1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Skandal visa / Impor tekstil China

26 April 2005

Dua tema kami soroti dalam acara ini: Skandal visa yang melibatkan Menlu Jerman Joschka Fischer , dan impor tekstil China ke Eropa.

Menlu Joschka Fischer di depan komisi pengusut skandal visa
Menlu Joschka Fischer di depan komisi pengusut skandal visaFoto: AP

Prosedur pemberian visa yang dipermudah di kedutaan Jerman, terutama di kedutaan Jerman di negara-negara Eropa Timur, menimbulkan kehebohan di Jerman. Saking mudahnya mendapatkan visa turis untuk masuk ke Jerman, banyak warga Eropa Timur, terutama dari Ukraina, menyalahgunakan visa kunjungan tsb untuk bekerja sebagai pekerja gelap. Sementara banyak organisasi penyelundupan manusia memanfaatkannya untuk membawa perempuan-perempuan muda ke Jerman yang disalurkan ke bordil-bordil sebagai pekerja seks. Kasus tsb menghebohkan di Jerman, juga karena ada yang menganggap para pekerja gelap memgambil pekerjaan , sementara Jerman sendiri dilanda angka pengangguran yang tinggi. Karena kedutaan Jerman berada di bawah kementerian luar negeri, maka Menlu Joschka Fischer dianggap bertanggung jawab untuk praktik pemberian visa yang menghebohkan. Sejak kemarin digelar sidang komisi pengusutan skandal visa dengan menghadirkan Menlu Fischer sebagai saksi utama. Kesaksian menteri Fischer di depan komisi pengusutan mendapat sorotan pers tidak hanya di Jerman, tetapi juga di negara Eropa lainnya.

Harian Jerman Financial Times Deutschland yang terbit di Berlin dalam komentarnya menulis:

Joschka Fischer, seorang yang pandai berbicara, politisi yang berbakat, memberikan kesaksiannya dalam gaya berang, blak-blakan, diseling humor , berdasarkan strategi bahwa ia baru mengetahui permasalahannya setelah mempelajari berkas-berkas mengenainya. Dengan demikian gagal-lah strategi dari pihak oposisi yang hendak menuduh pemerintah sebagai otak praktik liberalisasi yang sembrono .

Sementara Hannoversche Allgemeine mengenai penampilan Fischer di depan komisi pengusutan berkomentar:

Menlu Fischer berkali-kali menegaskan, kesalahan tehnis dalam prosedur pemberian visa sementara ini telah diperbaiki. Kalau pun itu benar, pemerintahan koalisi SPD-Partai Hijau untuk sementara hanya dapat menarik nafas lega. Masalah yang lebih penting belum terjawab. Yakni sejauh mana terbukanya Jerman bagi warga asing , dapat diselaraskan dengan keinginan wajar rakyat akan keamanan di dalam negeri. Jawaban itu diharapkan datang dari kanselir .

Sementara sebagian besar harian Eropa berpendapat, Fischer tidak akan digulingkan , namun skandal itu mencoreng citranya , seperti yang ditulis oleh harian Rusia Nesawissimaja Gaseta yang terbit di Moskow:

Fischer tidak akan digulingkan. Kanselir yang dalam Pemilu 2006 hendak mencalonkan diri lagi bersama Partai Hijau tetap akan mendukung Fischer. Namun pengalaman menunjukkan, bahwa orang tidak dapat mengharapkan banyak dari komisi pengusutan parlemen. Tetapi di lain pihak, Fischer karena skandal itu dirusak citranya.

Harian Austria Der Standard berkesimpulan:

Menteri yang paling populer dalam kabinet Schröder tidak akan mengundurkan diri. Bila Fischer jatuh seluruh pemerintahan koalisi guncang. Meski Fischer tetap Menlu, kerugian politiknya besar. Menlu Fischer akan selalu diingat , sebagai orang yang membuka pintu bagi penyelundupan dan perdagangan manusia. Tetapi akhirnya rakyat yang akan menentukan, siapa yang bersalah.

Tema berikutnya: Sejak awal tahun ini kuota impor tesktil China ke Uni Eropa dihapuskan. Impor tekstil China ke Eropa meningkat drastis. Namun dibukanya perdagangan bebas untuk produk tekstil dari China juga ada sisi gelapnya. Timbul kepanikan, karena industri tekstil Eropa terancam gulung tikar.

Namun harian Perancis Libération memperingatkan terhadap kepanikan itu:

Tindakan proteksi tidak dapat membendung tsunami impor tekstil , seperti Tembok Besar China tidak dapat melindungi negara tsb dari invasi asing. Perkembangan China sebenarnya merupakan jaminan terbaik bagi perdamaian dan stabilitas di kawasan tsb, yang bermanfaat bagi semua. Siapa yang menolak kemeja made in China , juga tidak dapat menjual Airbus ke negara itu.

Harian Perancis lainnya La Liberté de l’Est mencatat:

Perancis tahun ini terancam kehilangan 7 ribu lapangan kerja. Apakah dari China dapat diharapkan kebijakan untuk membatasi dirinya sendiri? Ataukah UE harus mengambil tindakan proteksionisme? Untuk pilihan mana pun harus membayar harga yang mahal. Jadi alternatifnya terbatas.