang mematikan
1986 badai es yang paling dasyat yang pernah terjadi menyebabkan 92 orang tewas di Gopalganj, Bangladesh. Bongkah es bisa mencapai berat 1,02 kg. Sejak 2010, AS menyimpan bongkah es yang paling besar, yang lingkarnya sampai setengah meter.
Foto: NWS Aberdeen/public domain
Curah Hujan Tinggi
Cherrapunji, India mencatat rekor jumlah curah hujan tertinggi dalam 48 jam. Mulai 15-16 Juni 1995, jatuh hujan 2.493 milimeter. Jumlah hari di mana hujan turun dalam setahun dicatat di atas gunung berapi yang telah padam di pulau Kauai, Hawaii, yaitu hingga 350 hari.
Foto: picture-alliance/dpa
Fase Kekeringan Lama
Sebaliknya, warga Arica, Chili menderita akibat fase kekeringan paling lama antara 1903 hingga 1918. Dalam 173 bulan tidak turun hujan sama sekali. Foto: tanah yang kering.
Foto: picture-alliance/dpa
Taifun Akibatkan Kesengsaraan
Taifun paling mematikan menghantam Myanmar Mei 2008. Taifun Nargis menyebabkan 138.000 orang tewas. Taifun Haiyan tidak terlalu fatal, tapi lebih kuat, yaitu 310 km per jam. Taifun ini menghantam Filipina November 2013.
Foto: Hla Hla Htay/AFP/Getty Images
Salju di Kairo?
Memang benar, Desember 2013 salju turun di ibukota Mesir, Kairo, untuk pertama kalinya dalam 112 tahun. Di tahun sama, salju paling tebal yang pernah diukur menutupi ibukota Rusia, Moskow, yaitu 65 cm.
Foto: picture-alliance / World Pictures/Photoshot
Petir Menyambar
Petir dalam jumlah paling banyak dicatat di danau Maracaibo, Venezuela. Di mana sungai Catatumbo bermuara di danau itu, kilat tampak 18 sampai 60 kali per menit, dan hingga 3.600 kali per jam.
Foto: picture-alliance/dpa
Tertutup Kabut
Di Jerman juga terjadi rekor cuaca, yaitu 330 hari tertutup kabut. Ini tercatat tahun 1958, di puncak gunung Brocken di pegunungan Harz. Jumlah jam terpanjang, di mana kabut menutupi sebuah daerah Jerman, dicatat di Thüringer Wald (hutan negara bagian Thüringen). Yaitu 242 jam atau sekitar 10 hari, di tahun 1996.
Foto: picture-alliance/dpa
10 foto1 | 10
Temperatur ekstrem global makin sering
Para ilmuwan menemukan, tanpa pemanasan global, gelombang panas berkepanjangan yang dialami Siberia saat ini hanya akan terjadi sekali dalam periode 80.000 tahun.
"Ini merupakan bukti lebih lanjut dari temperatur ekstrem yang kami perkirakan akan lebih sering melanda dunia, dalam iklim yang lebih panas“, tambah Ciavarella.
Tim ilmuwan menggunakan 70 model iklim, untuk melakukan ribuan simulasi yang rumit membandingkan kondisi aktual, dengan kondisi dunia tanpa pemanasan global akibat aktivitas manusia, dari pembakaran batubara, minyak dan gas bumi. Para ilmuwan menekankan, fenomena gelombang panas di Siberia sebetulnya merupakan masalah bagi seluruh dunia.
Dampak Pemanasan Global Makin Dramatis
03:27
Anomali gelombang panas berkepanjangan
Sekitar 1,5 juta hektar hutan di Siberia terbakar dan melepas jutaan ton emisi CO2 ke atmosfir. Dalam waktu yang bersamaan, kebakaran hutan dan gelombang panas berkepanjangan, memicu lumernya lapisan permafrost. Semua itu memberi kontribusi besar pada cuaca ekstrim di kawasan.
Peneliti Iklim Anders Levermann dalam wawancara dengan DW mengatakan; sejauh ini belum dipahami, mengapa anomali panas ini berlangsung lebih lama? “Ini fenomena iklim baru yang harus diteliti lebih lanjut.“
Levermann juga menyebutkan, lumernya lapisan permafrost melepas emisi Methana ke atmosfir, dan gas rumah kaca ini beberapa kali lipat lebh kuat efeknya dibanding CO2. “Ini merupakan ancaman global jangka panjang, karena meningkatnya emsi gas methana dari Siberia, akan mempercepat pemanasan global dan perubahan iklim global.“
as/hp (dw, AP, AFP)
Dampak Dahsyat Perubahan Iklim
Perubahan iklim akan membawa efek dahsyat bagi manusia penghuni Bumi. Penerbangan, pelayaran dan aktivitas sehari-hari terancam bahaya berbagai fenomena alam ekstrem dan dampaknya.
Foto: picture-alliance/dpa
Badai dan Petir Makin Intensif
Energi panas beraksi seperti bahan bakar bagi awan badai. Jika temperatur global terus naik, aktivitas badai dan petir akan makin intensif. warga di kawasan badai akan makin menderita. Jumlah kebakaran hutan akibat sambaran petir akan meningkat. Petir ciptakan gas rumah kaca NOx di atmosfir yang secara tak langsung meregulasi gas rumah kaca lainnya, seperti ozon dan methana.
Foto: picture-alliance/dpa
Gunung Es Sumbat Samudra
Gletser di Greenland lumer dan pecah menjadi bongkahan gunung es yang mengapung di samudra Atlantik Utara. Lembaga maritim internasional melaporkan, bulan April 2017 tercatat 400 bongkahan gunung es menghalangi jalur pelayaran. Naiknya temperatur memicu makin banyak gunjung es pecah dan mengapung ke laut terbuka.
Foto: Getty Images/J. Raedle
Aktivitas Vulkanik Meningkat
Sepertinya tidak ada korelasi antara perubahan iklim dengan naiknya aktivitas gunung api. Nyatanya Bumi memiliki dinamika yang sulit diprediksi. Contohnya di Islandia, gunung api dan gletser sudah ko-eksis puluhan ribu tahun. Saat lapisan es setebal 2 km mencair, tekanan terhadap kerak Bumi berkurang dan akibatnya aktivitas vulkanisme dan magmatisme meningkat tajam.
Foto: Getty Images/S. Crespo
Gurun Makin Gersang dan Meluas
Gurun pasir sebetulnya penuh dengan kehidupan. Baik di tingkat bakteria maupun flora dan fauna khas. Tapi jika suhu terus naik, koloni bakteri akan musnah, dan juga flora dan fauna gurun mati. Akibatnya gurun makin gampang dilanda erosi dan terus meluas.
Foto: picture-alliance/Zuma Press/B. Wick
Turbulensi Udara Makin Hebat
Perubahan iklim akibat aktivitas manusia juga memiliki kaitan dengan makin hebatnya turbulensi udara di atmosfir. Penelitian yang dilakukan Universitas Reading, Inggris meenunjukkan, jika kadar karbon dioksida meningkat dua kali lipat, kasus turbulensi udara di jalur penerbangan akan naik sekitar 150 persen. Ini berarti ancaman risiko penerbangan juga meningkat.
Foto: Colourbox/M. Gann
Laut Jadi Keruh dan Pekat
Akibat perubahan iklim, curah hujan meningkat, dan sungai-sungai yang bermuara ke laut makin banyak membawa sedimen lumpur. Laut jadi keruh dan gelap. Fenomena ini sudah diamati terjadi di pesisir Norwegia. Dampaknya banyak flora dan fauna laut tidak lagi mendapat cahaya matahari dan mati.
Foto: imago/OceanPhoto
Manusia Jadi Lebih Mudah Stres
Situasi perasaan manusia juga amat peka terhadap perubahan iklim. Para hali psikologi sosial sejak lama mengamati fenomena makin hangatnya iklim dengan naiknya perilaku impulsiv dan aksi kekerasan. Terutama di negara kawasan khatulistiwa diamati orang makin mudah stres. Juga pemanasan global bisa memicu konflik global, akibat perebutan sumber daya alam seperti air dan bahan pangan.
Foto: Fotolia/Nicole Effinger
Kasus Alergi Makin Parah
Makin hangat Bumi, di belahan Bumi utara musim semi datang lebih cepat dan musim panas tambah panjang. Dampaknya tanaman pemicu alergi makin panjang masa berbunganya. Penghitungan volume serbuk sari pemicu alergi diramalkan naik 2 kali lipat dalam tiga dekade mendatang. Artinya musim alergi juga tambah panjang dan penderitaan penderitanya makin parah.
Foto: imago/Science Photo Library
Hewan Lakukan Evolusi Jadi Kerdil
Hewan kecil, terutama mamalia, populasinya akan berkembang biak dengan cepat. Inilah respons evolusi yang lazim yang terlihat dalam beberapa periode pemanasan global jutaan tahun silam. Di zaman Paleocen hingga Eocen sekitar 50 juta tahun silam, saat suhu Bumi naik sampai 8 derajat Celsius, hampir semua mamalia "mengkerdilkan" diri untuk beradaptasi.
Foto: Fotolia/khmel
Penyebaran Benih Tanaman Terhambat
Yang juga sering diremehkan terkait efek pemanasan global, adalah perilaku serangga, misalnya semut. Riset Harvard Forrest di Massachusetts menunjukkan, semut yang berperan dalam penyebaran benih tanaman, memilih tidak beraktivitas jika suhu naik. Juga kegiatan koloni melakukan sirkulasi nutrisi pada tanah berhenti. Semut akan aktiv lagi jika suhu kembali normal. Editor:Ineke Mules(as/ap)