1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikSri Lanka

Sri Lanka Akan Gelar Pemilu di tengah Krisis Ekonomi

26 Juli 2024

Sri Lanka mengumumkan akan menggelar pemilihan presiden pada 21 September mendatang. Pemilihan ini akan menentukan masa depan reformasi ekonomi di tengah krisis yang memburuk di negara itu.

Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe
Presiden Ranil Wickremesinghe diperkirakan akan mencalonkan diriFoto: Eranga Jayawardena/AP/picture alliance

Sri Lanka akan mengadakan pemilihan presiden pada 21 September mendatang. Pemilu kali ini menjadi penentu masa depan reformasi ekonomi di negara kepulauan ini, setelah menyatakan kebangkrutan pada 2022 lalu dan menangguhkan pembayaran sekitar $83 miliar (sekitar Ro1,3 kuadriliun) pinjaman dalam dan luar negeri.

Presiden petahana Ranil Wickremesinghe diperkirakan akan mencalonkan diri, setelah mendapat popularitas karena berhasil memecahkan bencana ekonomi terburuk di negara ini. Sementara saingan utamanya adalah pemimpin oposisi partai politik sayap kiri Sajith Premadasa dan Anura Dissanayake.

Wickremesinghe, berusia 75 tahun, mulai menjabat pada Juli 2022 setelah meluapnya protes yang disebabkan oleh krisis keuangan yang melemahkan Sri Lanka, dan memaksa mundur Gotabaya Rajapaksa, yang sempat melarikan diri dari negara ini.

Parlemen memilih Wickremesinghe untuk menjalani sisa masa jabatan lima tahun yang ditinggalkan oleh Rajapaksa, yang terpilih pada November 2019.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Bangkit di bawah kepemimpinan Wickremesinghe  

Di bawah kepemimpinan Wickremesinghe, Sri Lanka telah bernegosiasi dengan para kreditor internasional untuk merestrukturisasi utang negara yang begitu mengejutkan dan mengembalikan perekonomian ke jalur yang benar.

Dibantu oleh program dana talangan Dana Moneter Internasional IMF senilai $2,9 miliar (sekitar Rp47,2 triliun), Wickremesinghe berhasil menurunkan inflasi dari 70 persen menjadi 1,7 persen pada Juni lalu.

Situasi ekonomi pun berangsur membaik di bawah kepemimpinan Wickremesinghe. Kelangkaan makanan, bahan bakar dan obat-obatan juga mulai berkurang.

Penandatanganan restrukturisasi utang dengan para kreditor

Bahkan bulan Mei lalu, Wickremesinghe mengumumkan bahwa pemerintahnya telah mencapai kesepakatan restrukturisasi utang dengan beberapa negara termasuk India, Prancis, Jepang dan Cina, senilai US$10 miliar (sekitar Rp163 triliun).

Namun Sri Lanka masih harus menyelesaikan kesepakatan awal dengan para pemegang obligasi untuk merestrukturisasi utang sebesar US$12,5 miliar (sekitar Rp204 triliun) menjelang tinjauan ketiga IMF akhir tahun ini.

Ketidakpuasan publik pun kembali meningkat, karena upaya pemerintah untuk memenuhi persyaratan IMF itu, dengan meningkatkan pendapatan, menaikkan tagihan listrik dan membebankan pajak pendapatan baru yang memberatkan para profesional dan pebisnis.

Pajak yang lebih tinggi, inflasi yang berkepanjangan serta pasar kerja yang stagnan itu pun menjerumuskan seperempat populasi warga Sri Lanka ke dalam kemiskinan dan mendorong ribuan lainnya untuk bermigrasi.

Oposisi manfaatkan ketidakpuasan warga

Pemimpin oposisi Sajith Premadasa dan anggota parlemen Anura Kumara Dissanayake, yang mengepalai partai kiri Janatha Vimukthi Peramuna (JVP), diperkirakan akan memanfaatkan ketidakpuasan warga untuk mengajukan penawaran menjadi kandidat presiden selanjutnya.

Baik Premadasa maupun Dissanayake secara terbuka mengatakan bahwa keduanya akan melihat pembenahan program IMF untuk mengurangi tekanan biaya hidup masyarakat Sri Lanka dan meringankan beban pembayaran hutang negara.

"Ini adalah waktu yang kritis bagi Sri Lanka,” kata Bhavani Fonseka, peneliti senior di Pusat Alternatif Kebijakan yang berbasis di Kolombo.

Pemulihan ekonomi Sri Lanka ini masih sangat rapuh dan usaha-usaha untuk membalikkan reformasi saat ini dapat memicu krisis baru, kata para analis.

Pemerintahan yang baru perlu memastikan bahwa reformasi ekonomi yang diberlakukan nantinya dapat berjalan dan diselesaikan dengan baik, demi mengubah perekonomian negara di jalur yang positif, kata para analis. 

kp/hp (Reuters, AP)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait