Sirkulasi Air Hangat di Samudera Atlantik Nyaris Kolaps
6 Agustus 2021
Studi teranyar mengungkap kondisi Arus Teluk yang berada di ambang keruntuhan. Kerusakan permanen pada sistem yang menyeimbangkan iklim Bumi ini akan memicu bencana dan mengancam miliaran manusia.
Iklan
Arus air hangat di Samudera Atlantik yang selama ini menyeimbangkan iklim Bumi kian melemah dan kini terancam kolaps. Kesimpulan itu merupakan hasil sebuah studi yang dirilis Kamis (05/08).
Para ilmuwan mengaku mendapati arus yang "hampir kehilangan keseimbangannya dalam satu dekade terakhir.” Sirkulasi air Samudera Atlantik mengangkut air hangat dari kawasan tropis di selatan menuju kutub utara. Sebelumnya sirkulasi itu diketahui sudah berada di titik paling lambat dalam 1.600 tahun. Namun, kini ilmuwan mengkhawatirkan kepunahan permanen.
Kematian Arus Teluk bisa memicu dampak mematikan di seluruh dunia, antara lain mengacaukan pola hujan yang menghidupi miliaran manusia di Asia Selatan, Amerika Selatan, dan Afrika Barat. Tanpa arus hangat itu, badai dan topan diprediksi akan menjamak dan suhu rata-rata di Eropa akan anjlok. Selain itu juga mengancam keasrian hutan hujan atau keutuhan benua kutub.
Ilmuwan saat ini belum mampu memprediksi kapan Arus Teluk akan kolaps. Niklas Boers dari Institut Studi Dampak Perubahan Iklim di Potsdam, Jerman, mengatakan kematian arus bisa terjadi dalam satu atau dua dekade, atau beberapa abad ke depan.
"Tanda-tanda destabilisasi yang sangat jelas terlihat adalah sesuatu yang tidak kami perkirakan dan membuat saya takut,” kata dia. Terhentinya sirkulasi air hangat di Samudera Atlantik adalah "sesuatu yang benar-benar tidak bisa kita biarkan terjadi.”
Perubahan mendadak pada sirkulasi air
Namun, Boers juga menambahkan, studinya tidak menyimpulkan apakah fenomena ini hanya mengindikasikan perubahan sirkulasi atau rusaknya keseimbangan alami. "Perbedaannya sangat besar,” kata dia seperti dilansir DPA.
Iklan
Arus Teluk digerakkan oleh air asin yang mendingin dan sebabnya mengalir ke dasar laut ketika bergerak ke selatan. Namun, proses ini diperlambat oleh mencairnya gletser-gletser di Greenland, melebihi perkiraan ilmuwan selama ini.
Dalam penelitian yang dipublikasikan di jurnal ilmiah, Nature Climate Change, Boers dan timnya menganalisa sampel es dan data tambahan dari 100.000 tahun terakhir. Mereka menemukan Arus Teluk hanya muncul dalam dua kondisi, arus berkecepatan tinggi yang tercatat stabil dalam seratusan tahun terakhir, dan kondisi arus berkecepatan rendah.
Fakta Tentang Laut, Sumber Kehidupan Bumi
Laut menutupi sebagian besar permukaan Bumi dan juga berperan dalam mengatur iklim di Bumi. Kondisi Bumi dan laut terus berubah karena perubahan iklim. Masih banyak yang harus diteliti tentang tempat tinggal kita ini.
Foto: picture-alliance/dpa
Planet biru tempat kita tinggal: Bumi
Bumi disebut juga sebagai planet biru tentu karena warnanya. Lautan menutupi hingga 71% dari permukaan Bumi dan 90% dari biosfer. Ini menjadi bagian integral dari kehidupan dan penyediaan kebutuhan oksigen hingga 80%. Menjadikan laut bagian vital dari siklus karbon. Asal-usul laut belum dapat dipastikan, tapi lautan menjadi katalisator pembentukan kehidupan 4.4 miliar tahun yang lalu.
Foto: NASA
Rahasia di balik dalamnya laut yang belum tersentuh
Sekitar 80% dari dunia bawah laut belum pernah dieksplorasi atau dijamah oleh manusia. Para ilmuwan dan peneliti selalu mencoba untuk menguak misteri apa yang ada di bawah laut sana yang bisa membantu kita untuk memahami perubahan lingkungan dan membantu upaya mengelola sumber daya laut yang vital untuk perubahan iklim.
Foto: Colourbox/S. Dmytro
Laut berperan mengatur iklim di planet kita
Dengan menyerap radiasi matahari, mendistribusikan panas dan menggerakkan pola cuaca, laut memiliki peran vital dalam mengatur iklim di Bumi. Namun, kemampuan Bumi untuk melakukan hal natural seperti menyimpan kandungan karbon yang ada di udara dan memproduksi oksigen mulai terganggu karena perubahan iklim.
Foto: Getty Images/AFP/C. Triballeau
Laut juga 'padat' penduduk
Laut adalah rumah bagi sekurangnya 230.000 jenis spesies yang sampai sekarang diketahui. Terumbu karang menjadi tempat berlindung yang aman bagi invertebrata seperti kepiting, bintang, moluska dan ikan-ikan yang beragam. Sedangkan hewan besar seperti hiu, paus, dan lumba-lumba hidup di perairan terbuka.
Foto: Getty Images/D. Miralle
Hewan temuan bawah laut yang aneh
Para peneliti mengakui bahwa manusia mungkin baru menemukan sekitar 2/3 dari isi laut sesungguhya. Setiap tahunnya, ilmuwan selalu menemukan spesies baru seperti Squidworm atau Teuthidodrilus samae (foto) yang ditemukan di perairan laut Celebes di tahun 2007. Banyak hal lain yang menunggu untuk ditemukan di bawah sana.
Foto: Laurence Madin, WHOI
Tanda peringatan perubahan iklim
Laut dalam keadaan yang mengkhawatirkan. Salah satu contoh utama adalah maraknya terumbu karang yang mulai "memutih" di seluruh dunia. Naiknya suhu dan polusi adalah situasi yang tidak optimal untuk kehidupan terumbu karang. Situasi ini menghambat terumbu karang untuk bertumbuh dan tidak semua terumbu karang dapat pulih setelah berubah menjadi "putih".
Foto: XL Catlin Seaview Survey
Tidak ada tempat berlindung lain untuk hewan laut
Penelitian terbaru menyatakan populasi ikan, moluska, dan kepiting turun dua kali lebih cepat dari populasi hewan daratan. Suhu ekstrem menjadi alasan utama, binatang yang hidup di laut tidak memiliki tempat untuk kabur dari naiknya suhu. Sayangnya, biota bawah laut tidak dapat berevolusi dengan cukup cepat untuk beradaptasi dengan situasi ini.
Es dan salju di Kriosfer mulai menghilang di tempat yang seharusnya ditutupinya. Naiknya suhu udara melelehkan glasier dan es. Kejadian ini berdampak pada naiknya permukaan laut dan juga naiknya tingkat keasaman laut dari metana yang dilepaskan dari permafrost dasar laut di Samudra Arktik.
Foto: AP
Kehilangan mata pencaharian
Manusia tidak dapat dipisahkan dari laut. Banyak kelompok sejak ribuan tahun yang lalu bermukim di pesisir pantai karena kelangsungan hidupnya bergantung kepada laut, seperti nelayan. Hari ini, keberlangsungan hidup banyak orang yang hidup di pesisir mulai terancam karena naiknya permukaan laut sedikit demi sedikit.
Foto: picture-alliance / Bildagentur H
Hilangnya biota laut
Hanya 13% dari laut di dunia bebas dari aktivitas manusia seperti menangkap ikan. Daerah pesisir yang sudah tersapu bersih mendorong para pencari ikan untuk berlayar lebih jauh. Kemajuan teknologi juga membantu menangkap ikan dengan jauh lebih mudah dan dalam jumlah yang lebih besar. Ini menjadi PR generasi mendatang untuk melindungi biota laut yang tersisa. (Ed.: pn/na)
Foto: picture-alliance/dpa
10 foto1 | 10
Data yang dikumpulkan menunjukkan peningkatan pada suhu rata-rata Bumi bisa memaksa kecepatan Arus Teluk berubah secara mendadak antara cepat dan lambat dalam tempo satu hingga lima dekade.
Dalam keterangan persnya, tim di Potsdam mengaku tidak mengetahui secara pasti jumlah emisi CO2 yang bisa memicu keruntuhan Arus Teluk. Boers mengatakan "satu-satunya yang bisa dilakukan adalah mengurangi emisi sebanyak mungkin. Potensi terjadinya peristiwa yang berdampak luas ini semakin membesar dengan setiap gram CO2 yang kita lepaskan ke atmosfer Bumi.”