1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

Special Olympics Jauh Lebih Luas daripada tentang Olahraga

16 Juni 2023

Ketua Umum Special Olympics Indonesia (SOINA) mengakui atlet bertalenta khusus punya kekurangan: kecerdasan intelektualnya lemah. Tapi mereka punya kelebihan, yaitu kecerdasan kalbu. Seperti apa?

Ketua Umum Special Olympics Indonesia (SOINA), Warsito Ellwein
Ketua Umum Special Olympics Indonesia (SOINA), Warsito EllweinFoto: Hendra Pasuhuk/DW

Setelah melakukan aklimatisasi di kota tuan rumah atau host town di Wiesbaden di negara bagian Hessen, Kontingen Special Olympics Indonesia (SOINA) sekarang sudah berada di Berlin dan bersiap menghadapi World Games 2023, yang dibuka hari Sabtu (17/6). DW sempat berbicara dengan Ketua Umum SOINA, Warsito Ellwein, tentang persiapan dan target tim Indonesia. Berikut petikan wawancaranya.

DW: Bisa dijelaskan apa itu Special Olympics dan mengapa Indonesia terlibat dengan Special Olympics Indonesia (SOINA)?

Warsito Ellwein: Seperti juga olimpiade, Special Olympics bisa kita sebut suatu gerakan. Hanya saja dia spesial, dia khusus. Karena berbeda dengan olimpade dan paralympics, Special Olympics diikuti oleh para atlet dengan tingkat kecerdasan terbatas, yang biasanya disebabkan oleh down syndrome. Orang-orang down syndrome dilahirkan dengan kelainan genetika, anomali kromosom, yang mengakibatkan perkembangan tingkat kecerdasannya lemah, berada di bawah kita-kita.

Jadi tujuan utama Special Olympics sebenarnya bukan peraihan medali, melainkan kebersamaan, dan upaya melibatkan warga dengan tingkat kecerdasan terbatas dalam kehidupan masyarakat, termasuk berkontribusi dalam pembangunan bangsa. Itu sebabnya kami tidak menyebut mereka orang cacat, atau orang bodoh, melainkan orang bertalenta khusus. Mereka lahir dengan segala kekurangan dan kelebihan, seperti kita juga. Mereka diciptakan Tuhan dengan segara kekurangan dan kelebihan, seperti kita juga.

Indonesia adalah anggota Special Olympics dunia. Karena itu kita ikut dalam Special Ólympics World Games. Dan ini bukan yang pertama kali, kita sudah sering mengikuti ajang ini, yang terakhir tahun 2019 di Abu Dhabi. Mungkin keterlibatan itu sampai sekarang kurang dikenal publik. Karena itu kali ini kami berharap ada perhatian media yang lebih besar lagi.

Bisa diceritakan bagaimana persiapannya di Indonesia?

Persiapan sudah dimulai sejak 2019, dengan mengaktifkan jaringan-jaringan di berbagai provinsi. Karena untuk Berlin 2023, kami ingin sebanyak mungkin provinsi yang terlibat dan mengirim kontingennya. Bagi para penyandang disabilitas intelektual memang ada hambatan yang luas, daripada sekadar masalah kecerdasan yang di bawah rata-rata. Di Indonesia, dan tempat-tempat lain di dunia, mereka sering mengalami stigma sosial, dianggap sebagai beban, bahkan sebagai aib yang dikaitkan dengan hukuman Tuhan. Orang-orang ini di desa sering diejek, dipukuli, atau malah dipasung oleh keluarganya sendiri.

Kontingen SOINA tiba di bandara Frankfurt, Jerman, 12 Juni 2023Foto: Hendra Pasuhuk/DW

Karena itu, yang pertama-tama kami lakukan adalah menghindari dan kalau bisa menghapus sebutan "cacat" dan "difabel", bagi kami mereka adalah orang-orang "bertalenta khusus". Mereka punya kelemahan, ya, tetapi juga kelebihan dari kita-kita.

Sejak kami mengubah sebutan itu dan mempromosikan sebutan orang atau anak bertalenta khusus, makin banyak kalangan masyarakat yang menerima dan mendukung. Kota-kota dan provinsi menjadi aktif untuk menyelenggatakan PESODA, Pekan Special Olympics Daerah, untuk menyiapkan peserta yang akan datang ke lomba tingkat nasional, PESONAS. Ternyata, antusiasme luar biasa. Begitu banyak atlet yang mau terlibat, dan relawan, dari tingkat daerah sampai nasional.

Jadi ada pekan olahraga di tingkat nasionalnya?

Bulan Juli 2022 diselenggarakan PESONAS di Semarang, diikuti lebih 1000 atlet bertalenta khusus. Mereka berangkat dibiayai pemdanya sendiri, dibiayai dari sumbangan masyarakat, mereka datang dengan kapal, dengan bus, dengan semangat yang luar biasa. Mendadak saja, mereka menjadi tokoh-tokoh penting yang mewakili daerahnya. Karena itu, kami waktu itu memakai moto: Akulah Bintang.

Para atlet bertalenta khusus ini akhirnya bukan lagi orang yang diremehkan, disembunyikan, tetapi dihargai keberadaannya. Mereka bukan lagi obyek, melainkan menjadi subyek. Itulah sebenarnya inti dari gerakan Special Olympics. Ini jauh lebih besar dan lebih luas daripada tentang olahraga saja.

Tapi bagaimana menjelaskan kepada masyarakat bahwa mereka istimewa?

Kelebihan mereka adalah, saya menyebutnya "kecerdasan kalbu". Itulah kelebihan yang diberikan Tuhan kepada mereka. Saya tanya kepada orang tua dan pembina mereka, apakah orang-orang ini sering berbohong? Tidak. Mereka selalu mengatakan apa adanya. Waktu di Semarang digelar pesta olahraga dengan lebih seribu atlet, apakah ada barang yang hilang? Karena mereka sering lupa meletakkan barang di mana saja. Tidak ada barang yang hilang. Mereka akan melapor kalau menemukan sesuatu yang bukan milik mereka. Mereka sangat terbuka dan terus terang. Dan semangat solidaritas mereka sangat tinggi.

Tiba di bandara Frankfurt, Jerman, kontingen Indonesia dijemput para relawan dan petugas kota Wiesbaden.Foto: Hendra Pasuhuk/DW

Satu cerita kecil mungkin. Pada awalnya kami perhatikan, dalam tim sepak bola, mereka sulit mencetak gol. Ada yang sudah di depan gawang, bukannya memasukkan bola, dia malah menggiring bola menjauhi gawang. Kami bingung dan bertanya, apa apa? Lalu dia menjawab, saya tidak tega. Kasihan penjaga gawangnya. Ya, itulah semangat solidaritas dan kebersamaan mereka.

Jadi bagaimana melatih tim sepak bola?

Akhirnya kami membuat permainan sepak bola dengan lima gawang. Dan mereka berlatih bermain dan memasukkan bola ke salah satu gawang.

Tadi dikatakan, minat pada Special Olympics mulai bangkit. Berapa atlet di Indonesia yang sekarang bergabung di SOINA secara keseluruhan?

Sekarang ada hampir 5000 atlet bertalenta khusus yang bergabung, dari 34 provinsi. Dan ada hampir 600 pelatih dan juga banyak tenaga relawan yang bergabung. Kami harap, ketiga provinsi baru di Papua juga bisa segera bergabung, kalau hal-hal administratif sudah rampung. Perkembangan terbaru ada di situs internet kami, https://soina.org/.

Kembali ke Special Olympics di Berlin, jadi kontingen SOINA punya target atau tidak?

Ya, target medali itu memang perlu untuk memenuhi tuntutan logika masyarakat. Walaupun sebenarnya gerakan ini, seperti saya katakan, punya target yang jauh lebih luas daripada hanya prestasi olahraga. Tapi namanya olahraga, masyarakat ingin tahu prestasinya. Karena itu kami sebutkan target kami adalah meraih sembilan medali emas. 

Tapi yang lebih utama bagi kami, yang menjadi target utama kami, adalah membuktikan bahwa anak-anak dan para atlet ini bisa berprestasi dan mengangkat nama bangsa. Menunjukkan bahwa mereka bisa berkontribusi bagi Indonesia. Kalau masyarakat menyadari itu, akan terbuka ruang yang lebih luas bagi mereka untuk berkiprah, dan mereka bisa hidup tanpa diskriminasi, tanpa stigmatisasi. Mereka punya kelebihan, dan kita sungguh belum tahu apa saja yang bisa mereka hasilkan, jika mendapat ruang-ruang untuk berkreasi dan berekspresi.

Kontingen yang sekarang datang ke Berlin terdiri dari 25 atlet, yang berasal dari 17 provinsi. Ini istimewa, karena inilah untuk pertama kalinya begitu banyak provinsi terlibat dan ingin mengirim delegasinya. Keberangkatan mereka ke Berlin saja sudah membuka mata banyak pihak, bahwa orang-orang bertalenta khusus bisa berkontribusi, bisa membanggakan dan mengangkat nama bangsa dan negara Indonesia.

(hp/as)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait