113 narapidana kabur dari Lapas kelas II A Lambaro, Aceh dengan mengecoh petugas pada waktu sholat dengan menggunakan siraman air cabai. Tim gabungan TNI dan kepolisian sekarang masih mengejar 87 tahanan yang buron.
Iklan
Dengan melempar air yang telah bercampur cabai ke arah petugas, 113 tahanan dengan cepat berhasil kabur meninggalkan Lembaga Pemasyarakatan Lambaro, Aceh Besar, Provinsi Aceh, pada Kamis malam (29/11), demikian keterangan yang dihimpun akntor berita Reuters.
Kapolresta Banda Aceh Kombes Trisno Riyanto menjelaskan, insiden tersebut terjadi ketika sekitar 700 tahanan meninggalkan sel masing-masing untuk mengikuti sholat magrib berjamaah. Menurutnya, tahanan yang sebagian besar terjerat dalam kasus narkoba tersebut telah merencanakan pelarian mereka.
Setelah mengecoh petugas, napi pun kabur setelah memotong kawat dan jeruji besi di ruang resepsi dengan menggunakan barbel serta linggis. Setelah membobol jendela, ratusan tahanan itu langsung berlari melewati daerah persawahan yang terletak di depan penjara. Saat kejadian, petugas piket hanya berjumlah 10 orang.
Bukan kali pertama
Kepala Lapas Lambaro belum dapat memastikan apa yang menjadi latar belakang insiden tersebut. Hingga berita ini diturunkan, baru 26 narapidana yang kembali masuk ke dalam Lapas kelas II A tersebut, sedangkan 87 lainnya masih dalam pengejaran.
"Kami masih mengejar para tahanan bersama dengan polisi dan TNI,” ungkap Sri Puguh Budi Utami, Kepala Lapas Lambaro kepada Reuters.
Kapolda Aceh Irjen Polisi Rio Septianda Djambak menyerukan agar para tahanan menyerahkan diri dalam tempo tiga hari. Dia mendesak keluarga agar turut mendukung kepolisian dengan menyerahkan para buronan.
Insiden di Lapas Lambaro kali ini adalah kejadian kedua tahun ini. Januari 2018, kericuhan juga terjadi di Lapas ini. Selain merusak fasilitas, napi juga membakar ruangan di bagian depan lapas.
Narapidana Mengamuk Penjara Banda Aceh Dibakar
01:12
Kapasitas tahanan yang terbatasserta minimnya pendanaan sering kali menjadi pemicu kerusuhan di dalam Lapas di Indonesia. Namun, Kalapas Lambaro menjelaskan, kapasitas penjara di Lambaro masih mencukupi. Saat napi kabur, ada 726 tahanan di dalam Lapas berkapasitas 800 orang tersebut, ungkap Sri Puguh Budi Utami.
Kekurangan Tahanan, Penjara Belanda Jadi Rumah Pengungsi
Belanda kekurangan tahanan. Alhasil penjara di Haarlem beralih fungsi jadi penampungan sementara para pengungsi. Di penjara mereka malah merasa aman.
Foto: picture-alliance/AP/M. Muheisen
Jumlah penjahat turun, arus pengungsi melonjak
Belanda telah membuka pintu penjaranya yang kosong untuk mengakomodasi masuknya migran pencari suaka. Tingkat kejahatan di negara itu telah terus menurun selama bertahun-tahun. Puluhan lembaga pemasyarakatan telah ditutup sama sekali. Ketika árus pengungsi melonjak, Badan Pusat Penerimaan Pencari Suaka Belanda melihat penjara-penjara kosong ini sebagai solusi.
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Muheisen
Hidup dalam sel
Fotografer Muhammed Muheisen, dua kali peraih pengghargaan Pulitzer Prize dan kepala fotografer Associated Press untuk Timur Tengah, dalam beberapa tahun terakhir memotret krisis pengungsi. Ia mengabadikan kehidupan baru para pengungsi yang ditampung di penjara kosong ini. Tampak dalam foto, seorang gadis Afghanistan bernama Shazia Lutfi melongok dari pintu sel.
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Muheisen
Bisa juga jadi salon
Butuh enam bulan bagi sang fotografer untuk diizinkan masuk ke penjara tersebut. Berhari-hari waktu dihabiskannya untuk mengenal pengungsi lebih dekat. tampak dalam foto, Yassir Hajji, asal Irak, tengah merapikan alis istrinya, Gerbia, di sebuah ruang sel.
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Muheisen
Belajar bahasa Belanda
Pengungsi tidak diizinkan untuk bekerja, tetapi mereka berlatih berbicara bahasa Belanda dan naik sepeda --keterampilan penting untuk hidup di Belanda. Karena mereka melakukan semua itu di penjara, maka tidak mengusik warga. Pada umunya para pengungsi berkomentar: "Kami di sini di bawah atap, di tempat penampungan, jadi kami merasa aman."
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Muheisen
Bebas untuk tinggal maupun pergi
Para pengungsi tersebut tinggal di penjara sekitar 6 bulan sebelum mendapat keputusan suaka. Mereka bebas untuk tinggal dan pergi kapan saja. Beberapa pengungsi bahkan menjalin persahabatan dengan warga Belanda.
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Muheisen
Tak ada penjahat, aman untuk tinggal
Seorang pengungsi Suriah bahkan berkata pada Muhesein, bahwa penjara ini memberinya harapan untuk hidup. “Jika sebuah penjara tak ada tahanannya, maka artinya ini adalah negara yang aman, dimana saya ingin hidup.” Pengungsi lainnya,asal Afghanistan --Siratullah Hayatullah tampak asyik minum teh dengan tenang di depan kamarnya.
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Muheisen
Fasilitasnya lengkap
Pengungsi Afghanistan Siratullah Hayatullah mencuci pakaiannya di ruang cuci. Infrastruktur dalam penjara cukup lengkap sehingga memudahkan pengungsi untuk menjalani hidup mereka sementara.
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Muheisen
Tanpa diskriminasi
Pengungsi asal Maroko ini berpose di dalam kamarnya di penjara. Ia seorang gay. Selama di sini, tak pernah ia merasakan diskriminasi. Sebelumnya penjara di Belanda pernah dimanfaatkan juga untuk menampung tahanan dari Belgia dan Norwegia.
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Muheisen
Bebas beribadah
Pengungsi Irak, Fatima Hussein beribadah di ruangannya di bekas penjara de Koepel di Haarlem.
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Muheisen
Sehat jasmani dan rohani
Meski boleh keluar masuk penjara sesuka hati, bisa jadi kadang-kadang timbul rasa bosan. Mereka bisa juga berolah raga untuk mengisi waktu senggang.
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Muheisen
Main basket juga bisa
Pengungsi asal Mongolia, Naaran Baatar, berusia 40 tahun. Di penjara, ia bisa main basket. Di hatinya terpupuk harapan akan hidup baru dan kebebasan.
Foto: picture alliance/AP Photo/M. Muheisen
Menenun harapan haru
Pengungsi Somalia, Ijaawa Mohamed, duduk di kursi di luar ruangan. Meski tinggal di penjara, mereka rata-rata merasa aman dan menenun harapan atas kehidupan baru. Editor : ap/as (nationalgeograpic,smh,nbc,dailymail)
Foto: Muhammed Muheisen (ap)