Mochtar Lubis pernah menulis bahwa banyak orang di Indonesia memiliki sifat munafik, enggan bertanggung jawab, feodal dan percaya takhayul. Anda sepakat? Ikuti opini Rahadian Rundjan?
Iklan
Pada 6 April 1977, seorang Batak bernama Mochtar Lubis, yang semasa hidupnya berkecimpung dalam dunia jurnalistik dan sastra itu, naik ke podium seraya memulai pidatonya di Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Apa yang keluar dari mulutnya kemudian adalah sederetan panjang kata-kata yang membuat telinga panas, bisa menyulut emosi, atau kontemplasi, tergantung yang mendengarnya. Pendiri kantor berita ANTARA dan mantan penghuni hotel prodeo di masa Sukarno itu dengan tajam mengemukakan pandangannya mengenai sifat-sifat khas, yang sayangnya buruk, dari orang-orang Indonesia.
Pidato tersebut kemudian dibukukan dengan judul Manusia Indonesia (Sebuah Pertanggungan Jawab). Ketika publikasinya meluas, maka semakin kontroversial pandangannya di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang kala itu mulai menemukan bentuknya di bawah Orde Baru. Mochtar menyebut bahwa ada enam sifat manusia Indonesia yang khas, melekat, dan juga saya rasa, akan sulit diubah. Keenam sifat tersebut adalah (1) munafik atau hipokrit, (2) enggan dan segan bertanggung jawab, (3) berperilaku feodal, (4) percaya takhayul, (5) artistik, dan (6) berkarakter lemah.
Tentu pidato itu lebih dari sekedar olok-olok intelektual karena sang penyampai sudah banyak makan asam garam sebagai wartawan tiga zaman dan pelaku sejarah. Pro dan kontra bersambut, namun Mochtar tetap teguh pada pendirian kritis-sinisnya dalam menanggapi tanggapan-tanggapan publik (dapat dibaca di paruh terakhir buku tersebut). Mungkin pandangan Mochtar adalah sebuah otokritik paling populer terhadap mitos "keunggulan” masyarakat Indonesia yang kerap dicitrakan bertenggang rasa dan gemar bergotong royong; dan mungkin, yang paling tidak dihiraukan atau dicap sebagai generalisasi ugal-ugalan.
Pun begitu, setelah 41 tahun berlalu, terlebih bertepatan dengan fenomena kian dinamisnya watak masyarakat di tahun politik ini, akankah pandangan Mochtar masih relevan?
Stereotip Yang Beralasan
Tentu, dapat dipertanyakan manusia Indonesia mana yang dimaksud mengingat Indonesia begitu beragam. Namun, saya setuju dengan Jakob Oetama, pendiri Kompas, seperti ditulisnya di pengantar buku tersebut bahwa Mochtar menarik analisisnya berdasarkan stereotip yang berdasarkan "pengalaman, observasi, prasangka, dan generalisasi”, dan bagaimana itu, menurutnya, bermanfaat sebagai pangkal tolak dan bahan pemikiran kritis dirinya. Namun, mengingat masih begitu aktualnya enam sifat manusia Indonesia tersebut kini, rasanya subyektivitas Mochtar bisa terlihat sebagai hal obyektif, dalam batas-batas tertentu.
Pembawa Kebahagian, Keberuntungan atau Sial
Setiap negara memiliki tahayul. "Aberglaube," begitu sebutannya di Jerman. Ada Aberglaube yang asli dari Jerman, dan ada yang datang dari negara lain. Lihat di sini!
Foto: Fotolia/oscity
Menampung Keberuntungan
Kuda jadi simbol kekuatan dan kekuasaan sejak jaman dulu. Orang Romawi dan kaum Kelt mulai menggunakan sepatu untuk kuda. Sejak itu, sepatu kuda jadi pembawa keberuntungan. Jika digantung di pintu rumah dengan bagian yang terbuka menghadap ke atas, itu ibaratnya wadah yang menampung keberuntungan dan mencegah masuknya roh jahat.
Foto: DW / Nelioubin
Selalu Mujur
Babi juga jadi lambang kemakmuran dan kekayaan sejak jaman dulu di Eropa. Sekarang, pembawa keberuntungan ini dibuat dari almond yang dihaluskan. Kemudian dikombinasikan dengan topi pembersih cerobong asap dan semanggi berhelai empat yang sangat jarang ditemukan. Banyak orang yakin ketiga hal itu membawa keberuntungan.
Foto: Fotolia/meerisusi
Pekerjaan Kotor Yang Membahagiakan
Jaman julu, jika cerobong asap tersumbat, artinya kemalangan besar. Karena orang jadi tidak bisa memasak dan memanaskan ruangan. Yang bisa menolong adalah pembersih cerobong yang masuk dan membersihkannya. Jadi kebahagiaan kembali datang ke rumah. Jaman sekarang, di daerah-daerah tertentu Jerman, tukang sampah dan pembersih cerobong datang ke rumah-rumah mengumpulkan uang hadiah.
Foto: picture alliance/dpa
Pembawa Pesan Surgawi Bertitik Tujuh
Para petanilah yang dulu memberi nama kumbang ini Marienkäfer (kumbang koksi), seperti nama Bunda Maria. Setiap harinya kumbang ini memakan lebih dari 100 hama tanaman. Sebab itu, kumbang ini jadi pembasmi hama alamiah. Bagi petani ia hadiah dari surga. Kumbang koksi bertitik tujuh adalah jenis yang paling banyak di Eropa. Itu melambangkan tujuh kebajikan Bunda Maria.
Foto: Fotolia/ K.-U. Häßler
Jamur Kebahagiaan Yang Beracun
Jamur ini disebut "Glückspilz" atau jamur pembawa keberuntungan. Jenis jamur ini kerap tampak di berbagai buku dongeng Eropa dan dalam lagu anak-anak. Padahal jenis jamur ini beracun. Dalam jumlah kecil saja, bisa menyebabkan halusinasi. Menurut kepercayaan, jamur ini melindungi orang dari nenek sihir dan setan.
Foto: Fotolia/Ideen
Peramal dari Timah Hitam
Untuk bisa melihat ke masa depan, sejak sebelum masehi orang sudah bertanya kepada peramal. Tradisi malam tahun baru berupa penuangan timah encer berasal dari masa Romawi. Logam itu dicairkan di atas api. Kemudian dituangkan ke dalam wadah berisi air dingin. Ketika kembali mengeras bentuknya jadi aneh. Bentuk timah itu kemudian diinterpretasikan dan jadi petunjuk masa depan.
Foto: Fotolia/thongsee
Kearifan dari Asia
Dengan sekali gigitan di kue kering ini, kata-kata penuh kebajikan langsung tampak. Tradisi kue keberuntungan asalnya dari Asia timur. Akarnya di Cina, tapi juga Jepang. Para imigran mengekspor tradisi ini di abad ke-19 ke AS. Dari sana tradisi ini menyebar ke Eropa dan Jerman.
Foto: picture-alliance/ dpa/dpaweb
Boleh Minta Sesuatu!
Di banyak negara, bintang beralih dianggap sesuatu yang magis. Jika melihatnya, orang harus segera menutup mata dan memohon sesuatu. Tapi jangan bilang ke siapapun! Karena hanya dengan begitu, permintaan bisa terpenuhi. Sebuah legenda menceritakan, bintang beralih adalah sumbu lilin di surga, yang jatuh ke bumi, ketika malaikan meniup lilin.
Foto: picture-alliance/dpa
Kegaduhan Berapi di Langit
Mengusir roh-roh jahat dengan cahaya dan kegaduhan adalah kebiasaan yang sudah dipraktekkan orang yang percaya berhala di jaman dahulu, misalnya suku bangsa Jerman. Tradisi itu berkembang menjadi penyalaan kembang api setiap Silvester atau malam tahun baru.
Foto: Fotolia/oscity
9 foto1 | 9
Sifat pertama, hipokrit atau munafik. Lebih jauh, maksudnya adalah kegemaran orang-orang Indonesia memasang sikap "asal bapak senang” dan bermuka dua dalam kehidupannya. Jika dahulu Mochtar secara khusus menyentil kultur korupsi di Pertamina dan kelambatan tindakan hukum terhadapnya, maka kini kasusnya tidak banyak berubah. Kita bisa melihat bagaimana beberapa kepala daerah dengan alimnya menghadiri aksi bela Islam 212, berorasi dengan kesalehan, namun ternyata terbukti korup dan berakhir mendekam di penjara. Bahkan, koruptor pun dapat melenggang mulus ke arena pencalonan legislatif kembali.
"Dia ikut maki-maki korupsi tetapi dia sendiri seorang koruptor,” tulis Mochtar, yang juga mengingatkan saya akan iklan televisi mantan partai berkuasa yang kader-kadernya dengan lantang berkata tidak pada korupsi, namun terbukti dusta.
"Bukan saya”, menurut Mochtar, adalah kalimat yang cukup populer di manusia Indonesia. Terutama jika mereka tengah menjadi pihak yang bertanggung jawab. Rasa enggan bertanggung jawab ini, yang adalah sifat kedua, biasanya hadir secara khas dalam kasus-kasus korupsi yang terstruktur. Atasan yang paling bertanggung jawab akan melempar kesalahan ke bawahan, semata-mata untuk mengelak. "Perintah atasan” juga menjadi alasan mengelak populer lainnya. Atau yang agak jenaka, bahkan ada mantan menteri yang memborong perabotan-perabotan aset kementeriannya usai masa tugasnya selesai.
Sifat ketiga, feodalisme, dan sifat keempat, percaya takhayul, semestinya sudah harus ditanggalkan tepat ketika Indonesia merdeka hadir di alam modern ini. Nilai-nilai lama ini, yang ketika dibenturkan dengan tata cara dan laku hidup masyarakat modern pastilah terasa kuno dan tertinggal, namun entah mengapa masih mengakar dalam masyarakat.
Mesin Uang Gurita Cendana
Keserakahan keluarga Cendana nyaris membuat Indonesia bangkrut. Oleh banyak pihak keluarga Suharto disebut mengantongi kekayaan sebesar 200 triliun Rupiah. Inilah jurus gurita cendana mengeruk duit haram dari kas negara:
Foto: Getty Images/AFP/J. Macdougall
Gurita Harta
Suharto punya cara lihai mendulang harta haram. Ia mendirikan yayasan untuk berbinis dan mendeklarasikannya sebagai lembaga sosial agar terbebas dari pajak. Dengan cara itu ia mencaplok perusahaan-perusahaan mapan yang bergerak di bisnis strategis, seperti perbankan, konstruksi dan makanan. Menurut majalah Time, Suharto menguasai 3.6 juta hektar lahan, termasuk 40% wilayah Timor Leste
Foto: AP
Yayasan Siluman
Tidak hanya menghindari pajak, yayasan milik keluarga Cendana juga mendulang rejeki lewat dana sumbangan paksaan. Cara-cara semacam itu tertuang dalam berbagai keputusan presiden, antara lain Keppres No. 92/1996 yang mewajibkan perusahaan atau perorangan menyetor duit sebesar 2% dari penghasilan tahunan. Dana yang didaulat untuk keluarga miskin itu disetor ke berbagai yayasan Suharto.
Foto: Getty Images/AFP/J. Macdougall
Bisnis Terselubung
Bekas Jaksa Agung Soedjono Atmonegoro pernah menganalisa laporan keuangan ke empat yayasan terbesar Suharto. "Yayasan ini dibentuk untuk kegiatan sosial," tuturnya. "Tapi Suharto menggunakannya untuk memindahkan uang ke anak dan kroninya." Soedjono menemukan, Yayasan Supersemar menggunakan 84% dananya untuk keperluan bisnis, semisal pinjaman lunak kepada perusahaan yang dimiliki anak dan kroninya
Foto: picture alliance/dpa/A. Lolong
Lewat Kartel dan Monopoli
Cara lain yang gemar ditempuh Suharto untuk menggerakkan mesin uang Cendana adalah melalui monopoli. Teman dekatnya, The Kian Seng alias Bob Hasan, misalnya memimpin kartel kayu lewat Asosiasi Panel Kayu Indonesia (APKINDO). Pengusaha yang kemudian dijebloskan ke penjara itu sering disebut sebagai ATM hidup keluarga cendana.
Foto: Getty Images/AFP/Firman
Bisnis Tepung Paman Liem
Taipan lain yang juga menjadi roda uang Cendana adalah Sudomo Salim alias Liem Sioe Liong. Sejak tahun 1969 pengusaha kelahiran Cina itu sudah mengantongi monopoli bisnis tepung lewat PT. Bogasari. Dari situ ia membangun imperium bisnis makanan berupa Indofood. Pria yang biasa disapa "Paman Liem" ini juga menjadi mentor bisnis buat putra putri Suharto.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
Uang Minyak
Bukan rahasia lagi jika Pertamina pada era Suharto menjelma menjadi dompet raksasa keluarga Cendana. Sejak awal sang diktatur sudah menempatkan orang kepercayaannya, Ibnu Sutowo, buat memimpin perusahaan pelat merah tersebut. Sutowo kemudian memberikan kesaksian kepada majalah Time, tahun 1976 ia dipaksa menjual minyak ke Jepang dan menilap 0,10 Dollar AS untuk setiap barrel minyak yang diekspor.
Foto: picture-alliance/dpa
Pewaris Tahta Cendana
Siti Hardiyanti Rukmana alias Tutut sejak awal sudah diusung sebagai pewaris tahta Cendana. Putri tertua Suharto ini tidak cuma menguasai puluhan ribu hektar lahan sawit, stasiun televisi TPI dan 14% saham di Bank Central Asia, tetapi juga memanen harta tak terhingga lewat jalan tol. Hingga 1998 kekayaannya ditaksir mencapai 4,5 triliun Rupiah.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Merajalela Lewat Bulog
Dari semua putera Suharto, Bambang adalah satu-satunya yang paling banyak berurusan dengan Liem Sioe Liong. Setelah mendirikan Bimantara Grup, Bambang terjun ke bisnis impor pangan lewat Badan Urusan Logistik yang saat itu didominasi Liem. Menurut catatan Tempo, selama 18 tahun kroni Suharto mengimpor bahan pangan lewat Bulog senilai 5 miliar Dollar AS.
Foto: picture-alliance/dpa
Duit Cengkeh untuk Tommy
Melalui monopoli Hutomo Mandala Putra meraup kekayaan hingga 5 triliun Rupiah. Tahun 1996 ia mendapat status pelopor mobil nasional dan berhak mengimpor barang mewah dan suku cadang tanpa dikenai pajak. Selain itu Tommy juga menguasai Badan Penyangga dan Pemasaran Cengkeh yang memonopoli penjualan dari petani ke produsen rokok. BPPC ditengarai banyak membuat petani cengkeh bangkrut.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
Akhir Pahit Diktatur Tamak
Secara lihai Suharto membajak pertumbuhan ekonomi untuk kepentingan keluarga. Menurut Bank Dunia, antara 1988 hingga 1996, Indonesia menerima investasi asing senilai USD130 miliar. Tapi struktur perekonomian yang dibuat untuk memperkaya kroni Cendana justru menyeret Indonesia dalam krisis ekonomi dan mengakhiri kekuasaan sang jendral. (rzn/yf: economist, times, bloomberg, bbc, kompas, tempo)
Foto: Gemeinfrei
10 foto1 | 10
Misalnya, para wakil rakyat selalu merasa ingin dihormati dan anti-kritik bak raja, padahal mereka hanyalah pemegang mandat. Dan lihatlah bagaimana sebagian pos-pos kekuasaan diisi orang-orang tak berkualifikasi, semata-mata karena alasan "keluarga” atau "orang dekat”. Masalah ini pula lah yang membuat orang-orang cerdas Indonesia enggan pulang dari luar negeri. Atmosfer instansi riset dan pendidikan di Indonesia umumnya masih tidak sehat bagi mereka yang senang dengan kompetisi intelektual yang sportif. Banyak kasus memperlihatkan proyek-proyek riset kerap dibagi-bagi atas dasar "pertemanan”, bukan keahlian.
Faktor takhayul juga menjadi alasan tersendatnya perkembangan pola pikir orang-orang Indonesia. Orang-orang, baik itu yang berpendidikan tinggi maupun rendah, tidak luput dari kebiasaan mengamini hal-hal takhayul dalam banyak hal. Mulai dari takhayul-takhayul tradisional, semacam penyembahan terhadap benda-benda mati yang dianggap magis, sampai takhayul modern berupa mantra-mantra politik, alias jargon-jargon, yang memabukkan. Mochtar mencontohkan kata-kata seperti "Nekolim, Vivere Pericoloso, Berdikari, Jares, Usdek, Resopim, dan sebagainya” di masa Sukarno. Saya rasa, itu serupa dengan mantra-mantra kontemporer semisal "revolusi mental” atau "Indonesia bubar”.
Mentawai: Dalam Hening Memburu Kebebasan
Di lepas pantai barat Sumatera, warga mentawai berlindung dari hiruk pikuk kota besar. Suku kuno ini pandai meramu, berburu dan piawai dalam menato tubuh. Berpuluh tahun lamanya mereka tertekan beragam pemaksaan.
Foto: Getty Images/AFP/S. Wibowo
Hidup tenang di pedalaman
Generasi tua Mentawai hidup secara tradisional jauh di dalam hutan di pulau terpencil Siberut. Sesuai tradisi seluruh tubuh dihiasi tato. Selama beberapa dekade menolak kebijakan pemerintah Indonesia yang mendesak pribumi di pedalaman meninggalkan kebiasaan lama, menerima agama yang diakui pemerintah dan pindah ke desa-desa pemerintah.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/G. Charles
Terisolasi dari dunia luar
Suku asli Mentawai, memiliki budaya langka yang tidak dipengaruhi agama Hindu, Budha atau Islam selama dua milenium terakhir. Tradisi dan keyakinan mereka sangat mirip dengan pemukim Austronesia yang datang ke kawasan ini sekitar 4.000 tahun silam. Sejak bermukim di Pulau Siberut dua ribu tahun lalu, warga Mentawai hidup terisolir dari dunia luar.
Foto: picture-alliance/dpa/Zulkifli
Menghadapi paksaan
Ketika Indonesia merdeka 1945, para pemimpin negara berusaha mengubah mereka menjadi bangsa dengan bahasa dan budaya yang sama. Semua warga Indonesia harus menerima salah satu agama di Indonesia yang diakui secara resmi: Islam, Kristen, Katolik, Hindu atau Budha. Tapi Mentawai, seperti banyak suku-suku asli animisme Indonesia lainnya, tidak mau mengadopsi agama yang diakui oleh negara.
Foto: picture-alliance/dpa/Zulkifli
Diultimatum pemerintah
Tahun 1954, polisi Indonesia dan pejabat negara lainnya tiba di Siberut untuk memberikan ultimatum: Orang Mentawai memiliki waktu 3 bulan untuk memilih Kristen atau Islam sebagai agama mereka dan berhenti mempraktikkan ritus tradisional mereka, yang dianggap kafir. Kebanyakan warga Mentawai memilih Kristen. Mereka pun sempat dilarang bertato dan meruncingkan gigi yang merupakan bagian dari adat
Foto: Getty Images/AFP/S. Wibowo
Ritual asli dihabisi
Selama beberapa dekade berikutnya, polisi Indonesia bekerja sama dengan pejabat negara dan tokoh agama rutin mengunjungi desa-desa Mentawai untuk membakar hiasan tradisional dan simbol yang biasa dipakai untuk ritual keagamaan. Kaumtua melarikan diri lebih dalam ke hutan untuk menghindari tekanan aparat negara.
Foto: picture-alliance/maxppp/D. Pissondes
Rentan ideologi komunisme?
Reimar Schefold, antropolog Belanda yang tinggal di Mentawai pada akhir 1960-an, menceritakan Kepada New York Times, bagimana warisan kuno dihancurkan: "Ketika mereka gelar ritual, polisi datang, membakar peralatan tradisional mereka –yang dianggap berhala,” Pemerintahan di era Soeharto juga khawatir bahwa mereka yang tidak memeluk agama yang ditetapkan negara- rentan terhadap pengaruh komunis.
Foto: Imago/ZUMA Press
Hidupkan kembali tradisi
Sekarang hanya sekitar 2.000 warga Mentawai yang masih laksanakan ritual tradisional mereka. Demikian antropolog Juniator Tulius, Upaya hidupkan kembali tradisi Mentawa dimulai, namun masih terseok. Saat Indonesia menuju demokrasi pada tahun 1998, budaya Mentawai ditambahkan ke kurikulum sekolah dasar lokal. Warga Mentawai juga bisa beribadah dan berpakaian sebagaimana yang mereka inginkan.
Foto: picture-alliance/Godong
Melestarikan adat istiadat
Ini Aman Lau lau, ia disebut Sikerei atau dukun. Dapat dikatakan, ia adalah perantara yang bertugas menjaga kelancaran arus komunikasi antara manusia dengan alam atau roh. Dia punya perean sosial sebagai penyembuh atau menari, menghibur dan menyemarakkan pesta-pesta rakyat Mentawai. Editor: ap/as(nytimes/berbagai sumber)
Foto: imago/ZUMA Press
8 foto1 | 8
Sifat kelima, artistik, terdengar lebih baik meski dalam konteks tertentu merisaukan. Indonesia memang memiliki tradisi seni yang kaya, yang terbentuk dari serangkaian panjang transformasi dan campur aduk antara elemen-elemen lama dengan elemen-elemen baru. Karenanya, pada awalnya masuknya gagasan-gagasan agama baru tidak selalu berbenturan dengan tradisi seni setempat. Sifat artistik ini sayangnya mulai mendapat tantangan di sana-sini seiring dengan makin kuatnya paham fundamentalis. Misalnya, di beberapa daerah, patung-patung dirusak atau dirobohkan oleh massa dengan dalih mengganggu keimanan.
Dan sifat keenam, berwatak lemah adalah alasan mengapa orang-orang Indonesia cenderung tidak berpikir jernih sehingga mudah terbawa arus dan terprovokasi. Kelemahan inilah yang dahulu membuat orang-orang Eropa mudah mengelabui orang-orang Indonesia di masa penjajahan. Sayangnya, bahkan sampai sekarang pun tekhnik adu domba masih begitu ampuh, khususnya di tahun politik. Buktinya, kata-kata "cebong” maupun "kampret” kian bising di jagat dunia maya, dan jargon-jargon provokatif kian bergema di panggung-panggung kampanye. Misalnya, tahu dari mana kita kalau pemilih akan benar-benar masuk surga jika sekedar mencoblos Jokowi?
Kapan Bisa Berubah?
Kesimpulannya, apa yang dikatakan oleh Mochtar Lubis masih begitu relevan, atau bahkan semakin memburuk dengan kian kompleksnya dinamika kehidupan masyarakat Indonesia di masa Reformasi ini. Saya rasa, tahun politik 2019 akan menjadi panggung pertunjukkan besar untuk kian membuktikan pandangan Mochtar ini.
Pesimisme kadang perlu untuk menakar-nakar segala kemungkinan terburuk dan mereduksi bahaya, dan bahkan, memberi inspirasi bagi secercah optimisme. Jika kita ingin berubah dan melepas stigma enam sifat manusia Indonesia ala Mochtar Lubis ini, mungkin yang pertama harus dilakukan adalah mengakuinya sebagai realita, bukan mengelak bahkan membantahnya.
Penulis @RahadianRundjan adalah esais, kolumnis, penulis dan peneliti sejarah
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia menjadi tanggung jawab penulis
*Silakan berbagi komentar pada kolom di bawah ini. Terima kasih.
Menyibak Misteri Asal-Usul Pembawa Keberuntungan
Di seluruh dunia, pembawa keberuntungan ada banyak ragamnya. Dari mana asal-usulnya? Kalau percaya orang kerap tidak mempertanyakan lagi asal usulnya. DW mengajak Anda menyingkap beberapa di antaranya.
Foto: picture-alliance/ZB
Kucing Pembawa Keberuntungan
Ini namanya Maneki Neko. Asalnya Cina dan Jepang. Di sana kucing punya asosiasi positif dan negatif. Kucing menangkap tikus dan hewan rumah yang sigap terhadap bahaya, sehingga bawa untung. Tapi di Jepang, ada kepercayaan kucing bisa mengubah diri jadi roh jahat. Sehingga ada juga yang takut. Gerakan tangannya yang seperti memanggil dianggap peringatan akan bahaya tapi juga tanda selamat datang.
Foto: picture-alliance/ZB
"Tangan Fatima"
Asalnya dari Afrika Utara, dan biasanya dikenakan di leher. Jimat ini juga dikenal dengan sebutan Hamsa. Fatima adalah putri termuda Nabi Muhammad. Tangannya dianggap membawa berkat dan jadi simbol kekuatan dan keberuntungan, serta menghalau kesialan dan mengusir roh jahat. Arti kata Hamsa adalah "lima".
Foto: picture-alliance/dpa/M. Tödt
Kumbang Pembawa Untung dari Mesir
Di negara itu, gambaran kumbang Scarabaeus Sacer sampai sekarang jadi lambang hidup dan kebangkitan dari mati. Di masa kekeringan, jika kumbang-kumbang ini tiba-tiba bergerak dari sungai Nil ke arah pemukiman, berarti dalam waktu dekat air sungai akan pasang dan orang tidak kekurangan air lagi.
Foto: The Egyptian Museum, Cairo
Ikan Mas
Ikan ini dianggap bawa keberuntungan di Ceko dan Cina. Di Ceko ini jadi makanan khas di masa pergantian tahun. Jika orang menyimpan sisik ikan di dompet, katanya, tahun depan orang pasti dapat uang banyak. Asalnya tidak ada lagi yang tahu pasti. Yang jelas kebiasaan menyimpan sisik sebagai jimat sudah tercatat di abad ke-13.
Foto: picture-alliance/dpa/Stockfood
Sepatu Kuda
Menurut sebuah teori, jaman dulu besi sulit diperoleh petani miskin. Sehingga mereka yang kebetulan menemukan sepatu kuda bisa merasa sangat beruntung. Sebagai pembawa untung sepatu kuda kerap digantung di dinding. Dengan sisi terbuka menghadap ke atas, sepatu kuda ibaratnya menampung keberuntungan. Jika menghadap ke bawah, keberuntungan katanya akan hilang.
Foto: ::ZEN::/flickr.com
Cabang Mistel
Menurut legenda Eropa Utara, dewi cinta Frigga yang putranya mati akibat tertembak panah dari pohon Mistel, berhasil menghidupkan kembali putranya. Karena sangat senang, ia mencium semua orang yang lewat di dekat pohon itu. Kini di banyak negara Barat, cabang mistel kerap digantung sebagai hiasan di masa Natal. Orang-orang yang kebetulan berdiri di bawahnya, menurut tradisi, harus berciuman.
Foto: Fotolia/Christian Jung
Daun Semanggi
Semanggi sejak lama jadi simbol vitalitas, kesegaran serta kesuburan. Dalam tradisi Keltik semanggi dipercaya bisa menangkal sihir. Di Abad Pertengahan daunnya kerap disematkan pada pakaian untuk menjaga keamanan pemakainya. Di Eropa, semanggi yang ditemukan di alam biasanya berdaun tiga. Menemukan yang berdaun empat sulit, sehingga yang bisa menemukannya dianggap beruntung.
Foto: Fotolia/Marco2811
Babi Simbol Positif di Beberapa Negara
Ini simbol keberuntungan di Jerman, Yunani, Jepang dan Cina. Babi jadi simbol positif, mulai dari kesuburan hingga kemakmuran dan kepuasan materi. Di Jerman babi jadi simbol keberuntungan sejak Abad Pertengahan. Diperkirakan babi jadi pembawa keberuntungan karena tidak butuh bahan pangan yang mahal, dan babi yang sehat bisa berkembangbiak dua kali setahun.
Foto: picture-alliance/dpa
Kumbang Koksi (Marienkäfer)
Katanya kumbang koksi melindungi anak-anak dan menyembuhkan orang sakit, kalau kumbang ini mendatangi mereka. Jenis kumbang ini dalam bentuk larva bisa menyantap 600 ekor serangga hama, petani menganggap mereka membawa untung, dan merupakan "hadiah" dari Santa Maria. Dari situlah sebutannya dalam bahasa Jerman, Marienkäfer.
Foto: BilderBox
Amanita Muscaria (Fliegenpilz)
Mengapa jamur ini jadi simbol keberuntungan? Diduga karena bangsa Jermanik menggunakannya untuk "high". Dengan cara demikian, mereka jadi tidak takut jika harus maju bertempur. Menurut daftar tumbuhan yang berfungsi sebagai narkotika yang terbit di Jerman 1855, jamur ini berfungsi seperti opium atau Kanabis. Penulis: ml/hp. Sumber: focus, weltderwunder, wikipedia.