Kita berada dalam kegelapan apabila kita menolak ilmu pengetahuan sebagai cahaya penuntun kita berjalan, termasuk yang berkenaan dengan LGBT. Opini Nadya Karima Melati.
Iklan
Dalam kurun waktu tiga tahun ini sesungguhnya sudah lebih dari lima universitas baik dari pihak rektorat maupun forum kemahasiswaan yang juga disponsori oleh universitas membuat seminar, pernyataan maupun demonstrasi terang-terangan menolak LGBT. Sebut saja Universitas Lampung (2015), Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Riau, Universitas Tadulako, Universitas Garut (2016) dan tentu saja yang terakhir Universitas Andalas (2017) yang terang-terangan meminta surat pernyataan bukan LGBT.
Penolakan berbagai universitas ini bukan tanpa alasan, karena pada tahun lalu, menteri pendidikan tinggi Republik Indonesia Muhammad Natsir menyatakan melarang LGBT masuk kampus. Pelarangan dan penolakan ini hanyalah viral saja dari pernyataan 'bapak menristek'.
Hal yang dilakukan para universitas ini merupakan potret kemajuan pengetahuan ilmu pengetahuan di Indonesia saat ini, mandeg, tidak ada kemajuan sama sekali.
Universitas sebagai institusi pendidikan telah membuktikan sendiri bahwa mereka gagal mendidik melalui tindakannya yang mendiskriminasi minoritas seksual. Tulisan ini menjelaskan bahwa ilmu pengetahuan tidak berkembang di Indonesia karena ulah budaya dari dalam kampus itu sendiri.
Larangan berpikir kritis di kampus
Kementrian pendidikan yang lalu, Muhammad Nuh pernah membuat target angka kasar setidaknya 30% pelajar lulusan Sekolah Menengah Atas mampu melanjutkan pendidikannya ke jenjang lebih tinggi.
Namun bergantinya pemerintahan tidak memberikan perubahan yang begitu berarti. BPS mencatat setidaknya ada 689,181 orang mampu berkuliah di tahun 2015 sedangkan jumlah pelajar SMA adalah 4,232,572 orang., itu artinya hanya 16 % lulusan SMA yang mampu melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi.
Secara kasar pula bisa kita lihat mengapa sangat sedikit jumlah pelajar yang mampu melanjutkan sekolahnya ke jenjang univeritas atau institut yakni karena jumlah universitas dan perguruan tinggi yang masih terbatas dan masalah biaya kuliah yang mahal. Sudah banyak laporan mahalnya biaya kuliah di perguruan tinggi sehingga banyak yang memang pergi ke universitas bukan untuk mendapatkan pendidikan lebih lanjut dan hanya mengejar gelar.
Asia Perlahan Rangkul LGBT
Beberapa negara di Asia, perlahan mulai membuat langkah-langkah kecil dalam merangkul kalangan lesbian, gay, biseksual dan transjender(LGBT).
Foto: picture-alliance/dpa/R. B. Tongo
Taiwan
Mahkamah Konstitusi Taiwan membuka jalan yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Parlemen punya waktu dua tahun untuk ubah undang-undang yang sebelumnya melarang pernikahan sesama jenis. Keputusan itu menjadikan Taiwan sebagai negara Asia yang tergolong paling toleran bagi kelompok LGBT.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Chiang Ying-ying
Thailand
Thailand sejak lama dipandang sebagai benteng toleransi LGBT di Asia Tenggara. Negara ini telah mencabut larangan terhadap gay yang bertugas di militer. Sejak 1956, LGBT dilegalkan. Tidak ada larangan hukum untuk adopsi anak di antara pasangan gay. 2016, pasangan gay AS menangkan hak asuh atas bayi yang dilahirkan ibu penyewa rahim di Thailand, yang batal serahkan bayinya, saat tahu mereka gay.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Sangnak
Vietnam
Tahun 2013, Vietnam menghapus denda yang dikenakan pada pernikahan homoseksual dan mengizinkan pasangan sesama jenis untuk tinggal bersama. Dua tahun kemudian, Vietnam melegalkan pernikahan sesama jenis. Vietnam juga melegalkan pergantian kelamin bagi kalangan transjender.
Foto: picture-alliance/dpa
Cina
Menjadi gay tidak ilegal di Cina dan sejak tahun 2001, homoseksualitas sudah tidak lagi diklasifikasikan sebagai gangguan mental. Meski demikian, prasangka dan diskriminasi terhadap kaum LGBT masih terus berlanjut.
Foto: picture-alliance/dpa/Imagechina/Q. Peng
Jepang
Seks homoseksual legal sejak 1880, meski di masyarakat secara umum LGBT masih dianggap tabu. Pasangan gay menikmati hak serupa hetereseksual, seperti kemudahan untuk menyewa apartemen. Survei tahun 2015 dari Universitas Hiroshima Shudo: 51% dari 1.300 responden dukung perubahan undang-undang negara untuk mengizinkan pernikahan sesama jenis.
Foto: DW/S. Assimenios
Kamboja
Tidak ada hukum yang melarang aktivitas LGBT di Kamboja. Sejak 2003, aktivis mulai gelar acara merayakan hak LGBT, dengan festival film dan pameran seni.
Meski demikian, kritikus mengatakan bahwa kaum gay dan lesbian masih terpinggirkan secara sosial. Bahkan tahun 2007, Perdana Menteri Hun Sen mengatakan dia "kecewa" bahwa anak angkatnya adalah seorang lesbian.
Foto: Getty Images
Korea Selatan
Homoseksualitas tidak ilegal di Korea Selatan, namun tidak ada undang-undang yang melarang diskriminasi. Tahun 2013, seorang sutradara film gay dari Korea Selatan secara simbolis menikahi pasangan jangka panjangnya dalam upaya untuk menyampaikan pesan bahwa minoritas seksual harus diberi hak yang sama.
Foto: Reuters/K. Hong-Ji
Nepal
Berabad-abad berstatus monarki religius, Nepal merangkul demokrasi dan sekularisme. Meski berjuang melawan kemiskinan dan lemahnya infrastruktur, bangsa yang konservatif secara sosial dan mayoritas Hindu ini melangkah maju dengan mengakui hak-hak gay dan minoritas, menjadi negara Asia Selatan pertama yang melegalkan homoseksualitas tahun 2007.
Foto: picture alliance/AP
Israel
Israel merupakan negara pertama di Asia yang mengeluarkan peraturan anti-diskriminasi untuk LGBT. Israel sangat melindungi kaum minoritas ini. Pasangan LGBT dapat mengadopsi anak dan melakukan inseminasi buatan. Namun hal ini menggusarkan kelompok Yahudi konsevatif. Tahun 2015 pernah terjadi serangan terhadap parade gay di Israel. (Ed: ap/as/rtr/berbagai sumber)
Foto: picture-alliance/AP Photo/O. Balilty
9 foto1 | 9
Dan kampus memenuhi kebutuhan tersebut, bertindak seperti mesin pencetak gelar. Lebih khususnya mencetak gelar dengan manut saja perintah atasan tanpa berpikir ulang. Apa yang dilakukan kampus dengan menuruti begitu saja perintah menteri dan menutup diri untuk memahami LGBT seperti kuda yang dicocok hidungnya. Lebih buruk lagi karena pak menteri sebenarnya sudah menarik ulang pernyataannya, tetapi pihak universitas tidak melakukan verfikasi dan terus mengikuti perintah yang pertama. Kampus sebagai lembaga yang harusnya memberikan fasilitas dan dorongan untuk berpikir kritis sudah gagal.
Belum lagi penelitian para mahasiswa yang dianggap harus ‘politically correct'. Saya dengan organisasi saya SGRC pernah mendapati seorang mahasiswa yang harus merevisi keseluruhan skripsinya karena terdapat kata ‘Gay' pada judul skripsinya, revisi ini tidak tanggung-tanggung diminta satu hari sebelum dia maju sidang.
Sebagai karya akademik dan akademisi, kampus seharusnya membebaskan para mahasiswanya karena universitas adalah ladang untuk berpikir bebas.
Tanpa berpikir melampaui batas-batas, tidak akan ada penemuan baru. Selama mahasiswa bertanggungjawab secara metode dan mau mengerjakan penelitiannya sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, pihak universitas harusnya mendorong dan menjamin hak para mahasiswa untuk berpikir. Universitas harusnya tahu bahwa penelitian tidak selalu tentang hal yang baik-baik dan menyenangkan penguasa.
Inilah Universitas Terbaik di Dunia
Universitas Oxford, MIT... Anda tentu mengenal nama-nama universitas beken tersebut. Tapi universitas manakah yang terbaik di dunia? Berikut 10 teratas untuk tahun 2016 berdasarkan Times Higher Education.
Foto: public domain
1. Universitas Oxford (Inggris)
Oxford adalah universitas tertua di belahan dunia yang berbahasa Inggris dan universitas tertua kedua di dunia yang masih eksis sampai sekarang. Banyak alumni terkenal dari universitas ini. Termasuk 26 pemenang Hadiah Nobel dan lebih dari 30 pemimpin dunia, misalnya Bill Clinton, Aung San Suu Kyi, Indira Ghandi dan 26 perdana menteri Inggris.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Burton
2. California Institute of Technology (AS)
Awalnya didirikan dengan nama Throop University tahun 1891 di Pasadena, California. Namanya berganti menjadi California Institute of Technology tahun 1920. Hingga sekarang, 34 alumni dan fakultas Caltech telah meraih 35 penghargaan Nobel.
Foto: picture-alliance/dpa/R.Chiu
3. Universitas Stanford (AS)
Stanford University memiliki salah satu kampus terbesar di Amerika Serikat. 21 alumninya adalah penerima hadiah Nobel. Para pendiri Google berkenalan di Stanford saat mengambil gelar doktor, walau pada akhirnya tidak ada satu pun yang berhasil menyelesaikan disertasinya.
Foto: King of Hearts/Wikimedia Commons/dpa
4. Universitas Cambridge (Inggris)
Didirikan tahun 1209, Cambridge adalah universitas tertua keempat di dunia dan tertua kedua di belahan dunia yang berbahasa Inggris.
Foto: Fotolia/Konstiantyn
5. Massachusetts Institute of Technology (AS)
85 peraih Nobel adalah alumni MIT. Termasuk Kofi Annan, mantan Sekjen PBB yang bersama PBB memperoleh Nobel Perdamaian tahun 2001.
Foto: AFP/Getty Images
6. Universitas Harvard
Nama universitas ini merujuk pada nama pemberi dana awal John Harvard. Ia menyumbangkan perpustakaan dan setengah kekayaannya bagi insitusi ini setelah meninggal di tahun 1638. 13 presiden AS diberi gelar kehormatan dari Harvard. Perpustakaan akademik terbesar di dunia juga ada di universitas ini.
Foto: Getty Images
7. Universitas Princeton (AS)
Anggota fakultas yang meraih Nobel dalam beberapa tahun terakhir termasuk ahli kimia Tomas Lindahl dan Osamu Shimomura, ekonom Paul Krugman dan Angus Deaton, ahli fisika Arthur McDonald dan David Gross.
Foto: cc-by-carbonnyc
8. Imperial College London (Inggris)
Alumni yang terkenal termasuk penulis fiksi ilmiah H.G. Wells, gitaris Queen Brian May, dan mantan PM India Rajiv Gandhi. Moto Imperial College London adalah Scientia imperii decus et tutamen, yang artinya “pengetahuan ilmiah adalah perhiasan dan perlindungan dari kekaisaran”.
Foto: Getty Images/J.Li
9. ETH Zurich – Swiss Federal Institute of Technology Zurich
Pada awalnya didirikan tahun 1855 sebagai Federal Polytechnic School. Kini ETH Zurich dianggap sebagai universitas yang paling bergengsi di dunia di bidang sains dan teknologi. 20 alumninya meraih penghargaan Nobel. Termasuk Albert Einstein.
Foto: picture-alliance/KEYSTONE
10. University of California, Berkeley
Selain terkenal di bidang akademis, Universitas Berkeley memiliki tradisi sebagai lokasi pusat kegiatan politik. Di tahun 60-an dan 70-an, kampus ini jadi tempat berkumpulnya mahasiswa yang memprotes perang Vietnam.
Foto: Imago
10. Universitas Chicago
80 penerima Nobel pernah menimba ilmu atau bekerja di universitas ini. Termasuk diantaranya ekonom Robert E. Lucas (1995), James J. Heckman (2000), Roger Myerson (2007), Lars Peter Hansen (2013), Eugene Fama (2013), dan ahli fisika James Cronin (1980).
Foto: picture-alliance/dpa/J. T. Werner
24. National University of Singapore (NUS)
Inilah universitas terbaik di Asia. NUS memiliki tiga lokasi kampus - Kent Ridge, Bukit Timah dan Outram. Ada sekitar 38.000 mahasiswa dari 100 negara. Selain itu, NUS juga memiliki tiga pusat penelitian unggulan (RCE).
Foto: Imago
801. UI dan ITB
Dari 980 institusi yang disurvey, dua universitas dari Indonesia menempati peringkat yang sama, yakni 801. Institut Teknologi Bandung dan Universitas Indonesia. Sangat jauh perbedaannya dengan universitas terbaik di Asia, National University of Singapore (NUS) yang berada di peringkat 24.
Foto: public domain
13 foto1 | 13
Gelap ilmu pengetahuan di tangan akademisi
Akibatnya dari kampus yang tidak berpikir kritis ini nyata: kegelapan ilmu pengetahuan dan kebodohan yang dipelihara jadi budaya. Lihat saja bagaimana kemajuan-kemajuan sosial seperti penemuan identitas keragaman gender di masyarakat ditolak dengan argumen moral, bukan argumen kritis dan ilmiah seperti yang seharusnya dilakukan para akademisi. Mengapa bisa begitu? karena akademisinya sendiri miskin bacaan dan tidak mau terbuka dengan pengetahuan baru.
Kemajuan-kemajuan di bidang sains misalnya telah mengakui adanya interseks, kondisi manusia yang dilahirkan dengan kromosom XXY atau YYX yang membuat jenis kelaminnya tidak bisa dikategorikan laki-laki atau perempuan. Dalam bidang psikologi, WHO mengeluarkan klasifikasi penyakit ICD 10 menyatakan homoseksual tidak lagi termasuk dalam gangguan jiwa.
Dalam bidang antropologi pengakuan akan identitas gender yang beragam justru ditemukan oleh peneliti asing di negeri kita sendiri, Indonesia, tepatnya di Bugis, Sulawesi Selatan yang memiliki lima gender: laki-laki, perempuan, calalai, calabai dan bissu.
Wajib Militer: Mimpi Buruk Transgender di Thailand
Dalam antrian perekrutan pria yang harus ikut wajib militer di Thailand selalu tampak sosok-sosok feminin. Mereka dari kelompok transgender yang tetap harus ikut wamil jika tak punya surat pembebasan.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Wajib milter semua pria di atas 21 tahun
Semua pria di Thailand yang telah berusia 21 tahun, diharuskan ikut wajib militer. Para transgender juga tak terkecuali. Thailand tak memperbolehkan warganya mengganti identitas jenis kelamin di kartu tanda penduduk, transgender yang tercatat lahir sebagai laki-laki tetap diwajibkan ikut wajib militer.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Mereka yang disebut 'kathoey'
Data Univesitas Hong Kong yang dikutip PRI menulis 1 dari 165 pria di Thailand menjadi transgender. Beberapa tahun silam, militer Thailand menganggap transgender mengalami gangguan kejiwaan. Namun setelah proses hukum di pengadilan, kini militer anggap tubuh mereka tidak konsisten dengan jenis kelamin mereka saat lahir. Kaum transgender bisa meminta surat pembebasan wamil.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Sertifikat bebas wamil
Pengecualian dari wajib militer ini hanya bisa diperoleh transgender yang sudah memiliki sertifikat pembebasan wajib militer yang diurus melalui proses hukum. Masalahnya tidak semua transgender memiliki surat pembebasan tersebut. Para aktivis hak asasi manusia terus berjuang agar transgender memperoleh pengakuan dari negara.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Tetap wajib hadir
Meski punya sertifikat pembebasan dari wajib militer, kaum transgender tetap harus datang di hari penyaringan wajib militer dan menunjukan surat pembebasan itu. Barulah para petugas percaya dan mereka tak harus ikut dalam penyaringan wamil. Sementara yang tak punya surat itu, tetap harus ikut dalam proses penyaringan.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Bersama-sama dengan pria
Penentuan wajib militer biasanya diadakan tiap bulan April. Karena banyaknya transgender di Thailand, sudah biasa terlihat para transgender yang tak punya surat pembebasan, berada di jejeran para pria yang antri dalam pemeriksaan kesehatan untuk ikut wajib militer. Sejumlah trangender mengaku sangat stres dengan kewajiban tersebut.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Pemeriksaan kesehatan
Banyak kaum transgender yang panik dalam penyaringan itu, antara lain karena dalam pemeriksaan kesehatan, pakaian mereka harus dilucuti. Seorang dokter akan membawa mereka ke ruangan tertutup atau di balik dinding. Dokter akan melihat apakah kaum transgender itu mengalami banyak perubahan fisik atau tidak.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Dipilih lewat lotre
Pendaftaran wajib militer di Thailand dilakukan dengan sistem undian. Di dalam guci tertutup mereka harus mengambil kartu. Ada dua jenis kartu di dalamnya. Kartu merah dan kartu hitam. Jika mendapat kartu merah, artinya mereka langsung langsung diproses untuk ikut wamil, sedangkan jika mendapat kartu hitam, mereka tak harus ikut wajib militer di tahun itu.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Dua tahun jalani tugas militer
Setiap tahunnya jumlah pria yang ikut wajib militer di Thailand sekitar 100 ribu orang. Mereka menjalani wajib milter selama dua tahun. Setelahnya, warga bisa kembali menjalani kehidupan biasa. Seorang warga dalam foto ini histeris, ketika berhasil lolos tidak harus menjalani wamil tahun ini.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Perjuangan mendapatkan pengakuan
Kanphitcha Sungsuk memegang foto masa kecilnya. Para pegiat HAM di Thailand terus berusaha agar transgender mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah. Jika perjuangan mereka berhasil, maka negara gajah putih itu akan mengikuti jejak India, yang 2014 telah memberi pengakuan pada jenis kelamin ketiga.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Hentikan diskriminasi !
Ronnapoom Samakkeekarom pegiat HAM Transgender Alliance for Human Rights menyerukan semua pihak agar berhenti memperlakukan transgender sebagai bahan lelucon, termasuk saat mereka antri wamil. Menurutnya para trangender ini merasa tertekan karena kerap didiskriminasi, dilecehkan dan mengalami tindak kekerasan. Ed: ap/as(bbg sumber)
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
10 foto1 | 10
Akankah Ada Masa Depan?
Beberapa negara maju secara ekonomi dan Ilmu Pengetahuan seperti Australia bahkan telah menerima gender ketiga ‘gender X' sebagai identitas yang diakui negara. Tapi kita tidak tahu atau tidak mau menerima semua kemajuan itu dengan alasan moral, dan sedihnya argumen itu dilontarkan oleh warga kampus.
Kita benar-benar akan berada dalam kegelapan apabila kita menolak ilmu pengetahuan sebagai cahaya penuntun kita berjalan, termasuk yang berkenaan dengan LGBT.
Apakah kita tidak mau belajar dari sejarah Eropa yang berada pada masa kegelapan ilmu pengetahuan pada abad ke 11-15 -- ketika ilmu pengetahuan diberangus --, para pemikir lari ke negeri seberang: Persia atau Andalusia.
Bukankah ini juga yang terjadi pada kita hari ini? Peneliti dan akademis yang serius menyadari bahwa mereka ditentang ketika berusaha untuk berpikir kritis di negeri sendiri? Kini semua orang senang dengan tren agama mayoritas sebagai penentu moral dan mereka sedang menuntun bangsa dalam kegelapan.
Penulis: Nadya Karima Melati
Essais dan Peneliti Lepas. Koordinator SGRC (Support Group and Resource Center on Sexuality Studies). Tertarik pada topik sejarah sosial, feminologi dan seksualitas.
@Nadyazura
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis
Inilah Negara Islam yang Legalkan Gay dan Lesbian
Kendati legal, kaum gay dan lesbian di negara-negara ini tidak serta merta bebas dari diskriminasi. Tapi inilah negara-negara Islam yang mengakui hak-hak kaum gay dan lesbian.
Foto: picture-alliance/dpa
1. Turki
Sejak kekhalifahan Utsmaniyah melegalkan hubungan sesama jenis tahun 1858, Turki hingga kini masih mengakui hak kaum gay, lesbian atau bahkan transgender. Namun begitu praktik diskriminasi oleh masyarakat dan pemerintah masih marak terjadi lantaran minimnya perlindungan oleh konstitusi. Namun begitu partai-partai politik Turki secara umum sepakat melindungi hak kaum LGBT dari diskriminasi.
Foto: picture-alliance/abaca/H. O. Sandal
2. Mali
Mali termasuk segelintir negara Afrika yang melegalkan LGBT. Pasalnya konstitusi negeri di barat Afrika ini tidak secara eksplisit melarang aktivitas homoseksual, melainkan "aktivitas seks di depan umum". Namun begitu hampir 90% penduduk setempat meyakini gay dan lesbian adalah gaya hidup yang harus diperangi. Sebab itu banyak praktik diskriminasi yang dialami kaum LGBT di Mali.
Foto: Getty Images/AFP/J. Saget
3. Yordania
Konstitusi Yordania tergolong yang paling maju dalam mengakomodir hak-hak LGBT. Sejak hubungan sesama jenis dilegalkan tahun 1951, pemerintah juga telah menelurkan undang-undang yang melarang pembunuhan demi kehormatan terhadap kaum gay, lesbian atau transgender. Pemerintah misalnya mentolelir munculnya cafe dan tempat hiburan di Amman yang dikelola oleh kaum LGBT.
Foto: picture-alliance/AP Photo
4. Indonesia
Undang-undang Dasar 1945 secara eksplisit tidak melarang aktivitas seksual sesama jenis. Indonesia juga tercatat memiliki organisasi LGBT tertua di Asia, yakni Lambda Indonesia yang aktif sejak dekade 1980an. Kendati menghadapi diskriminasi, presekusi dan tanpa perlindungan konstitusi, kaum gay dan lesbian Indonesia belakangan tampil semakin percaya diri buat memperjuangkan hak mereka.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/A. Rudianto
5. Albania
Kendati bermayoritaskan muslim, Albania dianggap sebagai pionir di tenggara Eropa dalam mengakui hak-hak kaum LGBT. Negeri miskin di Balkan ini juga telah memiliki sederet undang-undang yang melindungi gay dan lesbian dari praktik diskriminasi.
Foto: SWR/DW
6. Bahrain
Negara pulau di tepi Teluk Persia ini telah melegalkan hubungan sesama jenis sejak tahun 1976. Namun begitu Bahrain tetap melarang lintas busana di ruang-ruang publik. Terutama sejak 2008 pemerintah bertindak tegas terhadap pelanggaran aturan berbusana. Bahrain juga berulangkali dilaporkan mendakwa warga asing yang menawarkan layanan seksual sesama jenis di wilayahnya.
Foto: Getty Images
7. Palestina (Tepi Barat)
Resminya praktik hubungan sesama jenis masih dilarang di Jalur Gaza. Tapi tidak demikian halnya dengan Tepi Barat Yordan sejak dilegalkan tahun 1951. Ironisnya aturan yang melarang LGBT di Jalur Gaza tidak berasal dari pemerintahan Hamas, melainkan dari Inggris sejak zaman penjajahan.