Spanyol Tetapkan Seks Tanpa Persetujuan Adalah Pemerkosaan
7 Juli 2021
Kabinet Spanyol memberikan lampu hijau untuk memperketat undang-undang pemerkosaan atas prinsip persetujuan. Langkah tersebut telah lama diserukan oleh kelompok hak asasi perempuan.
Iklan
Spanyol pada Selasa (06/07) mengambil langkah tegas untuk melindungi perempuan lebih baik dalam kasus kekerasan seksual. Kabinet menyetujui rancangan undang-undang yang memerlukan persetujuan eksplisit untuk hubungan seksual.
Amnesty Internasional mengatakan bahwa ini artinya Spanyol akan segera bergabung dengan belasan negara Eropa lainnya yang telah mengubah definisi hukum pemerkosaan menjadi seks tanpa persetujuan. Negara-negara itu termasuk Belgia, Kroasia, Siprus, Denmark, Jerman, Yunani, Islandia, Irlandia, Luksemburg, Malta, Swedia, dan Inggris.
RUU yang dijuluki undang-undang "hanya iya berarti iya" itu harus disetujui oleh parlemen, dengan pemungutan suara yang diharapkan terjadi pada bulan September.
Undang-undang yang diusulkan itu "menjelaskan bahwa diam atau pasif bukan berarti setuju, atau tidak menunjukkan perlawanan, tidak dapat dijadikan alasan untuk bertindak melawan kehendak orang lain," kata juru bicara pemerintah Maria Jesus Montero pada konferensi pers setelah pertemuan Kabinet.
Hukum Perkosaan di Berbagai Negara
Trauma berkepanjangan, hancurnya semangat hidup, bahkan berujung kematian, banyak kepahitan dialami korban perkosaan. Sudah saatnya semua negara memperbaiki perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual.
Foto: Fotolia/Artem Furman
Jerman: No Means No
Tahun 2016 definisi perkosaan diperluas. Jika korban mengatakan 'TIDAK‘ terhadap aktivitas seksual, dan pihak lain tetap memaksa, maka pihka yang memaksa dapat diajukan ke pengadilan. Hukum Jerman sebelumnya terkait kekerasan seksual amat lemah. Sebuah kasus dianggap pemerkosaan hanya jika sang korban secara fisik mencoba melawan pelaku.
Foto: dapd
Perancis: Verbal pun Dapat Dihukum
Istilah "pemerkosaan" mencakup kegiatan seksual tanpa kesepakatan pihak yang terlibat atau adanya unsur pemaksaan. Pelanggar bisa mendapat ancaman vonis hingga 20 tahun penjara. Orang yang berulang kali secara verbal melecehkan orang lain secara seksual dapat dijatuhi vonis denda tinggi - atau bahkan hukuman penjara sampai dua tahun.
Foto: picture alliance/Denkou Images
Italia: Suami pun Bisa Dipenjara
Pada tahun 1996, Italia memperluas hukum kejahatan seks, mencakup pemaksaan aktivitas seksual dalam pernikahan. Ancaman bagi seseorang yang memaksa pasangannya berhubungan seks, sementara pasangannya menolak, bisa terancam hukuman 10 tahun penjara.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Gambarini
Swiss: Penetrasi Vagina
Swiss membatasi definisi pemerkosaan dengan kegiatan penetrasi pada vagina. Serangan pelecehan seksual lainnya dapat dikategorikan sebagai pemaksaan seksual – jika korban menolak, baik secara fisik maupun verbal. Hukuman untuk semua pelanggaran bisa divonis hingga 10 tahun penjara. Sejak tahun 2014, perkosaan dalam pernikahan dapat dikenai hukuman.
Foto: Fotolia/Ambelrip
Swedia: Korban terpaksa karena takut
Di bawah hukum pidana Swedia, membuka paksa baju orang lain dapat dikenai hukuman hingga 2 tahun penjara. Eksploitasi seks terhadap orang dalam "kondisi tak berdaya," seperti tertidur atau di bawah pengaruh obat/alkohol, termasuk pemerkosaan. Sejak 2013, perkosaan juga termasuk serangan terhadap orang yang tidak menolak karena takut, hingga tercipta kesan terjadinya hubungan seks konsensual.
Foto: Fotolia/Gerhard Seybert
Amerika Serikat: Bahkan terjadi di kampus
Definisi kekerasan seksual bervariasi dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Di Kalifornia, misalnya kedua pihak pasangan harus secara jelas menyetujui tindakan seksual, jika tak mau dianggap sebagai perkosaan. Aturan ini juga berlaku untuk mahasiswa di kampus-kampus, di mana dilaporkan meluasnya kekerasan seksual dalam beberapa tahun terakhir
Foto: Fotolia/Yuri Arcurs
Arab Saudi: Melapor malah dihukum
Negara ini menetapkan hukuman mati bagi pemerkosaan, meski masih sulit menjerat pelaku yang memperkosa istri mereka. Ironisnya perempuan yang melaporkan perkosaan malah bisa dihukum jika dianggap "aktif" berkontribusi dalam perkosaan. Misalnya, perempuan yang bertemu dengan laki-laki yang kemudian memperkosa mereka, dapat dihukum karena dianggap mau bertemu dengan lelaki itu.
Foto: picture-alliance/Bildagentur-online/AGF
7 foto1 | 7
Hukuman bagi pelaku kekerasan seksual
Hingga saat ini, KUHP Spanyol mengatur bahwa kekerasan dan intimidasi yang digunakan untuk penyerangan, baru akan digolongkan sebagai pemerkosaan bila terdapat bukti.
Iklan
Aturan ini menjadi sorotan luas menyusul kasus pemerkosaan oleh geng terkenal terhadap seorang perempuan berusia 18 tahun pada tahun 2016 selama festival lari banteng di kota utara Pamplona. Dalam kasus itu, lima pelaku pria pada awalnya hanya dijatuhi pelanggaran ringan pelecehan seksual karena pengadilan tidak menemukan bukti bahwa mereka menggunakan kekerasan fisik untuk membenarkan hukuman atas penyerangan seksual.
Putusan tersebut pun memicu protes luas dan kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Agung Spanyol, yang menjatuhkan hukuman untuk pemerkosaan.
RUU yang disetujui pada Selasa (06/07) itu juga mengusulkan hukuman penjara untuk pelecehan seksual terkait pekerjaan, dan menjadikan catcalling sebagai tindak pidana untuk pertama kalinya. Kawin paksa dan mutilasi alat kelamin juga akan digolongkan sebagai tindak pidana.
Setelah pertemuan itu, Perdana Menteri Sosialis Pedro Sanchez menyerukan di Twitter agar Spanyol dijadikan "tempat yang lebih bebas dan lebih aman bagi perempuan" dan "sebuah masyarakat di mana kita semua hidup tanpa rasa takut dan dalam kesetaraan."
Pada tahun 2004, Spanyol menyetujui undang-undang pertama Eropa yang secara khusus menindak kekerasan dalam rumah tangga dan menjadikan jenis kelamin korban sebagai faktor yang memberatkan dalam kasus penyerangan.