1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KesehatanGlobal

Spatula Plastik Warna Hitam Lepaskan Zat Kimia Berbahaya

20 Desember 2024

Studi menunjukkan perabotan yang terbuat dari plastik hitam seperti spatula dan wadah makanan melepaskan bahan kimia berbahaya ke dalam makanan. Apakah saatnya membuang perabotan plastik berwarna hitam?

Spatula plastik warna hitam
Spatula plastik warna hitamFoto: Anton Starikov/Zoonar/picture alliance

Spatula plastik berwarna hitam termasuk perangkat dapur yang mendunia. Namun sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Chemosphere menyimpulkan, perangkat memasak plastik berwarna hitam diam-diam melepaskan zat kimia berbahaya pada masakan kita.

Para peneliti menguji berbagai benda rumah tangga yang terbuat dari plastik hitam dan mendeteksi jejak zat beracun yang biasanya ditemukan dalam bahan daur ulang.

Penulis utama studi Megan Liu, seorang manajer untuk organisasi advokasi lingkungan Toxic-Free-Future di Amerika Serikat, mengatakan, sekitar 85% produk yang diuji mengandung bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai penghambat api.

"Kami membeli 203 peralatan makan, aksesori rambut, peralatan dapur, dan mainan dari plastik hitam, dan memeriksanya untuk mengetahui kandungan bromin, unsur kimia yang menunjukkan keberadaan penghambat api yang berbahaya," kata Liu kepada DW.

Mereka lalu memilih 20 produk dengan tingkat paparan bromin tertinggi dan menemukan zat penghambat api di 17 produk tersebut.

Uni Eropa Larang Mikroplastik dalam Produk Konsumen

00:46

This browser does not support the video element.

Mengapa plastik hitam berbahaya?

Plastik yang digunakan dalam produk elektronik dan listrik mengandung zat penghambat api untuk mencegahnya mudah terbakar.

Decabromodiphenyl Ether, DecaBDE, adalah salah satu zat penghambat api yang paling umum digunakan hingga Uni Eropa melarang penggunaannya dalam produk elektronik pada tahun 2006. Sejak saat itu, bahan kimia serupa telah menggantikannya.

Namun, zat aditif yang sudah usang seperti DecaBDE dapat lolos dari celah. Ketika plastik limbah elektronik didaur ulang, bahan kimia ini dapat masuk ke dalam benda-benda rumah tangga.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Bagian daur ulang dari elektronik lama seperti casing TV sering digunakan untuk membuat plastik hitam, tetapi produk daur ulang ini tidak diperiksa secara ketat untuk mengetahui adanya bahan kimia penghambat api yang berbahaya.

Itulah sebabnya tim Liu hanya menguji plastik hitam untuk zat penghambat api dan bukan varian warna lainnya.

"Kami tidak menguji warna plastik lain selain plastik hitam. Zat penghambat api yang beracun sengaja ditambahkan ke penutup plastik hitam di sekitar elemen elektronik," kata Liu. Liu juga menemukan kadar zat penghambat api beracun yang lebih tinggi dalam plastik berbasis stirena yang sering digunakan dalam elektronik, termasuk akrilonitril butadiena stirena dan polistirena berdampak tinggi (HIPS), "semakin mendukung hipotesis kami bahwa zat penghambat api berakhir di produk sehari-hari yang tidak kita duga".

Apa risiko kesehatan plastik hitam?

Plastik tahan api, khususnya DecaBDE, dikaitkan dengan kemunculan kanker, ketidakseimbangan hormon, kerusakan saraf dan reproduksi. Plastik hitam juga diyakini mengandung sejumlah risiko kesehatan tersembunyi.

Demikian pula, senyawa kimia lain yang disebut 2,4,6-Tribromofenol dalam plastik hitam, "dikaitkan dengan gangguan tiroid pada manusia dan tikus dan telah terdeteksi dalam serum, ASI, dan plasenta," kata penelitian tersebut.

Plastik penghambat api diketahui merembes dari peralatan elektronik rumah tangga seperti televisi ke lingkungan, menurut penelitian tahun 2015 yang diterbitkan dalam jurnal Science of The Total Environment. Konsekuensinya lebih besar ketika kontaminan ini berpindah dari peralatan memasak ke makanan dan dari mainan ke air liur.

Namun, bukan hanya plastik hitam. Pada tahun 2024, Dewan Riset Norwegia mengidentifikasi seperempat dari semua bahan kimia plastik, bukan hanya yang ditemukan dalam plastik daur ulang hitam, berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Buang spatula hitam?

Dalam penelitian Liu, kebocoran bahan kimia berbahaya tertinggi diamati dalam nampan sushi — kotak makanan hitam sederhana.

Penelitian tersebut selanjutnya mengamati risiko tinggi pada peralatan dapur seperti pengupas, spatula dan sendok.

Kontaminasi yang mencolok juga ditemukan pada mainan anak-anak, termasuk mobil plastik, set catur pelancong, dan medali koin bajak laut.

Tim Liu juga menyatakan kekhawatiran bahwa plastik tahan api ini lebih sering ditemukan pada produk konsumen yang dijual di pengecer kecil yang melayani komunitas imigran atau kelompok etnis tertentu.

Namun, pelacakan kontaminasi sulit dilakukan, terutama jika melibatkan bahan daur ulang.

Bethanie Carney Almroth, seorang peneliti ekotoksikologi di Universitas Gothenburg di Swedia, mengatakan program daur ulang seperti yang digunakan untuk mendaur ulang botol minuman plastik sering kali mencampur produk limbah tanpa pandang bulu.

"Kami hanya tahu sedikit tentang bahan kimia apa saja yang ada dalam bahan daur ulang," kata Carney Almroth kepada DW.

Rumah tangga dapat mengatasi paparan bahan kimia ini dengan menghindari mainan dengan komponen plastik hitam dan mengganti peralatan yang terbuat dari bahan ini dengan yang terbuat dari kayu. Langkah-langkah sederhana lainnya untuk mengurangi paparan termasuk tidak memanaskan ulang makanan dalam wadah plastik hitam, dan membuang peralatan makan plastik yang terkelupas atau penyok.

Namun Carney Almroth mengatakan, langkah-langkah tersebut saja tidak akan menyelesaikan masalah.

"Panas dan zat berlemak seperti yang ditemukan dalam makanan dapat meningkatkan migrasi bahan kimia dari plastik, sehingga meningkatkan potensi paparan kita," kata Almroth.

"Mengingat keberadaan plastik yang meluas dalam produk, dan kurangnya informasi yang tersedia untuk umum, masyarakat juga harus mendukung perubahan sistemik yang diperlukan seputar tata kelola plastik, termasuk larangan dan pembatasan bahan kimia, perubahan dalam desain produk, dan peralihan ke sistem penggunaan ulang atau pengisian ulang," katanya.

Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Inggris

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya