Histeri wabah Ebola di Amerika memicu langkah tidak logis. Seorang perawat yang menangani pasien Ebola dan terbukti tidak terinfeksi, kini melawan perintah karantina.
Iklan
Perawat Kaci Hickox (33) yang sebelumnya bertugas menangani pasien ebola di Sierra Leone, dan terbukti negatif dalam tes virus maut itu. Setelah kembali ke Amerika Serikat, ia menjalani kehidupan seperti biasa: bersepeda, mengambil pesanan pizza dan nonton film bersama pacarnya.
Bagi pemerintah negara bagian Maine, tindakan perawat ini dianggap pelanggaran hukum. Gubernuh Paul LePage sebelumnya meminta agar perawat yang bertugas untuk organisasi humaniter Doctors Without Borders itu menjalani karantina selama 21 hari, sesuai masa inkubasi virus ebola. Tapi Hickox menolak, dengan alasan, haknya dilanggar karena dia bukan ancaman bagi orang lain. Perawat bersangkutan tidak menunjukan gejala infeksi ebola.
Kritik dan protes
Menanggapi stigma dan kewajiban karantina terhadap para relawan medis yang kembali dari tugas di kawasan wabah di Afrika Barat itu, organisasi bantuan humaniter mencemaskan efek buruk pada tugas Doctors Without Borders di kawasan epidemi.
"Para dokter dan perawat yang sukarela bertugas di kawasan wabah di Afrika Barat kini cemas dan bingung menanggapi apa yang akan mereka hadapi jika pulang ke Amerika," ujar Sophie Delaunay direktur eksekutif Doctors Without Borders Amerika Serikat.
Sementara organisasi perawat di California mengumumkan akan menggelar aksi protes, terkait kurangnya perlindungan bagi tenaga paramedis yang bertugas merawat pasien yang terinfeksi virus mematikan ebola.
Presiden Barack Obama juga sudah melontarkan kritiknya, terkait perintah karantina di sejumlah negara bagian terhadap para petugas medis yang kembali dari kawasan wabah.
as/yf (ap,rtr,dpa)
Perang Melawan Virus Mematikan
Pakaian pelindung dan pengawasan ketat di bandar udara adalah jurus yang dirapal oleh hampir semua negara buat mencegah wabah Ebola. Namun kendati begitu kasus Ebola tetap bermunculan di Eropa dan Amerika Serikat
Foto: picture-alliance/dpa/J. Woitas
Pakaian Pelindung
Pakaian ini diwajibkan buat semua petugas medis yang berurusan dengan pasien Ebola. Dimulai dengan sepatu dan sarung tangan karet, petugas juga menggunakan masker dan kacamata pelindung, serta pakaian overall yang menutupi setiap jengkal tubuh. Untuk menghindari penularan, setiap pakaian pelindung yang sudah digunakan wajib dimusnahkan.
Foto: picture-alliance/dpa/Federico Gambarini
Isolasi Maksimal
Kamar pasien di stasiun isolasi darurat terpisah dari dunia luar. Udara dari dalam ruang difilter sebelum dibuang, air kotor pun harus melalui proses pemurnian terlebih dulu. Sementara tekanan di dalam pakaian pelindung meminimalisir potensi penularan.
Setelah berurusan dengan pasien, petugas medis harus melalui ruang desinfeksi dan sterilisasi. Di dalam ruangan tersebut petugas mendapat semprotan cairan desinfektan buat membunuh sisa virus yang menempel pada pakaian. Baru setelah itu petugas bisa melepaskan pakaian pelindungnya.
Foto: picture-alliance/dpa/Sebastian Kahnert
Bantuan Tambahan
Kewaspadaan tinggi dituntut ketika melepaskan baju pelindung. Sebab itu pula petugas tambahan disiapkan buat membantu petugas medis. Setelah selesai digunakan, pakaian pelindung langsung dibuang dan dibakar.
Foto: picture-alliance/dpa/Federico Gambarini
Perawat Menjadi Korban
Kendati menerapkan standar keamanan tinggi, tiga perawat di Amerika Serikat dan Spanyol masih tertular virus Ebola lewat pasien. Sejauh ini tidak jelas bagaimana virus bisa menyentuh bagian tubuh ketiga perawat tersebut. Pemerintah AS terpaksa mengkarantina kediaman perawat di Texas.
Foto: Reuters/City of Dallas
Pakaian Pelindung di Afrika
Pakaian pelindung juga dikenakan oleh dokter dan perawat di Afrika Barat. Namun begitu, pakaian tersebut sering tidak memenuhi standar keamanan yang diperlukan. Beberapa melaporkan, pakaian pelindung memiliki celah atau dibuat dari bahan yang mudah bocor.
Foto: picture alliance/AP Photo
Jenazah Tak Tersentuh
Pemakaman korban tewas akibat Ebola dilangsungkan dengan kewaspadaan tinggi. Negara-negara di Afrika Barat misalnya melarang upacara pemandian korban. Larangan yang diperlukan untuk mencegah infeksi baru itu acap mendapat protes keras dari anggota keluarga.
Foto: Reuters/James Giahyue
Isolasi di Dalam Tenda
Di wilayah yang tertinggal dalam hal layanan kesehatan, membangun infrastruktur darurat untuk mencegah penyebaran wabah penyakit adalah tugas berat. Di Liberia petugas mengandalkan tenda untuk merawat pasien Ebola. Namun menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), negara maju seperti Jerman pun akan kewalahan menghadapi wabah seperti yang mengamuk di Afrika Barat ini.
Foto: Zoom Dosso/AFP/Getty Images
Dibakar, bukan Dijemur
Di Afrika Barat, pakaian pelindung yang sudah terkontaminasi sering cuma dicuci dan dikeringkan. Namun beberapa negara seperti Guinea sudah menerapkan standar tinggi dengan membakar pakaian tersebut. Kendati begitu, kelangkaan pakaian pelindung akibat harga yang tinggi dan macetnya pasokan dari Eropa mempersulit upaya pencegahan wabah Ebola.
Foto: Cellou Binania/AFP/Getty Images
Pengawasan di Bandara
Penumpang pesawat dinilai berpotensi membawa virus ke wilayah lain. Sebab itu sejumlah bandar udara memberlakukan pengawasan ketat. Petugas medis diturunkan buat mengukur suhu tubuh penumpang. Masalah terbesar adalah masa inkubasi Ebola yang berlangsung hingga 21 hari.