1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sikap Militer Akan Tentukan Masa Depan Mesir

31 Januari 2011

Kelompok militer akan mainkan peran kunci dalam perkembangan politik di Mesir. Kelanjutan krisis politik ini sulit diperkirakan. Barat tidak secara langsung minta Mubarak mundur, tapi posisinya sulit dipertahankan.

Tentara Mesir berjaga sambil membaca koran di KairoFoto: dapd

Menanggapi situasi di Mesir, harian Perancis Le Figaro menulis:

Sekalipun membantah segala bentuk campur tangan, pemerintahan negara-negara Barat ingin adanya sebuah transisi di Mesir. Tentunya sebuah transisi yang berjalan lancar, yang tidak menggangu stabilitas di Mesir dan tetap bisa menjaga keseimbangan regional. Prasyarat untuk kondisi itu adalah, bahwa militer memainkan peran utama dan menjamin kelangsungan negara Mesir, sesuai dengan panggilan sejarahnya. Tapi ini berarti, bahwa Husni Mubarak, aliansi strategis Barat di Timur Tengah, tidak perlu dipertahankan lagi. Mempertahankan Mubarak di kursi kekuasaan sudah bukan prioritas lagi.

Harian Belanda de Volkskrant juga menyoroti peran militer dalam krisis di Mesir. Harian ini menulis:

Pimpinan militer akan memikirkan secara pragmatis, apa yang perlu dilakukan untuk mengembalikan ketertiban dan keamanan di negara itu. Pada akhirnya, yang harus menjalankan tugas ini adalah para serdadu. Dan mereka tentu punya sahabat dan kerabat di pihak lain. Jadi tentara tidak bisa begitu saja dijadikan instrumen penindasan. Selain itu, para perwira tinggi punya hubungan erat dengan Amerika Serikat. Tidak perlu diragukan lagi, sekalipun Amerika Serikat secara formal tidak meninggalkan Mubarak, namun di belakang layar, Washington mengupayakan langkah reformasi yang akan mengakhiri kekuasaan otokratis Mubarak.

Harian Italia La Reppubblica berkomentar:

Ini adalah peluang bersejarah. Yang penting sekarang, bagaimana memecahkan lingkaran kemiskinan, frustasi, kekerasan polisi dan terorisme di negara Arab yang terpenting secara strategis. Situasi di Mesir bisa membuat seluruh kawasan Afrika Utara dan Timur Tengah jadi tidak stabil. Keberhasilan gerakan revolusi bisa merintis perubahan menuju sebuah Mesir yang normal, dengan kekuasaan politik yang memiliki legitimasi dari rakyatnya. Percikan api berawal dari Tunisia, dan ini menunjukkan, bahwa kawasan selatan Laut Tengah bisa berubah. Menuju situasi yang lebih baik, dengan standar kebebasan dan demokrasi.

Harian Jerman Frankfurter Rundschau juga menyoroti dampak aksi protes di Mesir pada situasi di Timur Tengah:

Perdana Menteri Israel Benyamin Netanjahu sering dan senang membicarakan masalah defisit demokrasi di dunia Arab. Ia bahkan menganggap, inilah hambatan terbesar bagi perjanjian perdamaian antara Israel dan Palestina. Memang masih belum jelas, apakah pada akhir aksi protes di Mesir akan muncul pemerintah yang lebih demokratis dan lebih memperhatikan hak asasi manusia daripada pemerintah sebelumnya. Namun perkembangan ini menyimpan peluang, juga untuk Israel. Yang paling baik adalah, jika Israel bersedia mengubah politiknya dan mengakhiri pendudukan. Runtuhnya rejim Mubarak menunjukkan satu hal: tidak ada masa depan yang bisa dibangun di atas penindasan.

Hendra Pasuhuk/dpa/afp
Editor: Nangoy