"Soekarno Yakin Pancasila Adalah Masa Depan Indonesia"
21 Juni 2016
Bagi mahasiswa Jerman yang mengambil jurusan studi Indonesia/Asia Tenggara, nama Bernhard Dahm bukan nama asing. Editor DW Hendra Pasuhuk berbicara dengan peneliti senior berusia 84 tahun ini tentang toleransi.
Iklan
Profesor Bernhard Dahm sudah mengkuti perkembangan Indonesia sejak tahun 1960an. Dia mewawancarai Presiden Soekarno, juga setelah peristiwa pembantaian anti komunis 1965-1966 dan ketika Soekarno keluar istana dan digantikan oleh Jendral Suharto. Dia kemudian melakukan penelitian tentang masalah identitas, adat dan budaya pada berbagai kelompok etnis di Indonesia.
Bukunya Sukarnos Kampf um Indonesiens Unabhängigkeit, yang merupakan bahan disertasinya, terbit tahun 1966 dan hingga kini menjadi buku standar bagi mahasiswa Jerman yang mengambil jurusan studi Indonesia/Asia Tenggara. Tahun 1987 buku ini diterbitkan dalam bahasa Indonesia oleh LP3ES dengan judul: Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan.
Bukunya yang lain: Indonesien. Geschichte eines Entwicklungslandes 1945–1971 (Indonesia, Sejarah Sebuah Negara Berkembang 1945-1971) menerangkan perkembangan politik dan budaya yang terjadi sampai pergantian kekuasaan dari apa yang disebut Orde Lama ke era Orde Baru. Tahun 1984, Dahm menjadi Guru Besar dan Dekan Jurusan Studi Kawasan Asia Tenggara di Universitas Passau sampai memasuki masa pensiun 1997.
Bernhard Dahm yakin bahwa Indonesia tetap akan menjadi masyarakat yang pluralistis. Berbagai kekalutan politik saat ini dilihatnya sebagai proses pencarian di masa transisi. Seperti juga Soekarno, dia percaya bahwa Pancasila dan gagasan NASAKOM adalah jalan tengah yang bisa menjadi landasan kuat bagi Indonesia menghadapi berbagai tantangan globalisasi. Dahm menerjemahkan NASAKOM sebagai nasionalisme, agama dan sosialisme, yang pada jaman Soekarno memang disuarakan dengan lantang oleh gerakan komunisme.
Peneliti yang kini berusia 84 tahun itu menjawab pertanyaan seputar perkembangan Indonesia yang diajukan DW (Hendra Pasuhuk). Berikut petikan wawancaranya:
Ganyang Malaysia: Manuver Terakhir Sukarno
Konfrontasi dengan Malaysia menandai tahun-tahun terakhir kekuasaan Sukarno. Berbekal dukungan Uni Sovyet dan Cina, sang pemimpin besar akhirnya memulai kampanye ganyang Malaysia yang berakhir pahit buat Indonesia.
Foto: gemeinfrei
Manuver Politik Berbuah Isolasi
"Soal pengganyangan Malaysia adalah soal nasional," teriak Sukarno saat berpidato membela politik konfrontasinya pada 1964. Setahun sebelumnya dia menentang niat Inggris membentuk negara federal Malaysia yang menggabungkan Serawak. Sebagian menulis Sukarno ingin mengalihkan publik dari kisruh politik dalam negeri. Akibat konflk Malaysia, Indonesia semakin terisolasi dari dunia internasional
Foto: picture-alliance/dpa
Krisis Diplomasi Disambut Amuk Massa
Setelah Malaysia terbentuk September 1963, Indonesia langsung memutuskan hubungan diplomatik. Beberapa hari kemudian massa merusak gedung Kedutaan Besar Inggris dan Singapura. Sebagai reaksi, pemerintah Malaysia menangkapi agen rahasia Indonesia. Ribuan penduduk juga berunjuk rasa di depan kedutaan besar Indonesia di Kuala Lumpur.
Foto: gemeinfrei
Perang Kecil demi Gagasan Besar
Sukarno pun memerintahkan RPKAD buat menyusup ke Serawak buat membina sukarelawan lokal. TNI juga mendukung upaya kudeta di Brunei Darussalam dengan mendidik 4000 milisi bersenjata. Akibatnya Inggris yang saat itu masih memiliki pangkalan tempur di Singapura mengirimkan pasukannya ke Kalimantan Utara.
Foto: gemeinfrei
Menyusup dan Takluk
TNI berulangkali menggelar operasi penyusupan dengan mengirimkan sukarelawan dan serdadu ke utara Kalimantan. Pada September 1964, militer Indonesia bahkan menerjunkan pasukan gerak cepat ke semenanjung Malaysia. Dari 96 pasukan terjun payung, 90 di antaranya berhasil ditangkap atau dibunuh oleh serdadu Malaysia dan Inggris.
Foto: gemeinfrei
Kalimantan Berdarah
Militer Inggris tidak cuma membantu pembentukan angkatan bersenjata Malaysia, melainkan juga mendidik anggota suku-suku lokal buat bertempur melawan penyusup Indonesia di utara Kalimantan. Tapi menyusul sikap keras Jakarta yang bersikukuh menyusupkan milisi bersenjata ke Malaysia, Inggris kemudian menggelar kampanye militer yang disebut Operasi Claret.
Foto: gemeinfrei
Operasi Claret
Dalam operasi tersebut Inggris dan Malaysia memindahkan garis pertahanan ke wilayah Indonesia buat menghadang penyusup. Karena kehawatir menyulut perang terbuka dengan Indonesia, Inggris melaksanakan operasi secara terbatas dan sangat rahasia. Kampanye militer ini berlangsung antara 1964 hingga 1966.
Foto: gemeinfrei
Berakhir di Era Suharto
Politik Ganyang Malaysia berakhir setelah kekuasaan Sukarno dilucuti setelah peristiwa G30SPKI. Suharto yang kemudian berkuasa tidak berniat melanjutkan kebijakan pendahulunya itu. Walhasil penguasa baru Indonesia menggelar berbagai perundingan rahasia yang berujung pada kesepakatan damai Agustus 1966. Sebanyak 590 tentara Indonesia tewas, sementara di pihak Inggris tercatat 114 serdadu.
Foto: DW
7 foto1 | 7
DW: Sejak tahun 1960an Anda meneliti tentang Indonesia, dan belakangan lebih banyak tentang kawasan Asia Tenggara. Kalau ingin menyimpulkan perkembangan politik dan budaya di Indonesia secara singkat dari 1945 hingga kini, bagaimana Anda akan menggambarkannya?
Bernhard Dahm: Sejarah modern Indonesia bisa dirangkum dengan dua nama: Soekarno dan Pancasila. Indonesia terdiri dari ribuan pulau, ratusan bahasa dan begitu banyak budaya lokal yang terkandung dalam adat. Pancasila adalah gagasan yang bisa menyatukan bangsa-bangsa di Indonesia, dengan motto utamanya: Bhinneka Tunggal Ika. Pada prinsipnya, Pancasila adalah gagasan tentang toleransi dan keadilan sosial.
Soekarno dan para pemikir lain ketika itu mencari formula yang bisa menjadi falsafah kebangsaan, katakanlah sebagai motor utama nation building. Lalu Soekarno memperkenalkan konsep Pancasila. Jangan lupa, gagasan para pendiri Republik Indonesia ketika itu tidak hanya berkaitan dengan negaranya.
Kita harus ingat, tugas kemerdekaan Indonesia bukan hanya ditujukan untuk memerdekaan rakyatnya dari penjajahan Belanda, melainkan memerdekakan seluruh bangsa-bangsa yang terjajah dari kolonialisme dan imperialisme, membebaskan manusia dari eksploitasi. Jadi Soekarno dan rekan-rekannya mencari gagasan yang bisa berlaku universal.
Gagasan toleransi Pancasila bisa dibilang cukup berhasil saat itu. Tahun 1955, Indonesia yang baru sepuluh tahun merdeka menggelar konferensi Asia Afrika. Gagasan Pancasila ketika itu diakui dan bahkan diadopsi oleh gerakan Asia Afrika.
Dan Soekarno juga membawa Pancasila ke PBB..
Tahun 1960, Soekarno memperkenalkan konsep Pancasila kepada dunia dalam pidatonya yang terkenal di hadapan Sidang Umum PBB di New York. Judulnya: To Build The World a New. Dia menawarkan prinsip toleransi Pancasila diterapkan bagi perdamaian dunia, yang ketika itu sedang terpecah antara blok Barat dan blok Timur. Soekarno menawarkan sebuah konsep tata dunia yang baru.
Republik di Ujung Bedil Kolonialisme
Negara ini lahir dari perjuangan dan pengorbanan. Menjelang akhir perang pun Indonesia bahkan masih menghadapi serbuan sekutu. Simak perjalanan panjang nusantara hingga merengkuh kedaulatannya.
Foto: public domain
Dari Portugis ke VOC
Awal abad ke 16 Portugis memasuki nusantara, berdagang dan mencoba menguasainya. Rakyat di beberapa wilayah melakukan perlawanan. Awal abad ke-17 giliran perusahaan Belanda, VOC yang mencari peruntungan di nusantara. Nusantarapun jatuh ke tangan Belanda, sempat direbutkan Perancis dan Inggris, lalu kembali dalam genggaman negeri kincir angin itu.
Foto: public domain
Pecah belah dan jajahlah
Untuk menguasai nusantara, Belanda memanfaatkan persaingan di antara kerajaan-kerajaan kecil. Berbagai pertempuran terjadi di bumi nusantara. Di Jawa, Perang Diponegoro (1825-1830) menjadi salah satu pertempuran terbesar yang pernah dialami Belanda selama pendudukannya di bumi Nusantara. Jendral de Kock memanfaatkan suku-suku lain berusaha menaklukan Jawa di bawah pimpinan Pangeran Diponegoro.
Foto: public domain
Pengorbanan darah dan nyawa
Wilayah-wilayah di luar Jawa pun tak ketinggalan mengalami berbagai pertempuran sengit. Salah satunya pertempuran di Bali tahun 1846 yang tergambar dalam lukisan ini, dimana Belanda mengerahkan batalyonnya dalam upaya menaklukan pulau Dewata tersebut.
Foto: public domain
Bersatu melawan penjajahan
Perhimpoenan Peladjar-Peladjar Indonesia didirikan September 1926 oleh para mahasiswa. Organisasi ini bermaksud untuk menyatukan organisasi –organisasi pemuda yang tadinya terpecah-pecah dan dari berbagai perguruan tinggi seperti Stovia dan THS dan RHS. Perhimbunan besar ini memiliki pemikiran bahwa persatuan Indonesia merupakan senjata paling ampuh dalam melawan penjajahan.
Foto: public domain
Dijajah saudara tua
Dalam perang dunia ke-2, Jepang memerangi Tiongkok dan mulai menaklukan Asia Tenggara, termasuk Indonesia tahun 1941. Peperangan juga terjadi di berbagai belahan dunia. Ketika Jepang kalah dalam PD II, tokoh nasional merencanakan kemerdekaan Indonesia.
Foto: Imago
Teks bersejarah bagi bangsa Indonesia
Teks Proklamasi dipersiapkan. Dirumuskan oleh Tadashi Maeda, Mohammad Hatta, Soekarno, dan Achmad Soebardjo, dll. Teks tersebut digubah oleh Mohammad Hatta dan RM. Achmad Soebardjo Djodjodisoerjo dan ditulis tangan oleh Soekarno. Teks Proklamasi yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan naskah "Proklamasi Otentik", diketik Sayuti Melik.
Foto: public domain
Proklamasi di Pegangsaan
Dengan didampingi Drs. Mohammad Hatta, Ir. Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945. Pembacaan naskah proklamasi dilakukan di Jalan Pegangsaan Timur no 56. Jakarta, pada pukul 10.00 pagi.
Foto: public domain
Sang Saka Merah Putih berkibar
Sesaat setelah teks proklamasi diumumkan, bendera Sang Saka Merah Putih pun di kibarkan di halaman Pegangsaan Timur 56. Bendera bersejarah ini dijahit oleh istri Bung Karno, Fatmawati Soekarno. Kini tiap tanggal 17 Agustus, bendera Merah Putih berkibar dan menjadi bagian dari peringatan detik-detik kemerdekaanj Indonesia.
Foto: public domain
Dari Sabang sampai Merauke
Perang terus berkobar. 10 November 1945 di Surabaya, rakyat melawan sekutu. Di penghujung tahun yang sama, sekutu menyerbu Medan. Hampir semua wilayah Sumatera, berperang melawan Jepang, sekutu dan Belanda. Mulai dari Sulawesi, Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, hingga Papua, para pejuang mengorbankan nyawa demi mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan.
Foto: picture alliance/Everett Collection
Perjanjian Renville
Peperangan terus berkobar di berbagai wilayah di tanah air. berbagai diplomasi digelar. Perjanjian Renville disepakati Januari 1948, di atas kapal Amerika, USS Renville yang berlabuh di Tanjung Priok. Indonesia diwakili PM. Amir Syarifuddin. Saat itu, dissetujui garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dengan wilayah pendudukan Belanda.
Foto: en.wikipedia.org/Indonesia/Public Domain
Penyerahan kedaulatan
Tak semua mematuhi perjanjian Renville. Perlawanan terhadap Belanda terus berlanjut. Politik Indonesia terus bergejolak. usaha Belanda meredam kemerdekaan Indonesia dikecam masyarakat internasional. Akhirnya penyerahan kedaulatan Indonesia dtandatangani di Belanda, tanggal 27 Desember 1949. Tampak pada gambar, Ratu Belanda, Juliana tengah menandatangani dokumen tersebut.
Foto: public domain
Peta Hindia Belanda dan sekitarnya
Peta Pinkerton untuk Hindia Timur: Mencakup dari Burma selatan ke Jawa, dari Andaman ke Filipina & New Guinea. Peta ini mencatat kota-kota, rawa-rawa, pegunungan, dan sistem sungai. Digambar oleh L. Herbert dan digravir oleh Samuel Neele di bawah arahan John Pinkerton. Sumber gambar: Pinkerton’s Modern Atlas, yang diterbitkan oleh Thomas Dobson & Co di Philadelphia pada tahun 1818.
Foto: public domain
Mencari makna kemerdekaan
Kini lebih dari 70 tahun merdeka, Indonesia memasuki tantangan baru: Memerdekaan diri dari berbagai belenggu penjajahan atas hak asasi manusia,pola pikir dan berekspresi serta memperjuangkan demokrasi.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Husni
13 foto1 | 13
Soekarno ketika itu merangkum konsepsi politiknya sebagai NASAKOM: nasionalisme, agama, komunisme. Kita harus memahami komunisme di sini sebagai sosialisme, karena dasar pemikirannya adalah prinsip keadilan sosial, yang juga menjadi dasar pemikiran politik Karl Marx.
Jadi Soekarno yakin, perbedaan dan perpecahan dunia dalam persaingan ideologis saat itu bisa dijawab dengan menghormati nasionalisme, agama dan prinsip sosialisme.
Tapi politik Soekarno akhirnya gagal..
Ya, secara menyedihkan dan mengerikan. Dimulai dengan penculikan dan pembunuhan brutal para Jendral. Lalu aksi pembalasan yang dilancarkan Suharto dan kubu militer secara lebih mengerikan lagi. Kekejaman luas yang terjadi saat itu menjadi semacam negasi dari tesis toleransi yang mau ditawarkan Indonesia sebagai solusi perpecahan dunia. Dan sampai sekarang, Indonesia belum sembuh dari luka dalam itu. Banyak kejadian mengerikan yang terjadi saat itu, keluarga-keluarga terpisahkan, begitu banyak orang terbunuh..
Semua itu terjadi di tengah ketegangan dunia memasuki era perang dingin..
Betul. Saat itu Amerika sedang bersiap melakukan intervensi di Vietnam untuk membendung komunisme, dan Amerika Serikat begitu naif untuk percaya, bahwa jika mereka masuk ke Vietnam, semuanya akan berjalan lancar sesuai skenario mereka. Tapi yang terjadi kemudian sangat lain, baik di Vietnam, di mana AS mengalami kekalahan besar untuk pertama kalinya, maupun di kawasan-kawasan lain seperti misalnya Irak. Di sana AS juga membawa bencana, ketika mereka melakukan intervensi.
Kembali ke Indonesia, Soekarno waktu itu sangat terpukul dengan terjadinya aksi kekerasan dalam skala luas. Karena hal itu sangat bertentangan dengan citra toleransi Indonesia yang sering dia gembar-gemborkan. Saya sendiri sempat bertemu dengan Soekarno setelah peristiwa itu, saya mengunjungi dia di Istana. Dia sudah membaca buku saya. Ketika itu saya bertanya, apakah perkembangan terakhir itu berarti bahwa Indonesia telah kehilangan jiwa toleransinya, bahwa semangat toleransi sudah berakhir di Indonesia.
Perang Diplomasi demi Kemerdekaan Indonesia
Tanpa diplomasi Sjahrir dan tekanan internasional, Belanda masih akan bercokol di Indonesia, kendati proklamasi 45. Inilah empat tahun bersejarah yang dipenuhi intrik politik, pengkhianatan dan agresi milliter Belanda
Foto: picture-alliance/ANP
Kapitulasi Jepang, September 1945
12 Agustus 45, tiga hari setelah bom atom menghancurkan Nagasaki, Panglima Militer Jepang, Jendral Terauchi Hisaichi mengundang Soekarno dan Radjiman Wedyodiningrat ke Da Lat, Vietnam. Kepada keduanya Hisaichi mengindikasikan Jepang akan menyerah kepada sekutu dan membiarkan proklamasi kemerdekaan RI. Baru pada 2 September Jepang secara resmi menyatakan kapitulasi di atas kapal USS Missouri.
Foto: picture-alliance/dpa/United States Library Of Congres
Proklamasi, Agustus 1945
Setibanya di Jakarta, Soekarno diculik oleh pemuda PETA ke Rengasdengklok. Di sana ia dipaksa mengumumkan kemerdekaan tanpa Jepang. Malam harinya Soekarno menyambangi Mayjen Nishimura Otoshi. Kendati tidak mendukung, Nishimura menawarkan rumahnya untuk dipakai merumuskan naskah proklamasi. Keesokan hari Soekarno dan Hatta mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia di Jl. Pegangsaan Timur No. 56
Foto: picture alliance/CPA Media
Kabinet Sjahrir I, November 1945
Soekarno dan Hatta diangkat sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia. Keduanya memerintahkan Sutan Sjahrir, diplomat ulung yang kemudian menjadi perdana menteri pertama, buat mencari pengakuan internasional. Tugas Sjahrir adalah mempersiapkan Indonesia menghadapi pertemuan Linggarjati. Pidatonya yang legendaris di sidang umum PBB 1947 hingga kini masih tercatat sebagai momen paling menentukan
Foto: picture alliance/United Archives/WHA
Perundingan Linggarjati, November 1946
Dalam pertemuan yang dimediasi Inggris, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia di Jawa, Madura dan Sumatera. Tapi Belanda nyaris bangkrut dan berniat mengamankan akses ke sumber daya alam Indonesia. Sjahrir yang ingin menghindari perang sempat menyetujui pemerintahan transisi di bawah kepemimpinan Belanda. Idenya ditolak Sukarno, dan Sjahrir harus mundur sebulan setelah penadatanganan perjanjian.
Foto: Public Domain
Agresi Militer I, Juli 1947
Akibatnya Belanda menyerbu Sumatera dan Jawa demi merebut sumber daya alam dan lahan pertanian. Apa yang oleh Indonesia disebut sebagai Agresi Militer, dinamakan Belanda "misi kepolisian" untuk menghindari campur tangan internasional. Parlemen Belanda awalnya menginginkan perluasan agresi buat merebut ibukota Yogyakarta, tapi ancaman sanksi PBB membuat Den Haag menarik pasukannya dari Indonesia.
Foto: picture alliance/Everett Collection
Perjanjian Renville, Desember 1947
Di atas kapal USS Renville, Indonesia berhasil memaksakan gencatan senjata, tapi kehilangan sebagian wilayahnya. Belanda cuma mengakui kedaulatan RI di Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera, serta meminta TNI menarik pasukannya dari wilayah pendudukan. Belanda kala itu sedang menunggu pemilu legislatif. Pemerintahan yang baru kemudian mengambil kebijakan yang lebih keras terhadap Indonesia.
Foto: Publilc Domain
Agresi Militer II, Desember 1948
Belanda memanfaatkan masa liburan natal PBB buat menggelar Agresi Militer II. 80.000 pasukan diterjunkan. Soekarno, Hatta dan Sjahrir ditangkap. Akibatnya Sjafruddin Prawiranegara diperintahkan membentuk pemerintahan darurat. Uniknya operasi militer di Indonesia didukung 60% penduduk Belanda. Sembilan hari setelah dimulainya agresi, PBB menelurkan dua resolusi yang menentang serangan Belanda
Foto: Getty Images/Keystone
Konferensi Meja Bundar, Agustus 1949
Setelah menjalin kesepakatan dalam perjanjian Roem Roijen, Indonesia dan Belanda sepakat bertemu di Den Haag atas desakan internasional. Belanda bersedia menarik mundur pasukan dan mengakui kedaulatan RI di semua kepulauan, kecuali Papua barat. Sebagai gantinya Indonesia harus membayar sebagian utang pemerintahan kolonial, termasuk yang dipakai untuk agresi militer selama perang kemerdekaan.
Foto: Getty Images/Keystone
Penyerahan Kedaulatan, Desember 1949
Ratu Juliana menandatangani akta penyerahan kedaulatan kepada RI di Amsterdam pada 27. Dezember 1949. Setelah kemerdekaan, Indonesia tenggelam dalam revolusi buat mengamankan kesatuan republik. Sementara Belanda menghadapi tekanan internasional. Sikap Den Haag soal Indonesia dan Papua bahkan nyaris membatalkan keanggotaan Belanda di NATO, yang kala itu mendukung kemerdekaan Indonesia.
Foto: picture-alliance/ANP
9 foto1 | 9
Soekarno menjawab, dia tidak percaya tesis itu. Dia bilang kepada saya, dia tetap percaya pada kekuatan tradisi dan adat. "Jika kamu ingin tahu tentang jiwa dan semangat ke-Indonesia-an, jangan datang ke Jakarta atau Surabaya atau Bandung, pergilah ke daerah-daerah, pergilah ke Tapanuli Selatan, ke Mandailing, pergilah ke Banyuwangi, atau ke Makasar dan daerah pelosok lain". Dan saya memang di kemudian hari melakukan penelitian di sana, tentang identitas dan adat, dengan bantuan asisten-asisten Indonesia saya. Kembali ke Soekarno, dia tetap yakin, bahwa Indonesia pada akhirnya akan kembali ke tradisi pluralisme dan toleransi, yang menurut dia sudah tertanam dalam adat istiadat bangsa-bangsa Nusantara.
Soekarno tetap yakin dan berpegang pada prinsip toleransi Pancasila..?
Dia sangat yakin, prinsip Pancasila dan NASAKOM, yang merupakan jalan tengah dan faktor penyatu antara kalangan agama dan kalangan sosialis, adalah masa depan Indonesia. Dia bilang, selalu akan ada pemikiran agama dan dasar-dasar sosialisme yang kuat di Indonesia, kedua prinsip itu saling bersaing. Saya berikan mereka Pancasila, kata Soekarno. Saya yakinkan kaum Marxis, agar mereka menerima prinsip Ketuhanan. Lalu saya yakinkan kubu Islamis, bahwa ajaran Marx adalah analisa jitu yang memberi kita instrumen untuk mencapai keadilan sosial. Kalau mereka semua mau saling menerima dan melepaskan doktrin-doktrin yang ditolak pihak lain, maka Indonesia akan berjaya. Dan mereka semua, kubu Agama dan kubu sosialis, mau menerima Pancasila demi kepentingan nasional.
Bagaimana dengan Anda? Apa pandangan Anda tentang masa depan toleransi di Indonesia?
Saya mengikuti nasehat Soekarno dan melakukan penelitian tentang identitas dan peran adat pada masyarakat lokal, terutama generasi mudanya, itu tahun 1980an. Dan memang temuan kami adalah, 80 persen generasi muda saat itu mengenal baik istilah-istilah yang behubungan dengan adat lokalnya. Jadi ikatan adat itu memang kuat. Dan pada tingkat lokal, kita memang melihat ada kesediaan menerima perbedaan, ada prinsip toleransi dan keadilan. Pengaruh tradisi dan adat cukup kuat, walaupun sejak tahun 1970an ada pengaruh besar dari budaya barat melalui perkembangan media televisi. Jadi saya percaya, Soekarno benar.
Prinsip dasar kehidupan tradisional di Nusantara adalah toleransi dan pluralisme. Bahkan Suharto tidak menolak Pancasila. Dia malah menggunakan Pancasila sebagai instrumen untuk mengukuhkan kekuasaannya. Dan kita lihat sekarang, mayoritas rakyat Indonesia dan kelompok mainstream Islam tidak setuju dengan pembentukan negara Islam atau penerapan UU Syariah menggantikan konstitusi Republik Indonesia.
Tapi kita di Barat juga perlu menyadari, bahwa masyarakat Indonesia punya tradisi relijius yang kuat. Mereka percaya adanya Tuhan dan pada kehidupan setelah kematian. Ini faktor yang tidak bisa dipisahkan dari Indonesia. Tapi Indonesia bukan negara Islam. Ini adalah bukti paling kuat untuk tradisi toleransi dan pemikiran pluralisme.
Tradisi 17 Agustus Melekat Hingga ke Jerman
Bagaimana masyarakat Indonesia di Berlin, Jerman, dan sekitarnya merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia? Apakah berbeda dengan di kampung halaman? Simak dalam Pesta Rakyat berikut ini:
Foto: DW/A. Purwaningsih
Jauh dari kampung halaman
Jauh dari kampung halaman, tidak mengurangi semangat warga Indoensia di Berlin dan sekitarnya untuk merayakan dirgahayu Republik Indonesia.
Foto: DW/A. Purwaningsih
‘Indonesia Kerja Nyata‘.
Tema untuk peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia ke-71 : Mari wujudkan cita-cita bangsa dengan ‘Indonesia Kerja Nyata‘. Pada siang hari dalam acara Pesta Rakyat di Wisma Indonesia, Berlin, dari panggung musik ini, terdengar berbagai lagu Indonesia dimainkan, di antaranya 'Oh..oh Karmila.....'
Foto: DW/A. Purwaningsih
Tenda putih
Tenda-tenda putih berjejer rapi di halaman Wisma Indonesia nan astri, tempat terselnggaranya Pesta Rakyat di Berlin.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Dari musik sampai lomba
Selain musik, apa saja kegiatan warga Indonesia di Berlin saat 17 Agustus-an? Tentu tak beda dengan yang di tanah air, yakni perlombaan. Tak ketinggalan undian berhadiah.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Balapan, yuk
Lomba untuk kategori anak-anak, seperti tradisi 17 Asgustus-an pada umumnya: balap kelereng dalam sendok, memasukan pensil ke dalam botol, dan lain-lain. Pemenang masing-masing perlombaaan tentu saja mendapat bingkisan.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Lomba untuk yang dewasa
Untuk orang dewasa, juga disediakan berbagai macam lomba yang membawa keceriaan suasana. Para penonton berbahak-bahak ketika lomba makan digelar. Para peserta dibagi atas beberapa kelompok yang masing-masing terdri atas lima orang.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Bangun kebersamaan tim lewat makan
Lima piring tertutup disajikan, dan para anggota tim masing-masing kebagian satu piring yang dimakan bergantian. Isi dalam piring lomba makan, di antaranya kacang wasabi, beberapa potong wortel mentah sampai satu piring kecil coklat. Hati-hati tersedak ya….
Foto: DW/A. Purwaningsih
Anak-anak lebih tenang?
Lomba makan ini juga diadakan buat kategori anak-anak. Nampaknya, anak-anak lebih ‘kalem‘ ketimbang orang dewasa saat berlomba makan.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Makan-makan
Tak cuma lomba makan, tapi juga makan kenyang. Pesta Rakyat juga menggelar makan-makan seperti di Indonesia. Pesta Rakyat di Berlin menyedian makanan khas Indonesi bagi semua pengunjung. Apa saja jenisnya?
Foto: DW/A. Purwaningsih
Dari uduk sampai lontong
Mulai dari nasi uduk, semur daging sapi, sambal goreng kentang petai, tempe kering, lengkap dengan sate dan lontong tersedia di sini. Kerupuk dan sambal, tentunya tidak ketinggalan.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Serasa piknik
Tiada kebersamaan tanpa mengunyah dan makan bersama. Tradisi ‘mangan ora mangan ngumpul‘ juga tetap dipelihara warag Indonesia di Jerman.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Kue kecilnya apa?
Es buah jadi makanan penutup. Tapi ada juga penganan kecil khas Indonesia yang ikut memanjakan perut pengunjung tentunya.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Sang Merah Putih
Bendera Merah Putih menjadi ornamen dan warna yang mendominasi di lokasi kegiatan Pasar Rakyat di Berlin yang diadakan dalam rangka menyambut kemerdekaan RI.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Silaturahmi
Praktis, Pesta rakyat di Wisma Indonesia di Berlin ini sekaligus jadi ajang silaturahmi warga.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Mempertemukan dua budaya
Yang satu pakai peci dan sarung, yang lainnya pakai rok Bayern, Jerman. Pengunjungnya? Macam-macam, ada pula orang Jerman yang berkebaya.
Foto: DW/A. Purwaningsih
Tamu kecil tertidur
Cuaca bulan Agustus 2016 cukup hangat. Tepat di hari Pesta rakyat digelar temperaturnya mencapai 27 derajad Celsius. Ditiup angin sepoi-sepoi di bawah pohon kecil, tampak ada yang tertidur di acara ini.