Studi: Antisemitisme “Mengakar Kuat” di Masyarakat Jerman
16 Mei 2022
Survey menunjukkan masih tingginya tingkat kebencian terhadap bangsa Yahudi di Jerman. Simpatisan partai populis kanan dan muslim konservatif merupakan kelompok yang paling rentan terpapar paham antisemitisme.
Iklan
Kepolisian mencatat sebanyak 3.028 kasus kejahatan antisemitisme terjadi di sepanjang tahun 2021. Angka tersebut merupakan rekor tertinggi sejak pencatatatan angka kriminalitas di Jerman.
Kini, survey yang dibuat Allensbach Institute atas pesanan organisasi Yahudi-Amerika Serikat, American Jewis Committee, menunjukkan antisemitisme bukan cuma isu politik belaka, tetapi masih "mengakar kuat” di masyarakat Jerman.
Meski diklaim marak di kalangan ekstrem kanan dan muslim konservatif, antisemitisme diyakini tersebar luas di Jerman oleh sekitar 60 persen responden. Sekitar dua pertiga menanggap kebencian terhadap Yahudi meningkat sejak satu dekade terakhir. Fenomena ini dipercaya berasal dari ideologi ekstrem kanan, yang diperkuat sikap anti-Israel dan pengaruh paham Islam garis keras.
Survey tersebut terutama membidik warga muslim yang hidup di Jerman. Sebanyak 31 persen kaum muslim meyakini sikap anti-Israel sebagai alasan utama kemunculan sentimen anti-Yahudi, sementara pada responden umum jumlahnya sekitar 21 persen.
Lebih dari separuh warga muslim meyakini antisemitisme tersebar luas di Jerman. Pengaruhnya menguat terutama sejak beberapa tahun terakhir.
"Antisemitisme adalah dampak dari minimnya pendidikan, minimnya rasa toleransi. Masalah Timur Tengah juga merupakan isu aktual,” kata Aziz Fooladvand, seorang guru di sebuah sekolah dengan 80 persen murid muslim di barat Jerman.
"Kita mencoba menjelaskan perbedaan antara Yahudi dan Israel,” imbuhnya kepada stasiun radio, Deutschlandfunk. "Ini adalah hal baik karena kita harus memisahkan antara agama dan politik.”
Penyerangan Sinagoge di Jerman
Penyerangan sinagoge di Halle bukanlah kejadian pertama yang terjadi di Jerman dalam kurun waktu terakhir. Bahkan ketika era Nazi telah usai, gerakan anti-semitisme dan penyerangan sinagoge masih terjadi.
Foto: Imago Images/S. Schellhorn
Köln, 1959: Lambang swastika dan ujaran kebencian
Pada bulan Desember 1959, dua anggota partai ekstrimis sayap kanan Jerman Deutsche Reichspartei (DRP) menggambar lambang swastika dan menuliskan kalimat "Tuntutan Jerman: Yahudi pergi" di sebuah sinagoge di Köln. Grafiti anti-semitisme muncul di seluruh negeri. Para pelaku dihukum dan parlemen Jerman menerapkan peraturan larangan ujaran kebencian yang berlaku hingga hari ini.
Foto: picture-alliance/Arco Images/Joko
Lübeck, 1994: Sinangoge dibakar
Orang-orang di seluruh negeri dikagetkan oleh sebuah penyerangan sinagoge yang ada di utara kota Lübeck pada Maret 1994. Untuk pertama kalinya, sebuah sinagoge di Jerman dibakar. Empat ekstrimis sayap kanan dihukum karena melakukan pembakaran. Sehari setelahnya, 4.000 warga Lübeck turun ke jalan dan membentangkan slogan "Lübeck menahan nafas." Pada tahun 1995, sinagoge yang sama kembali dibakar.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Büttner
Essen, 2000: Sinagoge dilempari batu
Lebih dari 100 orang Palestina melempari sebuah sinagoge tua yang terletak di kota Essen dengan bebatuan pada bulan Oktober 2000. Insiden tersebut terjadi ketika massa berunjuk rasa melawan "kekerasan di Timur Tengah." Seorang polisi terluka. Mahmud Alaeddin, wakil ketua delegasi umum Palestina di Jerman, menjauhkan diri dari penyerangan itu.
Foto: picture-alliance/B. Boensch
Düsseldorf, 2000: Dibakar dan dilempari batu
Seorang warga Palestina 19 tahun dan warga Maroko 20 tahun menyerang sebuah sinagoge di Düsseldorf dengan membakar dan melempari batu di bulan Oktober 2000 sebagai aksi "balas dendam" terhadap kaum Yahudi dan Israel. "Kami butuh orang-orang terhormat untuk memberontak" melawan anti-semitisme, ujar kanselir Jerman Gerhard Schröder. Pemerintah dan berbagai NGO mengkampanyekan aksi melawan ekstrimis.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Weihrauch
Mainz, 2010: Serangan bom molotov setelah peresmian
Tak lama setelah peresmian di bulan September 2010, sinagoge di Mainz diserang pada malam hari di tanggal 30 Oktober. Bangunan yang diarsiteki Manuel Herz ini menggantikan sinagoge sebelumnya yang hancur terbakar pada masa Kristallnacht, pembantaian kaum Yahudi oleh Nazi di tahun 1938.
Foto: picture-alliance/akg/Bildarchiv Steffens
Wuppertal, 2014: Sinagoge dibakar
Pada Juli 2014, tiga pemuda Palestina mencoba membakar gerbang depan sinagoge yang ada di Wuppertal. Berdasarkan keputusan yang kontroversial, pengadilan memutuskan tidak ditemukan adanya bukti dan motif anti-semitisme. Kaum Yahudi di Jerman dan sejumlah media asing meradang. Ketua komunitas Yahudi Wuppertal menyatakan putusan tersebut sebagai undangan tindakan kriminal.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Seidel
Berlin, 2019: Penyerang menggunakan pisau
Seorang pria sambil membawa pisau memanjat tembok pembatas sebuah sinagoge di Berlin pada malam Sabat, 4 Oktober 2019. Petugas keamanan menangkap pelaku penyerangan. Pelaku dinilai tidak memiliki motif yang jelas. Polisi pun membebaskannya kemudian, yang disebut sejumlah pemimpin Yahudi "kegagalan" dalam keadilan.
Foto: picture-alliance/dpa/Avers
Halle, 2019: Penembakan di hari Yom Kippur
Sekita 80 orang tengah berada dalam sinagoge pada Rabu siang saat tengah memperingati hari Yom Kippur, hari suci umat Yahudi. Penyerang dilaporkan berusaha melakukan penembakan ke sinagoge namun dihalangi oleh petugas keamanan. Dua pejalan kaki tewas dan dua lainnya terluka. Tersangka yang mempunyai kaitan dengan ekstrimis sayap kanan anti-semitisme dan misoginis, telah ditahan. (rap/vlz)
Foto: Imago Images/S. Schellhorn
8 foto1 | 8
Politik Antisemitisme
Walaupun antisemitisme berakar kuat, survey tersebut juga menunjukkan fenomena rasisme terhadap "warga asing”, di mana kelompok masyarakat berkulit gelap, muslim atau anggota etnis Sinti dan Roma tergolong yang paling tidak disukai.
Iklan
Dilihat dari spektrum politik, kelompok populis kanan, terutama simpatisan Partai Alternatif untuk Jerman (AfD), memiliki porsi terbesar dalam peningkatan fenomena antisemitime. Contohnya, lebih dari sepertiga pendukung AfD mengamini pernyataan bahwa "kaum Yahudi memiliki kekuasaan politik yang terlalu besar.” Jumlah tersebut dua kali lipat lebih besar ketimbang angka rata-rata nasional.
Meski demikian, jajak pendapat Allensbach Institute juga menghasilkan kesimpulan muram buat seluruh spektrum politik. Semua partai dianggap menunjukkan "kehati-hatian khusus” terkait isu antisemitisme, dan dengan begitu "menyerahkan ruang politik kepada AfD,” kata Direktur AJC Berlin, Remko Leemhuis.
Dia tidak cuma mengritik AfD, tetapi juga anggota partai sebagai "bagian kritis dari masalah ini.”
Potret Sinagoge Yahudi di Tondano
Di Rerewokan, Kecamatan Tondano Barat, berdiri sinagoge Yahudi. Di sini, umat hidup damai dalam mempraktikkan keyakinan mereka secara terbuka.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Rumah beratap merah
Di Tondano, Sinagoge Yahudi ini terletak tidak jauh dari makam pahlawan nasional Sam Ratulangi.Sinagog “Shaar Hasyamayim” berdiri dekat dengan beberapa gereja dan pemukiman orang-orang yang berbeda agama.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Hidup damai berdampingan
Warga yang tinggal di sekitar juga menganut berbagai agama. Mereka menjalankan ibadah masing-masing tanpa masalah.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Komunitas Yahudi di Hindia belanda
Pengelana Yahudi, Jacob Saphir, adalah orang pertama yang menulis mengenai komunitas Yahudi di Hindia Belanda tahun 1859. Di Batavia, ia menulis ada sekitar 20 keluarga Yahudi di kota itu dan beberapa di Semarang. Pada saat Perang Dunia, jumlah Yahudi di Hindia Belanda diperkirakan sekitar 2.000 jiwa. Yahudi Indonesia diasingkan ketika Jepang duduki Indonesia.
Foto: picture-alliance/dpa/Rainer Jensen
Wadah komunitas Yahudi di Indonesia
Tahun 2009 dibentuk organisasi komunitas Yahudi "The United Indonesian Jewish Community" (UIJC) dan diresmikan pada bulan Oktober tahun 2010. Menurut sumber UIJC saat ini keturunan Yahudi di Indonesia yang diketahui, hampir 2.000-an orang, tersebar hampir merata di seluruh Indonesia, bahkan ada di Sumatera barat, Aceh. Di Sulawesi Utara, populasinya diperkirakan sampai 800-an orang,
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Pernah diintimidasi
Yaakov Baruch, salah satu pengelola sinagoge di Tondano, mengungkapkan bagaimana dia pernah diintimidasi di sebuah mal yang ramai di Jakarta, saat dia sedang berjalan bersama istrinya yang sedang hamil. "Dari beberapa lantai, mereka meneriaki saya 'Crazy Jew'," katanya kepada AFP dan menambahkan, ada sekelompok pria lalu berlari mendatanginya dan meminta dia melepaskan kippahnya.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Pencarian spiritual
Yaakov Baruch mulai melakukan pencarian spiritual setelah mengetahui memiliki darah Yahudi dari neneknya saat di bangku SMA, Yaakov mencari informasi hingga Belanda dan Israel. Kakek buyut Yaakov, pegawai angkatan bersenjata pemerintah kolonial Hindia Belanda. Meski minoritas, khususnya di Tondano, tidak ada perasaan tidak nyaman yang dirasakan oleh pemeluknya.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Pengakuan
Karena Yudaisme belum diakui sebagai agama resmi, banyak warga Yahudi di Indonesia yang mencatatkan dirinya sebagai "Kristen Protestan" atau agama lain.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Bagian dari Indonesia
Terlepas dari tantangan itu, orang-orang Yahudi di Indonesia tetap bersikeras, bahwa mereka merupakan bagian integral dari negara ini. "Masyarakat Yahudi Indonesia sudah ada di negara ini jauh sebelum negara ini lahir, jadi kita juga bagian dari negara ini," kata Rabbi Yaakov Baruch.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
8 foto1 | 8
Agama menguatkan prasangka rasial
Sementara di sisi kaum muslim, survey menunjukkan "keterkaitan yang kuat” antara kebencian terhadap Yahudi dan relijiusitas. Muslim yang mengaku taat beribadah, mencatatkan tingkat antisemitisme yang lebih tinggi ketimbang warga muslim lain.
Contohnya, sekitar 68 persen warga muslim konservatif mendukung pernyataan bahwa "Yahudi memiliki kekuasaan ekonomi dan keuangan yang terlalu besar.” Jumlahnya pada kaum muslim moderat berkisar pada angka 39 persen.
Dalam hal ini, aliran dana sumbangan dari Timur Tengah ke masjid-masjid Jerman turut dijadikan alasan. Mereka tidak hanya menyumbang dana, tetapi juga mengirimkan imam dan ustadz untuk mengisi kekosongan tenaga pengajar.
"Kita punya banyak komunitas muslim yang tidak punya masalah sama sekali. Kita harus melibatkan mereka dengan lebih besar,” kata Felix Klein, Komisioner untuk urusan Yahudi dan Penanggulangan Antisemitsme di Jerman.
Menurutnya, adalah hal penting untuk tidak membedakan jenis kebencian terhadap bangsa Yahudi, "tetapi menolak semua bentuk antisemitisme.” (rzn/vlz)