1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Situasi di Myanmar Kembali Tegang

as25 September 2008

Walaupun rezim militer mengumumkan pembebasan 9000 tahanan, situasi di Myanmar tetap buruk. Bahkan jumlah tahanan politik dilaporkan semakin meningkat.

Para biksu Budha masih terus menggelar aksi protes di Yangun menentang rezim militer.Foto: AP


Tepat setahun setelah penumpasan berdarah gerakan perlawanan para biksu Budha di Myanmar yang disebut revolusi Safran, situasi di ibukota lama Yangun kembali tegang. Rezim militer mempertajam tindakan keamanan, walaupun diperkirakan tidak akan digelar lagi aksi demonstrasi besar-besaran. Di depan pagoda Sule di pusat kota Yangun serta di berbagai persimpangan jalan penting, ditempatkan kendaraan militer. Di seluruh pelosok kota aparat keamanan berpakaian sipil melakukan pengawasan. Hari Kamis (25/9) kemarin sebuah bom kecil meledak di sebuah halte bus didepan balaikota. Sedikitnya empat orang cedera.

Para pengritik rezim militer menilai, situasi politik di Myanmar yang dahulu bernama Birma itu semakin memburuk. Di ibukota Thailand, Bangkok para pembangkang yang tinggal di pengasingan menarik neraca kritis. Jumlah tahanan politik sejak bulan September tahun lalu bertambah 1.200 orang menjadi seluruhnya 2000 orang. Kata Bo Kyi pendiri perhimpunan dukungan bagi tahanan politik. Bulan Agustus lalu saja sedikitnya 39 aktivis ditangkap. Pengumuman pembebasan 9000 tahanan belum lama ini, hanyalah merupakan taktik rezim militer.

Pembangkang Myanmar di pengasingan Zaw Min mengungkapkan: “Saya tidak melihat perubahan, karena rezim terus melakukan apa yang mereka inginkan. Ini sangat menyedihkan, rakyat kalah di segala bidang. Saat ini saya tidak melihat masa depan positif bagi rakyat Birma.“


Setahun lalu, dengan dipimpin para biksu Budha ratusan ribu orang berdemonstrasi di jalanan. Mula-mula petugas keamanan bersikap menahan diri. Tapi pada tanggal 26 September 2007 militer mulai menembaki para demonstran dan biksu Budha yang menggelar aksi damai. PBB memperkirakan sedikitnya 30 orang tewas. Namun kelompok oposisi Myanmar menyebutkan jumlah korban tewas jauh lebih banyak. Ribuan aktivis anti rezim militer ditangkap, juga sejumlah biksu Budha ditahan. Ribuan warga melarikan diri ke negara-negara tetangga.


Walaupun begitu, Zaw Min memperkirakan, hingga pemilu yang dijadwalkan digelar tahun 2010 dapat kembali pecah aksi protes. Zaw Min mengatakan: “Semua ingin bebas, semua ingin demokrasi, hukum dan keadilan. Ini alamiah. Saya tidak tahu kapan, tapi saya yakin rakyat akan kembali turun ke jalanan, berjuang untuk demokrasi. Paling tidak sebelum pemilu tahun 2010.“


Sekjen PBB Ban Ki Moon hari Rabu lalu memuji pembebasan wartawan kritis U Win Tin. Aktivis berusia 79 tahun ini ditahan selama 19 tahun, dan dengan itu menjadi tahanan politik yang ditahan paling lama. Sekjen PBB mengimbau rezim militer Myanmar untuk membebaskan seluruh tahanan politik, dan segera memprakarsai proses rekonsiliasi nasional.