Soal Kisruh Mutasi Pejabat, Kemendagri Harus Tegur Pemda DKI
17 Juli 2018
Pemprov DKI menyalahi aturan saat perombakan pejabat tinggi, kata pakar hukum tata negara Bivitri Susanti. Kepada DW, ia mendukung gugatan di Komisi Apartus Sipil Negara dan mendesak Kemendagri melayangkan surat teguran
Iklan
Perombakan di jajaran pejabat tinggi Pemda DKI menempatkan Gubernur Anies Baswedan dalam posisi pelik. Para pejabat yang dilengserkan mengadukan nasibnya kepada . Mereka menudug Pemerintah Provinsi DKI telah melanggar Undang-undang lantaran kesalahan prosedur.
Kepada DW pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, mengakui bahwa konstitusi berpihak pada para penggugat. Ia juga mendukung langkah hukum melalui KASN agar proses perombakan yang dituding tidak profesional dan menyalahi prosedur itu tidak lagi terjadi di kemudian hari. Berikut kutipannya:
DW: Sejumlah pejabat teras Pemda DKI Jakarta menuding pemerintah provinsi melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil saat memutasi jabatan mereka. Apakah tuduhan tersebut benar?
Bivitri Susanti: Kalau pertanyaannya apakah proses pemecatan yang terjadi baru-baru ini melanggar, menurut saya memang benar. Karena dalam PP tersebut diatur dengan sangat rinci bilamana seoarang PNS melanggar kewajiban atau ketentuan tertentu, ada tahapan yang sangat rinci, mulai dari sanksi ringan, sedang atau sanksi berat. Nah yang berat inilah yang sampai pada pemberhentian. Jadi kalau dikatakan ada pelanggaran, saya kira iya. Karena alasan pemberhentian harus sangat rinci dan semua itu harus ditempuh dengan cara yang patut dalam arti, ada pemberitahuan dulu, ada prosedur dan dilakukan secara tertulis. Jadi kalau ada pemberhentian melalui pesan pendek yang tidak resmi dan kurang jelas, ini jelas melanggar PP tersebut.
Apa yang biasanya menjadi alasan Pemprov DKI melakukan perombakan, apakah terkait kinerja, usia pensiun atau lantaran alasan politis?
Siapa Yang Masuk Bursa Cawapres 2019?
Bursa calon wakil presiden memanas kurang dari setahun menjelang Pilpres 2019. Sejumlah nama besar saat ini diisukan bakal menemani dua calon terkuat, Prabowo Subianto dan Joko Widodo. Siapa saja?
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Mahfud MD
Dari sekian banyak nama yang santer diisukan bakal mendampingi Joko Widodo pada Pilpres 2019, Mahfud MD termasuk yang paling berpotensi terpilih. Selain tidak berasal dari salah satu partai koalisi, ia juga memiliki reputasi tak tercela di kalangan pemilih muslim. Mahfud yang pernah aktif di Mahkamah Konstitusi dipercaya bisa membantu pemerintahan Jokowi mengawal penegakan hukum di Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
Muhaimin Iskandar
Sejauh ini Cak Imin adalah satu-satunya pemimpin partai yang terang-terangan mendeklarasikan ambisinya merebut kursi cawapres. Kepada Jokowi atau Prabowo politisi Partai Kebangkitan Bangsa ini menawarkan dukungan kaum muslim NU yang berjumlah mayoritas di Jawa Tengah dan Timur. Meski mendukung Jokowi, Muhaimin juga dikabarkan bermain mata dengan Prabowo untuk dipasangkan dalam Pilpres 2019
Foto: picture-alliance/Pacific Press/A. Ally
Airlangga Hartarto
Serupa Cak Imin, Airlangga Hartarto didaulat sebagai cawapres pendamping Jokowi oleh partainya sendiri, yakni Golkar. Kendati begitu peluang milik putra bekas menteri perindustrian di era Orde Baru, Hartarto Sastrosoenarto, ini diyakini tidak besar. Golkar pun sudah mengumumkan bakal tetap mendukung pemerintahan Joko Widodo, dengan atau tanpa Airlangga Hartarto sebagai pendampingnya.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Indahono
Sri Mulyani
Adalah kinerja dan reputasinya yang menempatkan Sri Mulyani dalam bursa calon wakil presiden. Namanya dikabarkan terjaring dalam daftar bakal cawapres versi PDI-P bersama Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiatsuti. Namun Sri mengaku tidak berambisi menduduki jabatan wakil presiden. Ia hanya berharap kembali dipercaya menggawangi Kementerian Keuangan.
Foto: picture-alliance/AA/S. Corum
TGB Zainul Majdi
TGB banyak mendapat sorotan usai mendeklarasikan dukungannya kepada Joko Widodo pasca Pilkada 2018. Klaim tersebut sontak mengundang kritik dari Partai Demokrat yang menaunginya. TGB masuk dalam bursa cawapres lantaran kedekatannya dengan pemilih muslim. Selain merupakan cucu KH. Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, pendiri Nahdlatul Wathan, Gubernur NTB ini juga berasal dari kalangan cendikia Islam.
Foto: Gemeinfrei
Anies Baswedan
Nama Anies Baswedan adalah yang paling panas dibahas dalam bursa cawapres untuk Prabowo Subianto. Keberhasilannya menumbangkan Basuki Tjahaja Purnama dalam Pilkada DKI 2017 dianggap sebagai pencapaian politik yang sekaligus menempatkan namanya untuk menduduki salah satu jabatan tertinggi di tanah air. Anies bahkan digadang-gadang bakal maju sebagai calon presiden, meski tanpa dukungan Gerindra.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
Agus Harimurti Yudhoyono
Sejak Pilkada DKI 2017 hingga kini Agus Harimurti Yudhoyono (ki.) sudah bergerilya mencari suara. Ambisi sang ayah, Susilo Bambang Yudhoyono, menempatkan putranya di jabatan tertinggi di dalam negeri membuat Partai Demokrat sibuk mencari rekan koalisi untuk Pilpres 2019. Jika koalisi Gerindra-Demokrat menjadi kenyataan, duet Prabowo dan AHY diyakini bakal menajdi kenyataan.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
Ahmad Heryawan
Saat ini Ahmad Heryawan sedang mencari pekerjaan baru setelah lengser dari jabatannya sebagai gubernur Jawa Barat. Sebagai politisi PKS, Aher membawa banyak keuntungan pada Prabowo Subianto: Dukungan pemilih muslim, mesin partai yang efektif dan pengalaman birokrasi. Selain Anies, Aher adalah nama yang paling santer diisukan bakal mendampingi Prabowo. rzn/hp (detik, kompas, tirto.id, katadata)
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
8 foto1 | 8
Kalau mengenai alasan, tentunya bisa saja ada ketidakcocokan antara atasan dan bawahan. Kemudian pasal-pasalnya bisa dicari celahnya. Memang kata-katanya kan misalnya karena 'tidak lagi sejalan dengan pemerintahan dan seterusnya.' Tapi alasan ini tetap harus punya dasar yang jelas. Nah yang jadi masalah adalah tanpa adanya surat peringatan yang jelas dan disampaikan secara langsung dengan prosedur yang patut, alasan ini menjadi mengada-ada karena prosedurnya tidak formal. Bahwa mungkin saja ada alasan politis, ya kita tidak bisa naif ya. Biasanya ini terjadi kalau misalnya antara gubernur dan bawahannya ada ketidaksamaan visi. Tapi sekali lagi prosedurnya harusnya lebih formal.
Apakah pemberhentian melalui pesan pendek* lumrah dilakukan di pemerintahan?
Pemberhentian lewat pesan pendek sama sekali tidak lumrah dilakukan di pemerintahan. Kasusnya yang saya ketahui sangat jarang, belum pernah saya kira ada yang masuk ke ranah hukum. Saya kira kita harus mencegah jangan sampai ini menjadi hal yang lumrah. Karena kita sedang membangun birokrasi yang lebih profesional dan melayani publik secara transparan. Dengan memberhentikan seseorang lewat pesan pendek, ini menjadi contoh praktek yang sangat buruk. Saya kira sebab itu harus digugat. Saya setuju betul jika ada yang ingin mengguat dan hak itu diatur juga dalam PP 53/2010, kalau ada keberatan ada mekanismenya. Jadi gunanya saya kira tidak hanya untuk nasib mereka, tetapi juga untuk sistem. Kalau hal-hal ini dibiarkan saja, tidak dilawan atau disebarluaskan ke masyarakat, maka tidak ada pemeliharaan sistem. Dan dalam hal edukasi publik, lama-lama orang akan mengaggap ini sebagai hal yang lumrah dan itu berbahaya.
* Gubernur Anies Baswedan telah membantah memecat pejabatnya lewat pesan pendek. Ia mengaku telah menelpon semua wali kota satu per satu untuk memberitahukan kabar pemecatan.
100 Hari Anies-Sandi: Mana Janji dan Mana Kenyataan
16 Oktober 2017, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno dilantik duduki kursi DKI 1 dan 2. Cek realisasi janji kedua pasangan tersebut yang sempat terlontar di masa kampanye.
Foto: Reuters/Beawiharta
23 janji dan 473 kegiatan
Pasangan Anies-Sandi memiliki 23 janji kampanye yang dibagi ke dalam 154 program dan dirinci menjadi 473 kegiatan. Beberapa janji kampanye yang dikebut peresmiannya menjelang 100 hari adalah program rumah murah dan peluncuran OK Otrip. Sebelum dilantik, Anies-Sandi merilis program 100 hari kerja mereka di situs Jakarta Maju Bersama.
Foto: Reuters/Beawiharta
Rumah DP 0 persen
Kritik menyebutkan bahwa janji Anies-Sandi untuk menyediakan rumah tapak murah akan sulit terealisasi dan melanggar aturan. Namun 19 Januari lalu, Anies meresmikan peletakan batu pertama rumah susun di Jakarta Timur. Nantinya akan tersedia 703 hunian seharga 185 juta- 320 juta Rupiah. Namun, rincian aturan cicilan rumah khusus warga ber-KTP DKI itu baru akan dirumuskan April mendatang.
Foto: Reuters/M. Agung Rajasa
Oke kah Si OK OCE?
Jargon OK OCE yang melekat dengan Sandiaga telah menggandeng pedagang kecil yang tergabung dalam komunitas OK OCE Melawai 16, Akademi dan Masjid. Dulu Sandiaga berjanji program kewirausahan ini tak akan sentuh APBD. Namun, nyatanya ada dana 82 miliar Rupiah mengucur dari kas daerah untuk biayai pelatihan di 44 kecamatan. Anggota DPRD DKI mengkritik pelatihan OK OCE hanya berisi "cuap-cuap“ semata.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
OK Otrip
One Karcis One Trip, janji Anies-Sandi untuk memastikan transportasi umum yang terintegrasi melalui pembayaran uang elektronik. Uji coba program yang dimulai 15 Januari memungkinkan warga menggunakan sejumlah moda selama 3 jam dengan ongkos lima ribu rupiah. Uji coba sempat berakhir bentrok, karena rute kendaraan umum yang bersinggungan. Para sopir juga menilai sosialisasi OK Otrip belum maksimal.
Foto: Getty Images/AFP/J. Samad
Menata ulang Tanah Abang
Sejak 22 Desember 2017, Pemprov DKI menutup dua ruas jalan di depan stasiun Tanah Abang demi mengakomodasi 400 PKL. Selain memberi tenda gratis, iuran retribusi juga tidak dikutip, dengan syarat pukul 18.00, PKL harus membongkar tenda mereka agar kendaraan dapat melintas. Pemprov DKI mengklaim kemacetan berkurang 52 persen dan 3.200 lapangan pekerjaan terbuka di Tanah Abang akibat penataan itu.
Foto: Reuters/Beawiharta
Menutup Alexis
Menutup hotel Alexis adalah janji Anies saat kampanye. Akhir Oktober lalu, Pemprov DKI mengklaim tidak memperpanjang izin usaha Alexis karena banyaknya keluhan masyarakat terkait praktik prostitusi. Selama ini, sumber pendapatan pajak dari hotel itu mencapai 30 miliar Rupiah/tahun. Anies beralasan selain tempat hiburan, DKI memiliki sektor pendapatan lainnya seperti PBB dan retribusi.
Foto: picture-alliance/dpa/Ann/The Jakarta Post
6 foto1 | 6
Sejauh apa kisruh ini bisa berdampak pada kinerja Pemprov DKI Jakarta?
Saya kira sebenarnya tidak signifikan. Karena prosedurnya betul-betul birokratis, ada badan tersendiri yang mengurusi itu, kemudian ada proses klarifikasi dan lain sebagainya. Dan kalau misalnya masih tidak puas, nanti surat keputusan pemberhentiannya bisa dilawan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Biasanya yang melakukan tugas itu secara teknis adalah biro hukum. Tapi memang secara politis saya cukup yakin seandainya hal ini dibawa oleh anggota DPRD yang sebagian kritis, akan mempengaruhi juga. Karena kemarin juga sudah dibawa ke rapat di DPRD. Tapi dugaan saya tidak akan terlalu signifikan, kecuali misalnya ada kampanye yang lebih masif untuk mencegah agar hal ini tidak menjadi kebiasaan yang didiamkan saja.
Apa skenario terburuk yang bisa menimpa Pemda DKI dalam kasus ini?
Terus terang saya belum bisa melihat sesuatu yang sangat buruk. Tetapi kalau memang ada kelompok-kelompok yang ingin mempersoalkan hal ini, secara peraturan Perundang-undangan, gubernur bisa saja dilengserkan melalui interpelasi dan pernyataan pendapat berupa ketidakpercayaan kepada gubernur, kemudian diproses lagi secara administrasi dan dijatuhkan. Tapi saya kira ini tahap yang sangat jauh. Saya saat ini belum bisa melihat indikasi yang kuat ke arah sana. Tapi bahwa kasus ini dibesarkan dan adanya perlawanan dari orang-orang yang dipecat secara tidak patut, saya kira perlu didukung dan disebarluaskan. Kalau perlu Kementerian Dalam Negeri juga harus memberikan teguran kepada gubernur, bilamana sudah diklarifikasi.
+ + +
Bivtri Susanti adalah pakar hukum tata negara dan salah satu pelopor pendirian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK). Saat ini, ia sedang dalam tahap menyelesaikan pendidikan doktoral di University of Washington School of Law, Seattle, Amerika Serikat. Sebelumnya, ia mendapat gelar master (LLM in Law and Development) dari University of Warwick pada 2002, United Kingdom, dengan beasiswa dari British Chevening Award.
Wawancara oleh Rizki Nugraha
Siapa Calon Pemimpin Indonesia?
Hasil survey Saiful Mujani Research Centre belum banyak mengubah peta elektabilitas tokoh politik di Indonesia. Siapa saja yang berpeluang maju ke pemilu kepresidenan 2019.
Foto: Imago/Zumapress
1. Joko Widodo
Presiden Joko Widodo kokoh bertengger di puncak elektabilitas dengan 38,9% suara. Popularitas presiden saat ini "cendrung meningkat," kata Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan.
Foto: Reuters/Beawiharta
2. Prabowo Subianto
Untuk sosok yang sering absen dari kancah politik praktis pasca pemilu, nama Prabowo masih mampu menarik minat pemilih. Sebanyak 12% responden mengaku akan memilih mantan Pangkostrad itu sebagai presiden RI.
Foto: Reuters
3. Anies Baswedan
Selain Jokowi dan Prabowo, nama-nama lain yang muncul dalam survey belum mendapat banyak dukungan. Gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan, misalnya hanya mendapat 0,9%.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Agung Rajasa
4. Basuki Tjahaja Purnama
Nasib serupa dialami bekas Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama. Sosok yang kini mendekam di penjara lantaran kasus penistaan agama itu memperoleh 0,8% suara. Jumlah yang sama juga didapat Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Foto: Getty Images/T. Syuflana
5. Hary Tanoesoedibjo
Pemilik grup MNC ini mengubah haluan politiknya setelah terbelit kasus hukum berupa dugaan ancaman terhadap Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto. Hary yang tadinya beroposisi, tiba-tiba merapat ke kubu Presiden Joko Widodo. Saat inielektabilitasnya bertengger di kisaran 0,6%
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Ibrahim
6. Agus Yudhoyono
Meski diusung sebagai calon pemimpin Indonesia masa depan, saat ini popularitas Agus Yudhoyono masih kalah dibanding ayahnya Soesilo Bambang Yudhoyono yang memperpoleh 1,9% suara. Agus yang mengorbankan karir di TNI demi berpolitik hanya mendapat 0,3% dukungan.
Foto: Getty Images/AFP/M. Naamani
7. Gatot Nurmantyo
Jumlah serupa didapat Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang belakangan terkesan berusaha membangun basis dukungan. Nurmantyo hanya mendapat 0,3%. Meski begitu tingkat elektabilitas tokoh-tokoh ini akan banyak berubah jika bursa pencalonan sudah mulai dibuka, klaim SMRC.