Solusi Konflik Ukraina : Diplomasi bukan Otot
9 Februari 2015Konflik Ukraina tetap jadi sorotan tajam dalam tajuk harian internasional. Pro kontra sikap barat terhadap Rusia yang dituding jadi dalang perang saudara di Ukraina Timur jadi fokus bahasan. Sejumlah harian menegaskan: konflik harus diselesaikan dengan diplomasi poltik dan tidak dengan unjuk kekuatan. Dua negara terkemuka di Eropa, Jerman dan Perancis memainkan peranan kunci untuk dekati Rusia.
Harian liberal kiri Italia La Stampa dalam tajuknya berkomentar: Pemecahan konflik Ukraina adalah masalah pendekatan politik dari negara adidaya dunia bukannya soal adu otot. Harian yang terbit di Turin itu lebih lanjut menulis, mengapa konflik yang dipicu Rusia di Ukraina kini meledak menjadi krisis internasional? Jika mereka bisa mengenali akasan khusus dari konflik itu, barulah dapat mencari solusinya, tanpa mengikutsertakan senjata. Tidak ada musuh yang harus ditaklukkan. Melainkan mitra yang harus dirangkul kembali. Harus dilontarkan argumen kuat dan saling pengertian di meja perundingan, dan tidak boleh menyerah atau memeras. Negara anggota Uni Eropa yang harus memimpin perundingannya bukan NATO. Karena ini masalah politik bukan soal adu kekuatan.
Harian Rusia Kommersant juga mengamini pendapat itu. Harian yang terbit di Moskow itu dalam tajuknya berkomentar: Dalam persiapan KTT solusi damai konflik Ukraina terdapat elemen penting dari improvisasi diplomatik. Dalam hal ini kanselir Jerman, Angela Merkel memainkan peranan menentukan. Ia selalu menegaskan, pertemuan akan memiliki arti penting, jika berlandaskan visi untuk mencapai kemajuan. Jika di Minsk dapat tercapai kesepakatan, itu akan merupakan bukti, bahwa dalam beberapa hari terakhir tercapai kesepakatan prinsipial. Tapi masih banyak pertanyaan yang belum terjawab. Dengan itu, tidak ada yang bisa menjamin pertemuan puncak itu akan sukses.
Harian independen Perancis, Le Monde yang terbit di Paris menulis komentar bertajuk: Putin harus memilih antara perang atau damai. Presiden Perancis, Hollande dan Kanselir Jerman, Merkel hendak menghindarkan konflik Ukraina menjadi konflik tidak langsung antara Amerika Serikat melawan Rusia. Tapi pada dasarnya semua itu tergantung pada satu orang, Vladimir Putin. Apakah presiden Rusia itu menganggap sudah cukup menghukum Kiev akibat hubungan jahatnya dengan Uni Eropa? Apakah ia akan memulai fase peredaan ketegangan? Atau Putin lebih memilih mengobarkan perang? Berlin dan Paris telah menawarkan kompromi. Jawabannya kini tergantung Moskow.
as/vlz(dpa,afp)