Miskinnya imajinasi pengelola pemerintahan membuat keruwetan sistem transportasi di tanah air terus berlanjut. Dibutuhkan Imajinasi pemerintahan untuk memuliakan rakyatnya. Ikuti perspektif Yusi Pareanom berikut ini.
Iklan
Sewaktu kecil saya selalu kagum melihat foto-foto trem yang melintas di kota-kota besar Indonesia pada masa lalu. Mereka terlihat artistik dan ramah. Setelah dewasa, foto-foto yang sama lebih memantik rasa nelangsa dan geregetan.
Kita sudah mempunyai modal sistem transportasi publik yang genah, jauh sebelum negara-negara tetangga. Tapi, modal ini dengan gampang dibuang dengan alasan yang terdengar sangat konyol saat ini.
Di Jakarta misalnya trem listrik dihentikan operasinya pada 1959 karena dianggap biang kemacetan dan rawan kecelakaan. Padahal, biang macet seringkali adalah oplet yang mogok atau ngetem. Nasib trem di kota-kota lain setali tiga uang, tersingkir.
10 Kota Termacet di Dunia
Hampir semua penduduk Jakarta pernah terjebak di tengah kemacetan. Fenomena tersebut terbukti menempatkan ibukota Indonesia di urutan teratas dalam daftar kota termacet di dunia versi Castrol. Berikut daftarnya:
Foto: Getty Images/K. Desouki
1. Jakarta, Indonesia
Ibukota Indonesia ini dinobatkan sebagai kota termacet di dunia. Rata-rata setiap tahunnya pengemudi kendaraan di Jakarta mengalami 33,240 start-stop alias kemacetan. Catatan ini tidak mengherankan mengingat pembangunan infrastruktur tidak sebanding dengan pertumbuhan populasi kendaraan yang saat ini menurut Polda Metro mencapai 21 juta di Jakarta.
Foto: DW
2. Istanbul, Turki
Ibukota Turki kebanjiran 30.000 mobil baru setiap bulan. Menurut data statistik, satu dari lima orang di Istanbul memiliki kendaraan bermotor. Tidak heran kota metropolitan di antara dua benua ini menduduki peringkat kedua dalam daftar kota termacet di dunia. Selama setahun setiap pengemudi di Istanbul harus berhenti sebanyak 32,520 kali karena kemacetan.
Foto: AFP/Getty Images/O. Kose
3. Mexico City, Meksiko
Sebanyak empat juta kendaraan bermotor lalu lalang di kota Mexico City setiap harinya. Tidak heran jika kota ini juga dianggap sebagai salah satu kota dengan polusi udara terburuk di dunia. Dalam Castrol Index, pengemudi di Mexico City mengalami 30,840 stop dan start setiap tahun.
Foto: Christoph Kober
4. Surabaya, Indonesia
Surabaya mencatat 4,5 juta kendaraan dengan penambahan sekitar 17.000 kendaraan baru setiap bulannya. Penyebab kemacetan terbesar di ibukota provinsi Jawa Timur ini adalah motor yang jumlahnya mencapai 3,6 juta unit. Jika melihat pertumbuhan jumlah populasi kendaraan yang mencapai 209.000 unit per tahun, dalam lima tahun ke depan situasi lalulintas Surabaya akan memasuki wilayah kritis.
Foto: CC BY-NC 2.0/Ikhlasul Amal
5. St. Petersburg, Rusia
St. Petersburg sejatinya memiliki sistem transportasi publik yang sangat memadai. Sekitar 2,5 juta penumpang tercatat menggunakan layanan kereta bawah tanah, Metro, setiap harinya. Dengan jumlah penduduk yang berkisar lima juta, angka tersebut sebenarnya sudah sangat baik. Tapi tingginya angka lalulintas pegawai yang tinggal di luar kota membuat padat jalan-jalan di St. Petersburg
Foto: picture alliance/Michael Schwan
6. Moskow, Rusia
Kecepatan rata-rata kendaraan di Moskow tercatat maksimal 3 kilometer/jam. Serupa dengan Jakarta, ibukota Rusia ini kewalahan menghadapi ledakan pembelian kendaraan yang melonjak dalam satu dekade terakhir. Kendati memiliki sistem transportasi yang memadai, Moskow tertinggal dalam urusan pembangunan infrastruktur. Menurut pemerintah kota, ruas jalan yang ada cuma mampu menampung 30% kendaraan.
Foto: picture-alliance/dpa
7. Roma, Italia
Sejak bertahun-tahun kota Roma di Italia mencoba mengatasi masalah lalulintas berupa minimnya jumlah transportasi publik dan rasio kendaraan bermotor per kapita yang tertinggi kedua di Italia. Negeri di selatan Eropa itu sendiri tercatat sebagai negara dengan tingkat kepadatan kendaraan tertinggi di dunia. Terdapat nyaris 600 kendaraan bermotor untuk setiap 1000 penduduk Italia.
Foto: Getty Images
8. Bangkok, Thailand
Kebijakan bekas PM Takhsin Shinawatra yang memangkas pajak buat pembeli kendaraan baru turut menambah runyamnya kondisi lalulintas di Bangkok. Sejauh ini kota berpenduduk sekitar 14 juta jiwa itu memiliki hampir delapan juta kendaraan. Castrol Index mengklaim setiap pengemudi di Bangkok menghabiskan 36 persen dari waktu perjalanan terjebak di tengah kemacetan.
Foto: AFP/Getty Images/S. Khan
9. Guadalajara, Meksiko
Menurut Castrol Index, pengemudi di Guadalajara mengalami 24,840 start-stops per tahun. Artinya lebih dari 30% waktu perjalanan dihabiskan di tengah kemacetan. Guadalajara mencatat rasio kepemilikan kendaraan terbesar di Meksiko. Tercatat satu dari empat orang di kota ini memiliki mobil atau motor.
Foto: imago/Xinhua
10. Buenos Aires, Argentina
Dari tiga juta penduduk Buenos Aires, tercatat dua juta kendaraan yang berlalu lalang di jantung kota setiap harinya. Castrol Index mengklaim setiap pengemudi di ibukota Argentina ini mengalami 23,760 start-stops setiap tahunnya.
Foto: picture-alliance/dpa
10 foto1 | 10
Presiden Sukarno sendiri pada waktu itu menganggap trem tak cocok dengan Jakarta. Menurutnya yang cocok untuk ibu kota adalah metro atau kereta bawah tanah. Tapi, warga tak pernah melihat metro yang dijanjikan. Pengganti trem justru bus-bus PPD--yang bertahun-tahun kemudian malah mendatangkan problem tersendiri.
Pemerintahan Orde Baru juga tak terlalu berminat memajukan transportasi publik. Keberpihakannya kepada industri perakitan otomotif merek impor membuatnya lebih sibuk membangun jalan-jalan tanpa membarenginya dengan membangun sistem transportasi publik yang jangankan bagus, memadai pun tidak.
Transportasi antarkota sama tak menggembirakannya. Potret paling menyedihkan yang berulang setiap tahun adalah saat mudik Lebaran. Berpuluh tahun, pemerintah tak tergerak untuk membangun sistem rel ganda, misalnya. Bahkan, boom harga minyak pada akhir 1970-an dan awal 1980-an yang mendatangkan uang melimpah pun tak ada pengaruhnya untuk peningkatan sistem transportasi publik.
Jakarta Ujicoba Penghapusan 3 in 1
01:35
Situasi keuangan negara bukanlah penyebab utama mengapa sampai sekarang kita tak kunjung mendapatkan transportasi publik yang nyaman dengan harga bersahabat. Miskinnya imajinasi pengelola pemerintahanlah yang membuat keruwetan berlanjut sampai sekarang. Rakyat jarang sekali dibayangkan sebagai sosok yang mesti dihormati, dilayani dengan baik, dan dibuat senang hatinya.
Jika situasi di Jawa yang menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi saja seperti itu, Anda bisa bayangkan pulau-pulau lain. Di Kalimantan, misalnya, sampai saat ini orang yang bepergian dari satu provinsi ke provinsi lain masih lebih memilih terbang ke Jakarta dulu baru karena sulit atau kurang nyamannya perjalanan darat. Untuk perjalanan antarpulau di kawasan-kawasan luar, jangan berharap terlalu banyak bisa menempuhnya secara tepat waktu karena ketersediaan kapal sangat minim.
Tak adil jika tak menyebut beberapa prakarsa yang sudah dijalankan pemerintah pusat maupun daerah. Pembangunan sistem kereta bawah tanah di Jakarta yang dimimpikan Sukarno dimulai tahun lalu oleh pemerintahan Jokowi. Bus Transjakarta dan yang sejenisnya sudah beroperasi beberapa tahun di beberapa kota. Kereta komuter di Jabotabek makin rapi dan sedikit banyak bisa diandalkan--tak ada lagi penumpang gelap yang sampai naik ke atap kereta. Di luar Jawa, perkeretaapian mulai dibangun di Kalimantan dan Sulawesi, jalan Trans Sumatra juga sedang digarap.
Upaya-upaya tersebut tentu patut diapresiasi. Saya berharap langkah-langkah ini tidak melulu digerakkan oleh penyerapan anggaran negara tetapi memang bermula dari imajinasi sebuah pemerintahan untuk memuliakan rakyatnya. Sudah terlalu lama kita mendapatkan pemerintah yang abai. Semoga tidak lagi.
Penulis:
Yusi Avianto Pareanom merupakan penulis beberapa buku fiksi dan nonfiksi. Buku fiksinya adalah kumpulan cerita Rumah Kopi Singa Tertawa (2011), A Grave Sin No. 14 and Other Stories (2015, terbit dalam tiga bahasa: Indonesia, Inggris, dan Jerman), Raden Mandasia Si Pencuri Daging Sapi (2016). Ia juga menerjemahkan dan menyunting karya penulis-penulis asing ke dalam bahasa Indonesia.
*Setiap konten yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Mengintip Jaringan Kereta Bawah Tanah Kota Moskow
Sebuah labirin raksasa berupa jaringan kereta menyesaki bawah tanah kota Moskow, Rusia. Saban hari delapan juta penumpang memenuhi 200 stasiun yang masing-masing mewakili sejarah panjang negeri beruang merah itu.
Foto: P. Anft
Delapan Juta Manusia di 200 Stasiun Kereta
Huruf M yang berpendar merah adalah simbol Metro, kereta bawah tanah kota Moskow. Jaringan yang membentang sepanjang ratusan kilometer di bawah tanah itu setiap harinya menampung lebih dari delapan juta penumpang.
Foto: P. Anft
Bunker Nuklir
Kereta bawah tanah Moskow yang disebut Metro tidak cuma menjamin kelancaran transportasi di tengah kota yang kian didera kemacetan, tetapi juga sering dijadikan tempat kongkow. Kendati berparas cantik dan berhias kerajinan tangan, stasiun-stasiun Moskow kebanyakan juga digunakan sebagai bunker untuk berlindung dari serangan udara atau bahkan serangan nuklir.
Foto: P. Anft
Garis Memakna Bentuk
Dua stasiun teranyar kota Moskow, dalam gambar Rumyanzevo, dibangun dengan desain yang terinspirasi pelukis Belanda Piet Mondrian. Ia dikenal sebagai pendiri gaya Neo Plastisisme yang mereduksi bahasa bentuk pada garis horizontal dan vertikal. Di stasiun ini gayanya itu diramu dengan menggunakan logam mengkilat dan batu yang dipoles.
Foto: P. Anft
Hutan Logam
Stasion Troparyovo juga mencolok berkat desainnya yang bernuansa modern. Instalasi berbentuk pohon yang terbuat dari logam ini dianggap salah satu obyek foto paling populer di Moskow.
Foto: P. Anft
Sederhana di 70an
Pun di masa-masa keruntuhan Uni Sovyet, Rusia tidak berhenti membangun stasiun kereta bawah tanah, kendati kebanyakan bersifat fungsional tanpa desain yang memadai. Stasiun Kusnezki Most ini dibangun tahun 1975 dan dibentuk dengan desain sederhana khas dekade 70an.
Foto: P. Anft
Jejak Stalin
Stasiun-stasiun terindah Moskow dibangun pada era Joseph Stalin. Kebanyakan mengandalkan ukiran bercat emas, mosaik-mosaik nan rumit dan lukisan tembok yang menggambarkan motiv-motiv komunisme, serdadu, petani dan buruh. Lantaran terletak berdekatan dengan Stasiun Utama Kiev di barat Moskow, lukisan di stasiun Kievskaya menampilkan adegan keseharian di Ukraina.
Foto: P. Anft
Sahabat Masa Lalu
Bagian lain stasiun Kievskaya dibentuk buat menghormati hubungan Rusia dan Ukraina. Beragam mosaik raksasa menampilkan peristiwa atau individu yang dianggap berperan menyatukan kedua negara. Stasiun ini selesai dibangun di awal era perang dingin, yakni pada dekade 1950an.
Foto: P. Anft
Warna Warni Kaca Patri
Stasiun Novoslobodskaya sering disebut stasiun yang paling digemari warga Moskow. Kecil dan tidak terlalu mewah seperti stasiun lain yang dibangun pada dekade 1950an, Novoslobodskaya tampil anggun dengan kaca patri berwarna warni layaknya di sebuah gereja. Stasiun ini mengalami restorasi total tahun 2003 silam.