1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Sistem Poin Dalam Sensor Blogger di Cina

4 Juni 2012

Situs mikroblog Cina terbesar Sina Weibo memperketat sensor dengan peraturan baru. Siapa yang melanggarnya, terancam dikeluarkan dari jaringan sosial.

sina.com.cn, Bildschirm abfotografiert // Eingestellt von wa
Foto: DW

Jawatan sensor dan pengguna internet di Cina sejak bertahun-tahun main kucing-kucingan. Pengguna internet yang kreatif berusaha menghindari sensor. Operator situs sosial-media kini diwajibkan membantu jawatan berwenang dalam melaksanakan sensor. Mereka secara otomatis memfilter posting internet yang kritis.

Untuk pertama kalinya operator mikroblog terbesar Cina Sina Weibo mengumumkan secara hitam di atas putih, konten internet seperti apa yang disensor.

Yang tidak dikehendaki antara lain penyebaran informasi yang melanggar "Persatuan, Kedaulatan atau Integritas teritorial Cina". Blogs tidak boleh menyebarluaskan "desas-desus" dan konten yang mengganggu tatanan sosial dan menghancurkan stabilitas masyarakat."

Situs internet Sina WeiboFoto: Reuters

Juga posting yang menyerukan untuk melakukan aksi protes, yang "mengancam kesatuan etnis negara" atau "ajaran yang tidak masuk akal" dilarang. Informasi apa yang termasuk kategori desas-desus atau misalnya mengganggu persatuan negara tetap tidak jelas, dan tergantung interpretasi masing-masing pejabat.

Sensor 24 Jam Sehari

Jurnalis Cina dan Blogger Michael Anti menilai peraturan penggunaan internet yang terbaru itu, merupakan isyarat dari perusahaan Sina Weibo kepada pemerintah.

"Pada dasarnya ini suatu peraturan dimana perusahaan Sina Weibo ingin menunjukkan kepada pihak berwenang, bahwa mereka bagus dalam melakukan tugas sensor. Tapi itu bukan benar-benar langkah besar karena sensor pada Sina Weibo sudah sangat ketat."

Sina Weibo melakukan sensor secara tersistem. Mereka mempekerjakan petugas dan memasang perangkat teknik yang selama 24 jam per hari menyensor informasi pada jaringan sosial. Secara internal, Sina membagi pengguna ke dalam kategori seperti "pengguna biasa" atau "pengguna berbahaya".

Polisi di CinaFoto: picture-alliance/dpa

Strategi Baru Pemberlakukan Sensor

Itu bagi jawatan sensor, langkah itu masih belum cukup. Bulan Desember 2011 pemerintah Cina meminta perusahaan Sina Weibo melakukan pencatatan nama jelas. Itu harus dilakukan sampai Maret 2012.

Namun April lalu perusahaan itu mengumumkan kepada para pemilik saham, bahwa rencana itu gagal. "Meskipun kami diwajibkan untuk itu, kami tidak berhasil memverifikasi identitas semua pengguna jaringan sosial yang memposting di Weibo.

Gagalnya pemenuhan kewajiban ini dapat berdampak hukuman berat dari pemerintah Cina." Tampaknya terlalu banyak pengguna internet yang mengabaikan seruan Sina Weibo untuk meregistrasi dengan nama jelas. Blogger Cina Isaac Mao memperkirakan persyaratan penggunaan yang baru merupakan reaksi atas gagalnya upaya peraturan registrasi nama jelas.

"Sangat sulit menyensor jutaan pengguna internet. Orang dapat melihat bahwa peraturan nama jelas sudah gagal. Kini mereka mempertimbangkan lagi strateginya. Mereka ingin agar komunitas yang melakukan sendiri penyensoran.

Pengguna jasa internet WeiboFoto: Reuters

Sistem poin baru

Sina Weibo kini menerapkan sistem poin bagi sekitar 300 juta penggunanya. Setiap pengguna tercatat, otomatis memperoleh 80 poin. Jika mereka tidak mematuhi aturan, poin akan dipotong. Pada posisi 60 poin diberikan teguran pertama.

Jika rekening poinnya habis, Sina langsung menghapus rekening pengguna jasa sosial media tersebut. Tapi ada kemungkinan memperoleh kembali poin-poinnya. Siapa yang selama dua bulan tidak tercatat melakukan posting negatif, akan memperoleh kembali total 80 poin.

Tapi pengguna yang kreatif menemukan cara untuk menghindari sensor. Misalnya untuk tanggal 4 Juni, hari pembantaian Tiananmen dipakai istilah 35 Mei. Istilah itu tidak dapat difilter secara otomatis.

Dan siapa yang ingin berdiskusi secara terbuka, biasanya dapat menemukan cara menghindari firewall ketat di Cina, untuk misalnya dapat memakai Twitter atau Facebook.

Christoph Ricking/Dyan Kostermans

Editor: Agus Setiawan