1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Sinofikasi Islam: Apa Tujuan Cina?

William Yang
8 Januari 2019

Rencana pemerintah Cina untuk menjadikan Islam selaras dengan budaya dan masyarakat Cina mengundang kecaman luas. Bisakah Beijing mencapai tujuan ini di tengah situasi global saat ini? Laporan William Yang.

China Uiguren
Foto: Getty Images/AFP/J. Eisele

Pada Minggu (06/01), otoritas Cina mengumumkan rencana mereka untuk mengintegrasikan Islam ke dalam kehidupan sosial budaya Cina melalui rencana lima tahun. Menurut sebuah laporan yang diterbitkan tanggal 4 Januari 2019 di surat kabar pemerintah Global Times, perwakilan asosiasi Islam dari delapan provinsi di Cina berpartisipasi dalam suatu seminar di Beijing dan membahas garis besar cara menyelaraskan Islam dengan norma-norma Cina. Seorang pejabat pemerintah mengatakan, penting bagi komunitas Muslim Cina untuk "memperbaiki sikap politik mereka dan mengikuti pimpinan Partai Komunis."

Pengumuman itu datang hanya beberapa hari setelah polisi dilaporkan menggerebek tiga masjid yang tidak terdaftar di barat daya provinsi Yunnan, melukai puluhan jemaah dan menangkap lebih dari 40 orang.

Para pendukung etnis minoritas Uighur membakar bendera Cina dalam demonstrasi di depan konsulat Cina di Istanbul.Foto: Getty Images/AFP/O. Kose

David Stroup, seorang pakar tentang Cina di Universitas Oklahoma, mengatakan kepada DW bahwa pemerintah Cina ingin memperketat kontrol atas kelompok-kelompok Islam dan mengambil langkah untuk menghilangkan karakter yang terlalu asing dari tempat-tempat umum.

"Ini bisa berarti upaya berkelanjutan untuk menghilangkan tanda-tanda publik dalam bahasa Arab atau membuat perubahan pada masjid bergaya Arab," kata Stroup. "Pada saat yang sama, pemerintah mungkin mencoba untuk mengambil kontrol langsung atas praktik ibadah, terutama pada khotbah mingguan ulama," tambahnya. 

Baca juga:  Indonesia Didesak Protes Cina Soal Etnis Uighur

'Isolasi Muslim'

Haiyun Ma, seorang profesor sejarah di Frostburg State University yang berbasis di Amerika Serikat, mengatakan bahwa usaha pemerintah Cina untuk mengintegrasikan Islam ke norma sosial budaya Cina hampir seperti tindakan xenofobia. Ma percaya bahwa dengan menekankan perlunya menghilangkan pengaruh asing, Partai Komunis ingin menciptakan versi Islam Cina yang dipandu oleh ateisme.

"Beijing menganggap pengaruh Arab sebagai pengaruh yang berbahaya dan percaya itu harus sepenuhnya dihilangkan dari kehidupan Muslim Cina," Ma menggarisbawahi.

"Selain itu, pemerintah ingin memisahkan Muslim Cina dari negara-negara Muslim lainnya. Dengan kata lain, Cina berusaha untuk mengisolasi komunitas Muslimnya seraya mengklaim bahwa mereka merangkul globalisasi," tambah Ma.

Banyak pengamat melihat peningkatan upaya untuk memodifikasi Islam sebagai bagian dari penumpasan besar-besaran terhadap Muslim, terutama di wilayah Xinjiang. Pihak berwenang dilaporkan telah menempatkan setidaknya satu juta Muslim Xinjiang di kamp-kamp interniran. Langkah-langkah ini telah menimbulkan kekhawatiran di kalangan umat Islam di provinsi lain bahwa Beijing ingin menerapkan model sinofikasi di seluruh negeri.

Pada November tahun lalu, Global Times melaporkan bahwa para pejabat di daerah dengan populasi Muslim yang cukup besar "belajar" dari hal yang terjadi di Xinjiang, yang menurut pemerintah bertujuan untuk mengekang terorisme.

Baca juga: Jerman Hentikan Deportasi Etnis Uigur ke Cina karena Risiko Penindasan

Pengaruh eksternal

Stroup mengatakan komunitas internasional perlu meningkatkan tekanan pada Beijing untuk memaksa pemerintah mengubah perlakuannya terhadap komunitas Muslim.

"Sejauh ini, komunitas internasional belum menanggapi masalah ini dengan serius," kata Stroup.

Ma berpandangan bahwa tidak mudah bagi Beijing untuk melancarkan rencananya karena program pemerintah Belt and Road Initiative (BRI) bernilai miliaran Dolar melibatkan sejumlah negara mayoritas Muslim seperti Indonesia, Kazakstan, Pakistan dan Turki.

Tetapi para pengamat percaya AS bisa menggunakan pengaruhnya untuk menekan Cina.

"Ada kemungkinan bahwa AS dan negara-negara Barat lainnya dapat bekerja sama dengan negara-negara Muslim untuk mengatasi masalah ini," saran Ma. "Dengan kata lain, AS dapat memenangkan hati dan pikiran negara-negara Islam utama."

Prekursor konflik besar?

Ma percaya bahwa pemerintah lokal cenderung memainkan peran utama dalam upaya sinofikasi Islam dan Cina, tetapi memperingatkan bahwa peran ini disertai dengan beberapa risiko.

Konflik kekerasan antara otoritas lokal dan komunitas Muslim telah meletus di Ningxia dan Yunnan dalam beberapa tahun terakhir. Cui Haoxin, seorang penyair Hui Muslim, mengatakan kepada DW bahwa langkah-langkah sinofikasi Islam tidak akan mudah diterima oleh komunitas Muslim.

Cui mengatakan bahwa tindakan seperti itu dapat memiliki efek bola salju dan kemungkinan akan berubah menjadi konflik besar di masa depan.

"Sulit untuk merasionalisasi langkah-langkah ini," kata Cui seraya menambahkan bahwa situasi bagi umat Islam di Cina semakin buruk.

 (Ed: na/ts)