1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

57 Persen Guru di Indonesia Intoleran

19 Oktober 2018

Hasil survei nasional Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah, menunjukkan data 57 persen guru di Indonesia memiliki pandangan intoleran terhadap agama lain.

Symbolbild Schulbildung für Flüchtlingskinder
Foto: picture-alliance/dpa/D. Karmann

Survei tersebut dilakukan antara 6 Agustus dan 6 September 2018, dengan 2.237 guru menjadi sampel. Responden diberi tes bias implisit yang terdiri dari kuesioner dan dibantu komputer untuk mengukur tingkat intoleransi dan radikalisme mereka. Survei tersebut memiliki margin of error sebesar 2,07 persen serta tingkat kepercayaan 95 persen.

Data yang ditunjukkan survei adalah sebanyak 57 persen guru memiliki opini intoleran terhadap agama lain serta 46 persen guru memiliki opini radikal.

Pentingnya peran guru

"Penelitian ini bertujuan untuk melihat pandangan serta sikap keberagamaan guru sekolah dan madrasah di Indonesia. Guru punya posisi strategis dan punya peran penting dalam pembentukan nilai-nilai, pandangan, serta pemikiran siswa," kata Direktur Eksekutif PPIM Saiful Uman seperti dilansir tempo.co.

PPIM menarik kesimpulan dari jawaban responden atas beberapa pertanyaan. Ketika ditanya tentang non-Muslim membangun sekolah berbasis agama di daerah mereka, 56 persen menunjukkan bahwa mereka tidak menyetujui. Sementara sebanyak 21 persen guru tidak setuju bila ada kegiatan agama lain di daerahnya. Pertanyaan lain menunjukkan hampir 30 persen guru siap untuk melakukan jihad untuk mendirikan sebuah kekhalifahan Islam di Indonesia.

"Kami menemukan tiga hal yang sangat berkorelasi dengan tingginya tingkat intoleransi dan radikalisme di antara para guru: pandangan mereka tentang Islamisme, demografi dan keterlibatan mereka dalam organisasi massa, baik selama kuliah dan saat ini," kata Saiful.

Tingkat kesejahteraan

PPIM merekomendasikan pemberian gaji yang layak kepada guru, karena survey ini juga menunjukkan korelasi antara pendapatan dan radikalisme, dengan mereka yang kurang produktif cenderung menjadi lebih radikal. Selain itu PPIM juga meminta elemen-elemen pendidikan banyak mengadakan program berorientasi keragaman. Lebih lanjut, menurut PPIM pemberdayaan lembaga-lembaga keagamaan dan pendidikan tidak kalah penting untuk menekan angka intoleransi dan radikal. yp/ml (jakartaglobe, kompas, tempo)