Buku 'Fire and Fury' yang kontroversial tentang Donald Trump dan Gedung Putih menempati puncak daftar penjualan terbaik Amazon. Padahal buku itu belum dirilis. Siapakah Michael Wolff sosok penulis buku tersebut?
Iklan
Setelah lebih dari 40 tahun berkecimpung dalam dunia jurnalistik, Michael Wolff kini mencatat sensasi dengan menerbitkan sebuah buku tentang Trump dan Gedung Putih. 'Fire and Fury: Inside the Trump White House', menceritakan tentang Gedung Putih yang kaku dan berjalan tak teratur di bawah kepemimpinan Presiden AS Donald Trump. Tema itulah yang berusaha diceritakan kepada pembacanya. Penerbitan buku tersebut pun dipercepat menjadi hari Jumat (5/1).
Beberapa hari yang lalu, Wolff yang berusia 64 tahun dan tidak dikenal di kalangan media Amerika, namun buku barunya, yang ditolak dan dianggap tidak lebih dari "tabloid fiksi yang tidak bermutu" oleh Gedung Putih, telah sampai ke puncak dalam daftar penjualan terbaik Amazon.
Apa latar belakangnya?
Wolff lahir di New Jersey, belajar di Columbia University, New York City, dan memulai karirnya sebagai staf salin dokumen untuk New York Times. Saat ini, dia adalah kontributor untuk majalah USA Today, Vanity Fair, dan New York. Serta menulis untuk GQ dan Hollywood Reporter di antara publikasi lainnya.
Pernahkah dia menulis buku sebelumnya?
Dia telah menulis setidaknya setengah lusin buku. Yang pertama adalah White Kids, diterbitkan pada tahun 1979. Juga bukunya yang paling terkenal hingga sekarang tentang profil Rupert Murdoch, berjudul: Man Who Owns the News terbitan tahun 2008. Para pengusaha media sangat tidak senang dengan buku Wolff, mereka bingung mengapa Trump memberinya akses luas di Gedung Putih - menyaksikan kejadian demi kejadian, serta berbicara dengan orang-orang di dalamnya. Dia dilaporkan melakukan sekitar 200 wawancara untuk buku tersebut, termasuk dengan Trump, dan semua ia rekam.
'Fire and Fury': Buku Heboh Tentang Donald Trump di Gedung Putih
Buku ini bahkan sudah menghebohkan, sebelum dirilis: Tulisan wartawan AS Michael Wolff membuat marah Washington. Padahal disusun berdasarkan wawancara dengan para pejabat tinggi dan dengan Donald Trump sendiri.
Foto: picture-alliance/AP/B. Anderson
Fire and Fury
Petikan-petikan yang diterbitkan media di AS dan Inggris dari buku baru karya jurnalis Michael Wolff "Fire and Fury: Inside the Trump White House" menawarkan pandangan langka dalam kamar kerja Gedung Putih. Inilah beberapa kutipannya.
Foto: picture-alliance/AP/B. Camp
Melania berlinang air mata
Sesaat setelah pukul 8 malam pada malam pemilu, ditayangkan tren tak terduga. Trump benar-benar bisa menang. Don Jr. katakan pada seorang teman bahwa ayahnya, atau DJT, begitu dia memanggilnya, terlihat seperti habis melihat hantu. Melania berlinang air mata - bukan tangis kegembiraan. Dalam waktu kurang dari satu jam, Trump berubah dari tokoh yang tidak percaya, jadi Trump yang mengerikan.
Foto: picture-alliance/AP/V. Mayo
Ivanka Trump Presiden Perempuan Pertama di AS?
Jared Kushner dan Ivanka memutuskan untuk menerima jabatan di Sayap Barat Gedung Putih. Mereka membuat kesepakatan bersama: Jika suatu saat nanti ada kesempatan menjadi presiden, Ivanka yang diusung. Impiannya: bukan Hillary Clinton, melainkan Ivanka Trump yang akan menjadi presiden perempuan pertama di AS.
Foto: picture-alliance/AP/M. Sohn
Menikmati Hidangan Cepat Saji
"Dia sejak lama takut diracun, satu alasan mengapa dia suka makanan McDonald's - tidak ada yang tahu dia bakal muncul dan makanannya sudah siap dihidangkan dengan aman", demikian cuplikan buku tersebut.
Foto: Instagram
Teori Steve Bannon
"Musuh sebenarnya, kata Steve Bannon, adalah Cina". Cina adalah front pertama dalam sebuah Perang Dingin baru. Cina adalah segalanya. Tak ada yang lain. Kalau kita tidak membereskan Cina, kita tidak akan membereskan apapun. Sesederhana itu. Cina ibarat Nazi Jerman tahun 1929 sampai 1930. Orang Cina, seperti Jerman, adalah bangsa paling rasional di dunia, sampai mereka tidak (rasional) lagi."
Foto: picture-alliance/AP/B. Anderson
Bannon: Donald Jr. Bersifat Pengkhianat
Donald Trump Jr, Jared Kushner dan manajer kampanye Paul Manafort, meyakini ada baiknya bertemu dengan wakil pemerintah asing di Trump Tower di ruang konferensi lantai 25 - tanpa pengacara. "Bahkan jika Anda berpikir bahwa dia tidak berkhianat, atau tidak patriotik, atau dia buruk, dan kebetulan saya memikirkan semua itu, Anda seharusnya segera menghubungi FBI," kata Bannon.
Foto: picture-alliance/AP/C. Kaster
Jika Kalahpun Tetap Menang
Andaipun dia kalah, Trump bakal sangat terkenal dan menjadi martir melawan Hillary. Putrinya Ivanka dan menantunya Jared akan menjadi selebriti internasional. Steve Bannon de facto akan menjadi kepala gerakan tea party. Melania Trump, yang oleh suaminya telah diyakinkan bahwa dia tidak akan menjadi presiden, bisa kembali pergi makan siang tanpa gangguan. "Kalah tapi menang." hp/as (dw, ap)
Foto: picture-alliance/AP/B. Anderson
7 foto1 | 7
Seberapa kredibelnya Wolff?
Sementara Trump suka memberi label pada setiap berita yang tidak dia sukai sebagai "berita palsu," Wolff telah mendapat kecaman di masa lalu dari rekan-rekan jurnalis yang telah mempertanyakan kesetiaannya pada kebenaran. Michelle Cottle pernah menulis artikel terkenal tentang profil Wolff pada tahun 2004 untuk majalah The New Republic, di mana dia menulis:
"Bahkan Wolff mengakui bahwa pemberitaan konvensional bukanlah seleranya. Sebaliknya, dia mendapatkan sumber-sumber berita dari suasana dan gosip-gosip di sekelilingnya pada pesta koktail, di jalan, dan terutama saat makan siang yang panjang."
Walau begitu Wolff telah dua kali memenangkan penghargaan National Magazine, termasuk satu seri yang ia tulis tentang Perang Irak pada tahun 2003.
Apa pandangan Trump tentang buku tersebut?
Banyak yang buka suara secara mengejutkan dalam buku tersebut. Dan beberapa komentar paling luar biasa datang dari mantan Kepala Strategi Gedung Putih Steve Bannon, yang dipecat saat musim panas di tengah konflik yang sedang berlangsung di Gedung Putih.
Trump lalu bereaksi di Twitter, mengatakan bahwa buku itu fiksi dan bergantung pada sumber palsu. "Saya tidak pernah memberinya akses ke Gedung Putih (benar-benar menolaknya berkali-kali) untuk penulis buku palsu," kata Trump. "Penuh kebohongan, misrepresentasi, dan sumber palsu. Lihatlah masa lalu pria ini serta apa yang terjadi padanya dan Steve yang ceroboh."
Bisakah Trump memblokir publikasi buku tersebut?
Hampir pasti tidak. Pengacara Trump mengirim surat kepada Wolff dan penerbit Henry Holt and Co akan melakukan jalur hukum jika buku itu diterbitkan. Namun, tanpa mempertimbangkan menghentikan publikasi, penerbit tersebut malah memutuskan untuk mempercepatnya, guna menjadikannya sumbangan berharga dalam wacana publik.
Kamu Dipecat! - Daftar "Korban" Administrasi Presiden Donald Trump
Gonta-ganti anggota staf senior dalam administrasi Presiden AS Donald Trump makin sering terjadi. Sang presiden sudah melepaskan "tendangan" berkali-kali. Berikut daftar pemecatannya.
Selama ini ia jadi kepala bidang strategi. Bannon pegang peran peting sampai Donald Trump bisa jadi presiden. Bannon jadi perancang stategi "America First". Setelah insiden kekerasan di Charlottesville (12 Agustus 2017) yang mewarnai demonstrasi kaum rasis "white supremacist", Bannon setuju turun dari jabatan di Gedung Putih, dan kembali jadi direktur media ultra nasionalis Breitbart News.
Foto: picture alliance/AP Photo/A. Brandon
Anthony Scaramucci
Scaramucci (53) dulunya pengelola investasi global, dan dijuluki "Mooch". Ia hanya selama 10 hari.mengisi jabatan yang kosong berbulan-bulan. Ia dipecat di hari yang sama saat jenderal marinir purnawirawan John Kelly diambil sumpahnya jadi kepala staf Gedung Putih. Katanya, Trump tidak suka dengan serangan "mulut kotor" Scaramucci terhadap anggota staf senior lain.
Walter Shaub adalah mantan kepala kantor bidang etika pemerintahan. Ia mengundurkan diri bulan Juli setelah bentrok dengan Gedung Putih soal lika-liku rumit saham yang dimiliki Donald Trump. Shaub katanya menyebut administrasi Trump "bahan lelucon."
Foto: picture-alliance/AP Photo/J.S. Applewhite
Reince Priebus
Priebus adalah mantan kepala staf Gedung Putih. Ia dipaksa hengkang hanya enam bulan setelah menjabat, akibat berdebat dengan Anthony Saramucci di depan umum, yang saat itu jjadi direktur komunikasi. Katanya, Priebus adalah salah satu anggota staf Gedung Putih yang menentang pengangkatan Scaramucci.
Foto: Reuters/M. Segar
Sean Spicer
Sean Spicer adalah mantan jurubicara Gedung Putih. Hubungannya dengan Presiden Trump serta dengan wartawan memang kurang baik. Ia mengundurkan diri setelah menyatakan kepada Trump penolakan kerasnya terhadap pemilihan Anthony Scaramucci sebagai direktur komunikasi Gedung Putih.
Foto: Reuters/K.Lamarque
Michael Dubke
Inilah direktur komunikasi Gedung Putih, sebelum Scaramucci. Ia diminta hengkang awal Mei lalu, setelah dianggap tidak bisa mengatasi tuduhan keterlibatan Rusia dalam pemilu presiden AS tahun 2016 lalu.
Foto: picture-alliance/AP Photo/S. Walsh
James Comey
Presiden Donald Trump memecat direktur FBI James Comey. Katanya, karena urusan penyelidikan atas email mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton, yang juga jadi saingan Trump dalam pemilu presiden November 2016. Tapi kritikus menduga, alasan sebenarnya adalah penyelidikan yang dilakukan FBI terhadap keterlibatan Rusia dalam kampanye Trump.
Foto: picture-alliance/AP Photo/J. S. Applewhite
Michael Flynn
Flynn pernah jadi penasehat keamanan nasional dalam administrasi Trump. Ia mengundurkan diri Februari lalu setelah terungkap, bahwa ia mendiskusikan sanksi AS terhadap Rusia, dengan duta besar Rusia bagi AS. Diskusi berlangsung sebelum Trump dilantik jadi presiden. Flynn juga dituduh menyesatkan Wakil Presiden Mike Pence, terkait diskusi itu.