Keinginan Jokowi jadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia harus dicermati dengan baik, berkaca pada kesetiaan marinir pada Soekarno. Simak analisa Aris Santoso berikut ini.
Iklan
Konsep Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia tampaknya benar-benar ingin diimplementasikan oleh Presiden Joko Widodo, salah satunya adalah memberikan kesempatan lebih pada perwira tinggi Korps Marinir (Marinir) untuk menempati posisi strategis dan vital.
Pada akhir Februari 2017 lalu, ada berita soal mutasi sejumlah perwira (tinggi) TNI. Mutasi kali perlu mendapat catatan khusus, mengingat perwira asal Kormar memperoleh promosi lebih besar. Misalnya untuk posisi Komandan Paspampres, baik pejabat lama maupun pejabat baru, sama-sama dari Marinir, yaitu dari Mayjen TNI (Mar) Bambang Suswantono kepada Brigjen TNI (Mar) Suhartono. Mayjen Bambang Suswantono akan kembali ke korps asal sebagai Komandan Kormar, sementara Brigjen Mar Suhartono sebelumnya adalah Komandan Pangkalan Utama AL XI di Merauke, Papua. Sementara Komandan Kormar yang lama, Mayjen (Mar) RM Trusono juga memperoleh promosi dalam posisi bintang tiga, sebagai Komandan Sesko TNI.
Pergantian Komandan Paspampres yang sama-sama berasal Marinir, juga pernah terjadi di masa pemerintahan Megawati (2001-2004), yakni dari Mayjen (Mar) Nono Sampono kepada Mayjen (Mar) Agung Widjajadi.
Jokowi dan (juga) Megawati terkesan sama-sama ingin mengikuti gaya Soekarno, yang memfavoritkan Korps Marinir. Gaya itu sebut saja sebagai "Skema Soekarno”, karena dulu Soekarno memposisikan Marinir sebagai penyeimbang Angkatan Darat, agar AD tidak terlalu dominan. Itu bisa dilihat pasca Soekarno jatuh, Marinir (dahulu KKO) tetap setia pada Soekarno. Sehingga posisi Marinir di masa awal Orde Baru sempat terpinggirkan.
Kasus Hartono dan Bom Cilandak
Kesetiaan Marinir pada figur Soekarno masih meninggalkan jejak, sampai jauh di kemudian hari, dan sebagian masih diingat publik. Salah satunya sebagaimana ditunjukkan figur Ali Sadikin, Gubernur Jakarta yang paling legendaris. Ali Sadikin adalah sesepuh Marinir yang sangat disegani, dan Ali Sadikin dengan sangat jelas lebih setia pada Soekarno ketimbang Soeharto. Argumentasi Ali saat itu adalah, karena yang melantiknya sebagai Gubernur adalah Soekarno, maka sudah sepatutnya dia tetap setia pada Soekarno.
Dua peristiwa lain yang bisa dijadikan petunjuk bahwa Marinir masih setia pada Soekarno adalah kasus tewasnya Mayjen (Mar) R Hartono (1971) dan bom Cilandak (Oktober 1984). Hartono adalah Komandan Kormar (d/h KKO) pada peralihan zaman, dari Orde Lama ke Orde Baru. Secara terbuka, Hartono masih menyatakan kesetiaannya pada Soekarno, meski secara perlahan kekuasaan sudah beralih pada Soeharto. Ini yang menjadikan Soeharto kurang nyaman. Hartono membayar sangat mahal atas kesetiaannya itu. Kesetiaan Hartono pada Soekarno hanya bisa dihentikan dengan cara melenyapkannya. Kasus tewasnya Hartono, sampai sekarang masih misteri.
Peristiwa kedua adalah meledaknya gudang amunisi milik Marinir di Cilandak, Jakarta Selatan, pada akhir Oktober 1984. Sama dengan kasus tewasnya Hartono, kasus bom Cilandak, juga menyisakan misteri sampai sekarang. Ada analisis yang menyebutkan, bahwa ini semacam peringatan dari Jenderal Benny Moerdani (Pangab saat itu), agar Marinir secara penuh setia pada Soeharto. Hubungan Soeharto dan Benny tahun 1984 itu masih terlihad solid, wajar bila Benny mem-back up penuh Soeharto
Bila dihubungkan dengan Indonesia hari ini, tampaknya Jokowi juga memiliki imajinasi, agar dia juga bisa seperti Soekarno, yang memperoleh kesetiaan penuh dari Marinir. Salah satu cara yang ditempuh Jokowi adalah dengan memberikan pos-pos strategis pada perwira asal Marinir. Komandan Kormar yang lama misalnya, Mayjen RM Trusono, dipromosikan sebagai Komandan Sesko TNI. Dengan begitu, RM Trusono tak lama lagi akan berpangkat Letjen (tiga bintang). Bagi seorang perwira Marinir, bisa menyandang pangkat tiga bintang adalah kehormatana yang luar biasa, dan itu jarang terjadi.
Mengapa? Dengan menyandang pangkat tiga bintang, itu artinya melampui pangkat tertinggi di korps asal, yang hanya sampai dua bintang, dalam hal ini posisi sebagai Komandan Korps Marinir.
Sejak masih taruna, perwira Marinir sudah sadar, bahwa pangkat tertinggi yang mungkin bisa diraih adalah dua bintang (mayjend), kalau pada akhirnya bisa lebih tinggi dari itu, merupakan anugerah yang luar biasa. Dan pihak yang memberi anugerah itu, sebut saja Jokowi, berhak memperoleh balasan setimpal dari Marinir.
Dua Wajah Tentara - NKRI di Bawah Bayang Militer
TNI banyak berjasa menyatukan Indonesia. Tapi kiprah mereka di tiga wilayah justru membuktikan sebaliknya. Pendekatan keamanan yang dianut mabes di Cilangkap justru mendorong separatisme dan mengancam keutuhan NKRI
Foto: AFP/Getty Images/Choo Youn Kong
Ancaman Terhadap NKRI?
Presiden Joko Widodo menjadi kepala negara pertama yang memahami perlunya perubahan di tubuh TNI. Ia memerintahkan pergeseran paradigma di Papua, "bukan lagi pendekatan keamanan represif, tetapi diganti pendekatan pembangunan dengan pendekatan kesejahteraan." Diyakini, kiprah TNI menjaga kesatuan RI justru banyak melahirkan gerakan separatisme.
Foto: Reuters/Beawiharta
Api di Tanah Bara
Sejak Penentuan Pendapat Rakyat 1969 yang banyak memicu keraguan, Papua berada dalam dekapan militer Indonesia. Sejak itu pula Jakarta menerapkan pendekatan keamanan buat memastikan provinsi di ufuk timur itu tetap menjadi bagian NKRI. Tapi keterlibatan TNI bukan tanpa dosa. Puluhan hingga ratusan kasus pelanggaran HAM dicatat hingga kini.
Foto: T. Eranius/AFP/Getty Images
Rasionalisasi Pembunuhan
Tudingan terberat ke arah mabes TNI di Cilangkap adalah rasionalisasi pembunuhan warga sipil di Papua. Theys Hiyo Eluay yang ditemukan mati tahun 2001 silam adalah salah satu korban. Pelakunya, anggota Komando Pasukan Khusus, mendapat hukuman ringan berkat campur tangan bekas Kepala Staf TNI, Ryamizad Ryacudu yang kini jadi Menteri Pertahanan. "Pembunuh Theys adalah pahlawan," katanya saat itu
Foto: Getty Images/AFP/T. Eranius
Merawat Konflik, Menjaga Kepentingan
Berulangkali aksi TNI memprovokasi konflik dan kerusuhan. Desember 2014 silam aparat keamanan menembak mati empat orang ketika warga Paniai mengamuk lantaran salah satu rekannya dipukuli hingga mati oleh TNI. Provokasi berupa pembunuhan juga dilakukan di beberapa daerah lain di Papua. Faktanya nasionalisme Papua berkembang pesat akibat tindakan represif TNI, seperti juga di Aceh dan Timor Leste
Foto: picture-alliance/dpa
Seroja Dipetik Paksa
Diperkirakan hingga 200.000 orang meninggal dunia dan hilang selama 24 tahun pendudukan Indonesia di Timor Leste. Sejak operasi Seroja 1975, Timor Leste secara praktis berada di bawah kekuasaan TNI, meski ada upaya kuat Suharto buat membangun pemerintahan sipil.
Foto: picture-alliance/dpa
Petaka di Santa Cruz
Kegagalan pemerintahan sipil Indonesia di Timor Leste berakibat fatal. Pada 12 November 1991, aksi demonstrasi mahasiswa menuntut referendum dan kemerdekaan dijawab dengan aksi brutal oleh aparat keamanan. Sebanyak 271 orang tewas, 382 terluka, dan 250 lainnya menghilang.
Foto: picture-alliance/dpa
Akhir Kegelapan
Sejak pembantaian tersebut Indonesia mulai dihujani tekanan internasional buat membebaskan Timor Leste. Australia yang tadinya mendukung pendudukan, berbalik mendesak kemerdekaan bekas koloni Portugal itu. PBB pun mulai menggodok opsi misi perdamaian. Akhirnya menyusul arus balik reformasi 1998, penduduk Timor Leste menggelar referendum kemerdekaan tahun 1999 yang didukung lebih dari 70% pemilih.
Foto: picture-alliance/dpa/Choo
Serambi Berdarah
Pendekatan serupa dianut TNI menyikapi kebangkitan nasionalisme Aceh, meski dengan akhir yang berbeda. Perang yang dilancarkan oleh Gerakan Aceh Merdeka, dijawab dengan teror terhadap pendukung dan simpatisan organisasi pimpinan Hasan Tiro itu. Namun berbagai aksi keji TNI justru memperkuat kebencian masyarakat Aceh terhadap pemerintah Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/O. Budhi
Daerah Operasi Militer
Dua kali Jakarta mendeklarasikan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer, antara 1990-1998 dan 2003-2004. Amnesty International mencatat, perang di Aceh sedikitnya menelan 15.000 korban jiwa, kebanyakan warga sipil. TNI dituding bertanggungjawab dalam banyak kasus pelanggaran HAM, antara lain penyiksaan dan pemerkosaan, tapi hingga kini tidak ada konsekuensi hukum.
Foto: picture-alliance/dpa/Saini
Alam Berbicara
Perang di Aceh berakhir dramatis. Di tengah eskalasi kekerasan pada masa darurat militer, bencana alam berupa gempa bumi dan Tsunami menghantam provinsi di ujung barat Indonesia itu. Lebih dari 100.000 penduduk tewas. Tidak lama kemudian semua pihak yang bertikai sepakat berdamai dengan menandatangani perjanjian di Helsinki, 2005.
Foto: AFP/Getty Images/Choo Youn Kong
10 foto1 | 10
Persaingan Lama
Kompetisi antara Marinir dan satuan TNI AD sudah menjadi cerita lama. Gesekan di lapangan antara personel Marinir dengan personel Kopassus atau Kostrad, sudah acapkali kita dengar. Termasuk kompetisi di tingkat kelembagaan, salah satunya persaingan laten antara satuan khusus Denjaka (Marinir) dan Satgultor 81 (Kopassus). Unsur pimpinan sangat menentukan dalam meredam gejolak ini, jangan sampai menimbulkan ekses negatif.
Bahkan sebenarnya persaingan itu sudah dikondisikan sejak masa pendidikan, saat mereka masih berstatus taruna. Di masa lalu, ketika hiburan dan kesenian pop belum semarak sekarang, penampilan drumb band taruna sangat dinanti-nanti masyarakat. Pada pertengahan tahun 1960-an, ada sedikit persaingan antara drum band taruna Akmil Magelang dan taruna AAL Surabaya.
Kebetulan penyelaras irama (drum band mayorete) taruna AAL, adalah taruna yang sangat tampan, yakni Sermatar (Sersan Mayor Taruna) Djoko Pramono (Marinir, AAL 1966), yang bila tampil selalu membuat remaja puteri menjadi histeris. Kemudian penyelaras irama taruna Akmil adalah Nurhana (CPM, Akmil 1965). Di kemudian hari Djoko Pramono berhasil menjadi Komandan Korps Marinir (1994-1996), sementara Nurhana terakhir menjadi Komandan Pomdam V/Brawijaya, dan pensiun dengan pangkat terakhir Kolonel CPM.
Satu pelajaran yang bisa kita petik adalah, bahwa hubungan antar korps pada dasarnya rentan konflik. Untuk itulah diperlukan kepemimpinan TNI yang kharismatik dan mengakar di bawah, agar potensi konflik antar satuan bisa diredam, kemudian diproses menjadi energi positif bagi peningkatan performa korps.
Penulis:
Aris Santoso, sejak lama dikenal sebagai pengamat militer, khususnya TNI AD. Kini bekerja sebagai editor paruh waktu.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Barakuda Sirip Pendek, Kapal Selam Teranyar Australia
Australia membeli 12 kapal selam baru senilai 36 milyar Dollar AS dari Perancis. Produsennya mengklaim kapal selam tersebut adalah mesin perang berpenggerak konvensional paling mematikan dalam sejarah. Inilah wujudnya.
Foto: picture-alliance/dpa/DCNS Group
Pembunuh Bersirip Pendek
Selama dua dasawarsa terakhir Australia menggunakan enam kapal selam kelas Collin bertenaga diesel buat mengamankan wilayahnya. Namun dalam waktu dekat kapal selam buatan dalam negeri itu harus dibesituakan dan diganti dengan jenis teranyar dengan balutan teknologi paling mutakhir saat ini. Hasilnya adalah Barakuda Sirip Pendek buatan Perancis.
Foto: picture-alliance/dpa/DCNS Group
Senyap di Bawah Air
Menurut produsennya, DCNS, Barakuda akan menjadi kapal selam bertenaga konvensional paling mematikan dalam sejarah. Karena digerakkan oleh mesin jet air, monster laut sepanjang 90 meter itu mampu bergerak dalam senyap dan mengungguli kapal selam berpenggerak baling-baling. Dalam situasi perang, tulis DCNS, mesin hydrojet lebih unggul ketimbang jenis lainnya.
Foto: picture-alliance/dpa/AAP/DCNS GROUP
Teknologi Perang
Barakuda juga akan dilengkapi dengan teknologi termutakhir navigasi suara buatan Thales Underwater System yang saat ini sudah digunakan militer Inggris. Perpaduan antara keunggulan akustik, sistem pendeteksi teranyar dan kemampuan Barakuda menerima update untuk teknologi masa depan membuat Australia menjatuhkan pilihan pada produk buatan Perancis ini.
Foto: picture-alliance/dpa/AAP/DCNS GROUP
Beragam Misi, Satu Barakuda
Menurut DCNS, Barakuda dilengkapi dengan sistem pelontar torpedo yang juga mampu menembakkan peluru kendali jelajah dan menjangkau target pada jarak lebih dari 1.000 kilometer. Misi kapal selam itu mencakup misi anti kapal selam dan kapal perang, serangan darat, pengumpulan data intelijen, manajemen krisis dan operasi khusus.
Foto: picture-alliance/dpa/DCNS Group
Hujan Duit dari Canberra
Saat ini Barakuda baru digunakan oleh angkatan laut Perancis. Namun berbeda dengan Australia, Perancis memilih jenis kapal selam yang digerakkan oleh tenaga nuklir. Pemerintah Australia berencana akan melengkapi setiap unit dengan sistem persenjataan senilai 1,5 milyar Dollar AS yang diproduksi oleh Lockheed Martin.
Foto: Reuters/DCNS
Galangan Baru di Adelaide
Menurut perjanjian, DCNS akan mendapat waktu selama 30 tahun untuk memproduksi 12 unit Barakuda. Perusahaan yang sebagian sahamnya dimiliki negara itu juga diwajibkan membangun galangan kapal di Adelaide untuk mempercepat proses produksi. Selain itu pemerintah di Canberra meminta agar sistem elektronik dan piranti lunak dibuat oleh perusahaan Amerika Serikat.
Foto: picture-alliance/AP Images/T. Camus
Struktur Rumit
Namun lantaran desainnya, produksi Barakuda diyakini tidak akan sesederhana seperti yang dibayangkan. Sebagai perbandingan, satu unit Barakuda terdiri atas 350.000 komponen, sementara pesawat raksasa Airbus A380 cuma terdiri atas 100.000 komponen.