1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Singapura dan Malaysia Tuntut Pembebasan Aung San Suu Kyi

2 Maret 2021

Menteri Luar Negeri Malaysia Hishammuddin Hussein hari Selasa (2/3) menyerukan pembebasan "segera dan tanpa syarat" pimpinan sipil Aung San Suu Kyi, yang ditahan penguasa militer di Myanmar.

Aung San Suu Kyi
Aung San Suu KyiFoto: Athit Perawongmetha/REUTERS

Hishammuddin Hussein mengatakan dalam konferensi video para menteri luar negeri ASEAN, Aung San Suu Kyi harus segera dibebaskan tanpa syarat. Dia juga menyarankan ASEAN agar "membantu menjembatani perbedaan yang ditemukan dalam pemilihan umum terakhir."

Militer Myanmar melakukan kudeta awal Februari dengan menggambarkan bahwa telah terjadi "kecurangan masif" dalam pemilu November lalu yang dimenangkan secara telak oleh Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi.

Menlu Malaysia Hishammuddin HusseinFoto: Reuters

Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan mengatakan kepada rekan-rekan Menlu ASEAN bahwa militer Myanmar harus "segera mencari kompromi untuk dinegosiasikan saat ini."

"Jika situasi terus meruncing, akan ada konsekuensi serius bagi Myanmar, dan ASEAN dan kawasan kita," Vivian Balakrishnan mengingatkan.

Menjelang konsultasi para Menlu ASEAN itu, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong mengatakan kepada stasiun siaran BBC bahwa penggunaan "kekuatan mematikan" oleh junta militer terhadap pengunjuk rasa di Myanmar "tidak dapat diterima" dan Aung San Suu Kyi harus dibebaskan.

Tetapi Lee Hsien Loong menolak tegas sanksi ekonomi, dengan mengatakan "bukan militer, atau para jenderal yang akan menderita. Penduduk Myanmar yang akan menderita."

PM Singapura itu memperingatkan bahwa mencoba mengucilkan militer Myanmar dapat terbukti kontraproduktif, karena bisa membuat para jenderal yang berkuasa didorong ke dalam hubungan yang lebih dekat dengan China. "Orang luar memiliki pengaruh yang sangat kecil," kata Lee Hsien Long.

Gerakan Pembangkangan Sipil CDM, salah satu suara protes terkemuka di Myanmar, mengatakan ASEAN seharusnya tidak berdialog dengan junta militer.

"Kami memahami pentingnya dialog. Tetapi junta telah menyalahgunakan ASEAN sejak 1997, tahun bergabungnya Myanmar'," kata CDM lewat Twitter, yang juga menyebut Menlu Indonesia Retno Marsudi yang mengusulkan dialog dengan para jenderal.

Myanmar menyaksikan kekerasan baru oleh pasukan keamanan terhadap para demonstran pada hari Selasa (2/3), dengan saksi mata di jaringan media sosial melaporkan kekacauan. Polisi menggunakan gas air mata, granat kejut, meriam air, dan peluru karet untuk membubarkan massa.

"Tidak peduli seberapa keras mereka melawan kami, kami akan berjuang. Kami akan menemukan cara untuk kembali ke jalanan," kata seorang demonstran. "Ini adalah satu-satunya cara untuk menunjukkan bahwa orang tidak menginginkan lagi kediktatoran."

hp/rzn (dpa, rtr)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait