Sikap Sarkozy Terhadap Cina
11 Juli 2008
Mengenai sikap plin-plan presiden Prancis, harian Italia Corriere della Sera menulis:
Nicolas Sarkozy, presiden Prancis dan ketua baru Dewan Eropa, pada penampilan pertamanya di depan parlemen Eropa di Strassburg, menguatkan kembali pernyataan yang sudah ia umumkan di Jepang dalam pertemuan dengan presiden Cina Hu Jintao usai KTT Puncak G-8. Ia tidak akan memboikot Pesta Olimpiade. Padahal dialah orang pertama yang dulu mengusulkan aksi boikot untuk mendukung Tibet. Jadi tanggal 8 Agustus dia akan menghadiri pesta pembukaan Olimpiade, demikian juga George W Bush. Dia tidak mengikuti Angela Merkel, Gordon Brown, PM Kanada Stephen Harper atau Ketua Parlemen Eropa Hans Gerd Pöttering yang tidak datang ke Beijing. Tiba-tiba saja, semua masalah bagi Sarkozy seakan teratasi. Hu Jintao sendiri menegaskan, Sarkozy telah mengambil keputusan yang tepat."
Harian Prancis Le Monde berkomentar:
"Untuk membenarkan posisinya, Sarkozy mengatakan bahwa dialog antara Beijing dan wakil-wakil Dalai Lama sudah dimulai lagi. Tapi sekarang kita tau, dialog ini menemui jalan buntu. Jadi tidak akan mudah untuk meyakinkan publik Prancis, yang sejak dulu memang lebih senang berpihak pada pihak yang lemah. Pimpinan Prancis juga kalah dalam diplomasi dengan Cina. Cina sekarang bisa menganggap Prancis sebagai macan kertas yang ancamannya hanya aksi besar mulut saja. Seharusnya ada argumen kuat dan konsep yang jelas agar bisa dianggap serius oleh Cina. Itulah yang tidak dipunyai Sarkozy."
Isu lain yang menjadi sorotan media di Eropa adalah ketegangan baru sehubungan dengan pernyataan Iran tentang ujicoba rudalnya. Harian Swiss Basler Zeitung menulis:
"Gertakan dengan ujicoba rudal tidak otomatis menunjukkan posisi kuat. Itu bisa juga sinyal ketegangan. Pihak militer Iran memperhitungkan secara serius kemungkinan serangan udara Amerika Serikat atau Israel. Presiden Mahmud Ahmadinejad menyatakan, Amerika Serikat secara politis dan ekonomi sudah bangkrut. Situasi Israel juga tidak lebih baik. Presiden Iran kelihatannya bukan orang bodoh atau gila. Dalam permainan tingkat tinggi sengketa program atom ini, dia bermain dengan taruhan dan resiko tertinggi.
Harian Inggris Daily Telegraph menilai:
Timur Tengah memasuki masa-masa tegang. Unjuk otot Iran dan kata-kata keras dari Israel bisa saja memperuncing situasi diluar kendali. Kata-kata dengan nada perang bisa mengundang aksi militer yang akan kembali mengguncang kawasan ini dan juga pasar minyak bumi dunia. Masalah utama di Iran adalah kesalahan dalam manajemen ekonomi. Jika terjadi perang, situasi akan lebih runyam lagi. Perusahaan-perusahaan minyak dan gas dari Barat sudah mulai meninggalkan Iran karena ketidak pastian politik. Ini hendaknya menjadi cukup alasan bagi pimpinan Iran untuk mencari kompromi dalam sengketa program nuklirnya." (hp)