Kerabat para aktivis pro-demokrasi Hong Kong yang dipenjara berusaha untuk tetap positif, saat ruang kebebasan pendapat semakin sempit.
Iklan
Emosi memuncak di luar Pengadilan Tinggi Hong Kong pada Selasa (19/11), ketika 45 aktivis pro-demokrasi dijatuhi hukuman atas tuduhan "subversi", dalam persidangan terbesar sejauh ini di bawah Undang-Undang Keamanan Nasional yang diberlakukan Cina di wilayah ini.
Beberapa anggota keluarga terdakwa terlihat bersedih dan menangis. "Mengapa anak saya harus dipenjara? Beritahu saya alasannya. Dia orang baik," teriak salah satu ibu dari terdakwa saat dibawa pergi oleh polisi ke depan gedung pengadilan.
Vonis penjara para terdakwa berkisar antara empat tahun dua bulan hingga 10 tahun. Hanya dua dari 47 terdakwa yang dibebaskan.
Namun, beberapa kerabat lainnya yang berada di luar pengadilan terlihat tetap tenang.
"Hari ini bukanlah akhir, melainkan permulaan, atau bahkan titik tengah [dalam sejarah]," kata kekasih terdakwa Ventus Lau, salah satu yang divonis lebih dari empat tahun penjara, kepada DW.
"Tentu saja, satu hari di penjara saja itu sudah terlalu berat, tetapi kami sudah lama memproses dan mempersiapkan diri secara mental, jadi ini tidak terlalu mengejutkan," tambahnya.
"Ketika vonis diumumkan hari ini, saya sangat tenang dan damai, tidak terkejut sama sekali. Selama tiga tahun delapan bulan terakhir, kami telah mempertimbangkan banyak kemungkinan, termasuk kemungkinan hukuman terberatnya. Jadi, ketika vonis diumumkan hari ini, itu sesuai dengan ekspektasi kami," ungkapnya.
Hongkong: Satu Negara, Dua Wajah
Ketika Cina berpesta, Hongkong diliputi protes. Sementara Beijing mempertontonkan kesatuan, teriakan kebebasan membahana di negeri jiran. Pada hari nasional Cina, Hongkong tampil kontras dengan nafas demokrasinya.
Foto: Reuters/Carlos Barria
Antara Patriotisme....
Cina mengibarkan bendera. Pada 1 Oktober 1949 Mao Zedong mendirikan Republik Rakyat Cina. Sejak saat itu setiap tahun penduduk negeri tirai bambu merayakan hari nasional dengan upacara seremonial yang mendemonstrasikan patriotisme, seperti pada upacara bendera di Hefei, Provinsi Anhui ini.
Foto: Reuters
…dan Protes
Namun ketika Cina berpesta, situasi di jalan-jalan kota Hongkong memanas. Ratusan ribu manusia tumpah ke jalan untuk memrotes reformasi sistem pemilihan umum dan pengaruh Beijing yang dianggap terlampau besar.
Foto: Reuters/Carlos Barria
Sehaluan....
Hongkong sebenarnya juga menggelar pesta menyambut kemerdekaan Cina. Kepala pemerintah Hongkong, Leung Chun Ying yang kontroversial itu pun turut diundang. Secara demonstratif ia dan tamu yang lain saling bersulang dengan sebotol Champagne. Selain itu mereka juga menyanyikan lagu nasional Cina.
Foto: Reuters/Bobby Yip
… dan bersilangan
Menurut tradisi, setiap pagi kota metropolis Asia itu mengibarkan bendera Hongkong dan Cina secara bersamaan. Namun kali ini pemimpin demonstrasi, Joshua Wong dan aktifis yang lain memunggungi bendera sambil menyilangkan tangan. Mereka menuntut pengunduran diri Leung Chun Ying karena dianggap berada di bawah pengaruh Beijing.
Foto: Reuters
Kekuatan militer…
Di ibukota Beijing, Partai Komunis Cina unjuk otot dengan mempertontonkan satuan elit militer Cina di lapangan Tiananmen. Upacara di jantung kekuasaan Komunis itu berlangsung menurut ritual yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Foto: ChinaFotoPress via Getty Images
… dan determinasi mahasiswa
Pada malam menjelang 1 Oktober para demonstran kembali berkumpul. Kebanyakan diliputi rasa lelah setelah bertahan selama berhari-hari dan hujan yang tidak henti-hetinya mengguyur dari langit. Namun begitu para mahasiswa tidak beranjak. Mereka mengaku tidak akan pergi sebelum tuntutannya dipenuhi.
Foto: Reuters/Carlos Barria
Dalam barisan...
Upacara nasional mengenang warisan Mao Zedong itu tidak cuma berlangsung di Beijing, tapi kota-kota besar lain di Cina. Dalam gambar ini sebuah satuan kepolisian sipil memberikan hormat di hadapan bendera negara di Nanjing. Tidak ada satupun yang bisa merusak kedamaian dan stabilitas di Cina, begitulah isyarat yang ingin didengungkan penguasa Cina di Beijing.
Foto: picture alliance/ZUMA Press
…dan kekacauan yang terorganisir
Sebaliknya di Hongkong ribuan mahasiswa memblokir jalan utama di wilayah perbelanjaan Mongkok. Jumlah demonstran diyakini akan terus membengkak. Pasalnya Hongkong memiliki tradisi meliburkan pegawai dan siswa di dua hari pertama bulan Oktober.
Foto: Reuters/Tyrone Siu
Keceriaan...
Penduduk Cina tidak mengetahui banyak tentang apa yang terjadi di Hongkong. Untuk itu pemerintah di Beijing telah lebih dulu memastikan agar tidak ada gangguan sama sekali. Lembaga sensor bertugas siang malam untuk memblokir laporan dari Hongkong. Sementara di media-media sosial, pemerintah menghapus ribuan komentar.
Foto: picture alliance/ZUMA Press
…dan penolakan dalam diam
Sebaliknya Hongkong menikmati kebebasan pers dan berpendapat. Namun demonstran mengkhawatirkan pengekangan menyusul meningkatnya pengaruh Beijing. Secara simbolis mereka mengenakan masker untuk mendemonstrasikan sikap mereka yang tidak akan pernah diam.
Foto: AFP/Getty Images/Philippe Lopez
Kekuatan negara...
Presiden Cina, Xi Jinping sebaliknya banyak menutup mulut atas aksi protes di Hongkong. Sang presiden terjebak dalam dilema, antara menindas demonstrasi atau menyetujui kompromi. Kini ia mengirimkan utusan khusus ke Hongkong untuk mencari jalan keluar.
Foto: Reuters
…dan suara mahasiswa
Mahasiswa memberikan ultimatum kepada pemerintah Hongkong hingga Kamis (2/10) untuk mencabut amandemen Undang-undang pemilihan dan pengunduran diri Leung Chun Ying. Jika tidak mereka mengancam akan memperluas aksi protes, antara lain dengan aksi mogok masal dan pendudukan kantor pemerintahan.
Foto: Reuters/Carlos Barria
12 foto1 | 12
Awal mula situasi di Hong Kong
Beijing memperketat kendali atas Hong Kong setelah protes besar-besaran terkait pro-demokrasi meletus pada 2019. Hingga saat itu, wilayah ini menikmati otonomi hukum dan kebebasan sipil berdasarkan Undang-Undang Dasar Hong Kong, sebuah dokumen konstitusional yang disertakan saat penyerahan bekas jajahan koloni Inggris ke Cina pada 1997.
Iklan
Hak-hak tersebut mencakup hak berkumpul, kebebasan berbicara, dan kebebasan pers. Namun, ketika Cina semakin merambah lebih jauh ke dalam sistem politik dan hukum Hong Kong, kelompok pro-demokrasi pada Juli 2020 menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) secara tidak resmi untuk dewan legislatif Hong Kong.
Tujuannya, untuk mengamankan mayoritas kandidat pro-demokrasi di dewan, guna memblokir kebijakan dan memberikan tekanan pada pemerintah pro-Cina. Lebih dari 600.000 warga Hong Kong ikut berpartisipasi.
Namun, pejabat kota yang loyal kepada Beijing justru menyebut pemilu itu adalah bagian dari rencana untuk "melumpuhkan" pemerintah dan melemahkan Undang-Undang Keamanan Nasional yang baru diberlakukan Cina saat itu.
Para penyelenggara pemilu itu mengatakan penyelenggaraan itu masih berada dalam hak mereka untuk mengadakan pemilu di bawah Undang-Undang Dasar Hong Kong. Namun, para hakim tidak setuju, dan 47 orang yang terkait dengan pemilu tersebut didakwa dengan tuduhan subversi pada 2021.
2019: Aksi Demonstrasi di Seluruh Dunia
Jutaan orang turun ke jalan melakukan aksi demonstrasi karena diskriminasi etnis, korupsi, kurangnya demokrasi, hingga perubahan iklim. Dari Cina ke Chili, Sudan ke Prancis, orang-orang menuntut perubahan.
Foto: Reuters/T. Siu
Stabilitas Hong Kong terguncang
Aksi protes terjadi di seluruh Hong Kong pada bulan Juni akibat Rancangan Undang-Undang (RUU) Ekstradisi yang diajukan pemerintah daerah Hong Kong kepada Cina. Meskipun RUU itu ditarik pada bulan September, unjuk rasa terus berlangsung dan menuntut demokrasi penuh dan penyelidikan terhadap aksi kekerasan yang dilakukan polisi.
Foto: Reuters/T. Peter
Lebih satu juta orang turun ke jalan
Besarnya gerakan protes warga telah menempatkan para pemimpin Hong Kong dan Beijing dalam krisis politik, di tengah tuduhan bahwa Cina merusak status khusus wilayah itu di bawah perjanjian "satu negara, dua sistem". Terkadang, lebih dari satu juta orang turun ke jalan. Di tengah gejolak, pemilu Hong Kong berlangsung. Kubu pro-demokrasi memperoleh kemenangan besar untuk pertama kalinya.
Foto: Reuters/T. Siu
Greta berang, dunia mendengarkan
Beberapa bulan setelah Greta Thunberg melakukan protes seorang diri di depan parlemen Swedia, sejumlah aksi juga terjadi di seluruh dunia, diikuti hingga jutaan orang. Demonstrasi meluas dan dikenal dengan nama Fridays for Future (Jumat untuk Masa Depan), menyebabkan 4.500 aksi mogok di lebih dari 150 negara. Pendekatan langsung Thunberg memaksa pemerintah untuk mengumumkan krisis iklim.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Kappeler
Menentang diskriminasi agama di India
Parlemen India meloloskan rancangan undang-undang (RUU) yang menawarkan amnesti kepada imigran gelap non-Muslim dari tiga negara yakni Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan. Langkah ini memicu protes nasional karena adanya diskriminasi berdasarkan agama di dalam RUU tersebut. PM India Narendra Modi bersikeras RUU itu menawarkan perlindungan bagi orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan.
Foto: Reuters/D. Sissiqui
Warga Irak merasa "hidup lebih buruk" setelah era Saddam Hussein
Pada Oktober, rakyat Irak turun ke jalan untuk memprotes korupsi, pengangguran, dan pengaruh Iran terhadap pemerintahan negara itu. Demonstrasi berlangsung memburuk, mengakibatkan 460 orang tewas dan 25.000 lainnya terluka. PM Irak Adil Abdul-Mahdi mengundurkan diri, yang kemudian kembali memicu kemarahan lebih lanjut.
Foto: Reuters/A. Jadallah
Tinju solidaritas di Beirut
Pengunjuk rasa di berbagai penjuru Lebanon mengecam pemerintah yang dianggap gagal mengatasi krisis ekonomi. Meskipun PM Lebanon, Saad Hariri mengundurkan diri, para pemimpin protes menolak untuk bertemu dengan pengganti sementaranya dan menuntut pencabutan rencana kenaikan pajak bensin, tembakau, dan panggilan telepon Whatsapp.
Foto: Reuters/A. M. Casares
Protes kenaikan BBM Iran meluas di 21 kota
Pada bulan November, kerusuhan di Iran dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sebesar 50 persen. Lebih dari 200 ribu orang turun ke jalan hingga aksi demonstrasi ini meluas di 21 kota. Departemen Luar Negeri AS mengatakan lebih dari seribu orang terbunuh, menjadikan tragedi ini periode paling berdarah di Iran sejak Revolusi Islam 1979.
Foto: Getty Images/AFP
Revolusi Sudan
Pengunjuk rasa di Sudan meminta pemerintahan darurat yang dipimpin militer untuk segera melakukan pembongkaran dan pengadilan penuh terhadap kroni-kroni rezim presiden yang baru saja dimakzulkan, Omar Al Bashir. Konflik berdarah ini menewaskan sedikitnya 113 orang. Pada Agustus lalu, perwakilan rakyat dan pihak militer menandatangani deklarasi konstitusi untuk membentuk pemerintahan transisi.
Foto: picture-alliance/dpa/AP
Amerika Latin mengutuk kebijakan penghematan pemerintah
Ribuan orang protes di pusat ibu kota Chili, Santiago dan sejumlah kota besar lainnya. Mereka menuntut perbaikan sistem kesehatan, pensiun dan pendidikan. Tidak hanya Chili, beberapa negara Amerika Latin terjadi protes serupa pada tahun 2019, termasuk Bolivia, Honduras dan Venezuela, di mana upaya untuk menyingkirkan Presiden Venezuela Nicolas Maduro memuncak pada bulan Mei.
Foto: Reuters/I. Alvarado
Prancis goyah
Akhir 2018, massa gerakan rompi kuning melakukan aksi unjuk rasa. Mereka berasal dari daerah pedesaan yang mengeluhkan wacana kenaikan pajak bahan bakar. Sejak itu gerakan rompi kuning telah meluas ke semua kelompok. Pada bulan Desember, serikat pekerja Prancis melakukan aksi mogok di jalan, menentang reformasi sistem pensiun.
Foto: Reuters/P. Wojazer
Pertarungan kemerdekaan Catalonia
Setelah sembilan pemimpin separatis Catalonia dipenjara oleh Mahkamah Agung Spanyol, gelombang kemarahan baru meletus hingga melumpuhkan kota Barcelona. Lebih dari setengah juta orang terlibat dalam demonstrasi ini. Aksi mogok dan kerusuhan di berbagai daerah melumpuhkan arus transportasi publik hingga memaksa penundaan pertandingan sepakbola Barcelona vs Real Madrid. (Teks: Leah Carter/ha/hp)
Foto: REUTERS/J. Nazca
11 foto1 | 11
Tokoh-tokoh pro-demokrasi terkenal dijebloskan ke penjara
Vonis pada Selasa (19/11) merupakan pukulan besar bagi perlindungan prinsip-prinsip demokrasi di bawah Undang-Undang Dasar Hong Kong. Sebelum putusan, banyak terdakwa sudah menjalani masa penahanan pra-sidang selama bertahun-tahun, dan itu memunculkan kekhawatiran tentang independensi peradilan dan proses hukum yang seharusnya adil.
Persidangan ini juga telah memenjarakan banyak tokoh-tokoh pro-demokrasi terkemuka. Di antaranya, ada pakar hukum Benny Tai, yang dianggap sebagai tokoh sentral dalam penyelenggaraan pemilu tidak resmi 2020 itu. Ia dijatuhi vonis 10 tahun penjara, yang merupakan masa hukuman terlama pada persidangan itu.
Joshua Wong, salah satu tokoh paling terkenal dalam gerakan pro-demokrasi itu sudah berada di penjara atas dakwaan lainnya terkait aksi protes, saat dia didakwa dengan tuduhan subversi. Dia menerima hukuman empat tahun delapan bulan.
Sebelum meninggalkan ruang sidang, ia berteriak, "Saya cinta Hong Kong. Selamat tinggal."
Pada Rabu (20/11), Jimmy Lai, pendiri surat kabar pro-demokrasi, Apple Daily, yang kini telah ditutup, memberikan kesaksian untuk pertama kalinya dalam persidangan terpisah di bawah UU Keamanan Nasional.
Lai mengaku tidak bersalah atas dua tuduhan berkonspirasi dengan kekuatan asing dan satu dakwaan berkonspirasi untuk menerbitkan materi hasutan. Ia mengatakan bahwa dirinya "tidak pernah" menggunakan kontaknya dengan politisi asing untuk memengaruhi kebijakan di Hong Kong.
"Nilai-nilai inti dari Apple Daily sebenarnya adalah nilai inti masyarakat Hong Kong," kata Lai, seraya menambahkan bahwa nilai-nilai tersebut mencakup "supremasi hukum, kebebasan, pengejaran demokrasi, kebebasan berbicara, kebebasan beragama, kebebasan berkumpul."
Lai mengatakan kepada pengadilan bahwa ia menentang tindakan kekerasan dan bukan pendukung kemerdekaan Hong Kong, menyebut itu "terlalu gila untuk dipikirkan."
"Semakin banyak pengetahuan, semakin datang kebebasan,” ungkap Lai.
Dalam sebuah pernyataan, Maya Wang, direktur asosiasi Human Rights Watch Cina, mengatakan bahwa hukuman ini "kejam" dan menunjukkan "seberapa cepat kebebasan sipil dan supremasi hukum di Hong Kong anjlok dalam empat tahun terakhir" sejak UU Keamanan Nasional mulai berlaku.
'Segalanya masih mungkin terjadi'
Seorang teman Wong mengatakan kepada DW di luar pengadilan bahwa setidaknya hukuman itu berarti "kami tahu kapan kami akan melihat teman-teman kami bebas.”
"Penjara tidak memisahkan kami dari naluri kemanusiaan," katanya.
"Baik dari dalam [penjara] atau tidak, jangan biarkan kondisi zaman memengaruhi kita begitu banyak sehingga kita merasa depresi dan tidak mampu melakukan apa pun," tambahnya.
Kekasih Ventus Lau juga mengatakan masa depan gerakan pro-demokrasi di Hong Kong belum bisa dapat dipastikan.
"Saya tidak akan mengatakan hari ini adalah akhir dan kemudian membuat kesimpulan, karena kita tidak tahu apa yang bisa saja terjadi selanjutnya. Segalanya masih mungkin terjadi," katanya.
Artikel ini diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris