Studi Corona Jerman Ungkap Bagaimana Wabah Menyebar
25 Agustus 2020
Sebagian besar infeksi Covid-19 di Jerman terjadi di lingkungan pribadi dalam keluarga, tingkat penyebaran tinggi di panti jompo, kata penelitian terbaru. Risiko tertular di sekolah dan kantor lebih rendah.
Iklan
Pesta pribadi, acara perkumpulan keluarga dan panti jompo bertanggung jawab atas sebagian besar penularan virus corona di Jerman, kata badan pengendalian pandemi Robert Koch Institute (RKI) dalam penelitian terbarunya tentang bagaimana wabah corona menyebar di Jerman.
Hasil studi yang dirilis RKI hari Jumat (24/8) itu menunjukkan bahwa mayoritas penularan wabah corona Jerman terjadi di rumah, dengan tingkat infeksi rata-rata 3,2 orang. Artinya, satu orang yang tertular berpotensi menularkan virus itu kepada 3,2 orang anggota keluarga lainnya.
Panti jompo menjadi lokasi dengan tingkat infeksi kedua tertinggi, dengan rata-rata satu orang tertular berpotensi menyebarkan virus corona kepada 19 orang lain di panti jompo yang sama.
Sedangkan tingkat infeksi tertinggi Covid-19 ditemukan di rumah penampungan pengungsi, dengan satu orang rata-rata berisiko menularkan virus kepada 21 orang lain.
Wabah menyebar paling banyak di lingkungan keluarga
Sekalipun rumah pengungsi dan panti jompo menunjukkan tingkat infeksi tertinggi, namun secara keseluruhan angka penyebaran ineksinya jauh di bawah kasus infeksi pada keluarga, karena sangat sering terjadi, kata RKI:
"Penularan di lingkungan keluarga dan rumah tangga tidak selalu mengarah ke banyak kasus sekunder dan hanya menunjukkan beberapa kasus per wabah, tetapi tampaknya sangat sering terjadi," kata studi RKI tersebut. .
"Tinggal bersama di panti jompo sering kali tampaknya menyebabkan penularan, tetapi infeksi di udara terbuka jauh lebih jarang,” demikian disebutkan.
Sekolah dan kantor tidak terlalu rentan
Sekolah-sekolah hingga saat ini tidak menyebabkan wabah besar, dengan hanya ada 31 lokasi wabah dengan 150 infeksi, kata RKI. Juga di lingkungan kantor, restoran dan hotel hanya ada sedikit kasus penularan virus corona yang bisa ditelusuri.
Suasana Sekolah di Seluruh Dunia Saat Pandemi Corona
Masa liburan sekolah telah berakhir, infeksi COVID-19 juga kembali meningkat di berbagai negara. Sekolah di seluruh dunia melakukan penyesuaian terhadap kegiatan belajar di kelas agar tidak kembali ditutup.
Foto: Getty Images/L. DeCicca
Thailand: Belajar dalam kotak
Sekitar 250 murid yang belajar di sekolah What Khlong Toey di Bangkok kini harus belajar dari dalam kotak plastik dan memakai masker sepanjang hari. Di luar ruang kelas tersedia wastafel dan dispenser sabun. Suhu tubuh murid juga diukur setiap pagi. Aturan ketat ini berhasil: sekolah ini tidak melaporkan infeksi baru sejak Juli.
Foto: Getty Images/L. DeCicca
Swedia: Tidak ada aturan khusus untuk corona
Murid di sekolah-sekolah Swedia memang masih libur. Namun foto ini, yang diambil sebelumnya, melambangkan pendekatan negara ini terhadap penanganan COVID-19. Swedia belum pernah mewajibkan warganya untuk memakai masker. Bisnis, bar, restoran dan sekolah di sana juga tetap boleh beroperasi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/TT/J. Gow
Jerman: Pakai masker di kelas
Murid di SD Petri di Dortmund, negara bagian Nordrhein-Westfalen (NRW), jadi teladan yang patut ditiru. Sebagaimana sekolah di seluruh NRW yang merupakan negara bagian terpadat di Jerman, sekolah ini juga mewajibkan murid untuk memakai masker, termasuk di dalam ruang kelas. Sampai sekarang belum bisa dinilai apakah aturan ini berhasil atau tidak. Sekolah baru saja mulai tanggal 12 Augustus.
Foto: Getty Images/AFP/I. Fassbender
Tepi Barat: Masuk kelas lagi setelah 5 bulan
Sekolah juga kembali dibuka di Hebron, 30 kilometer di selatan Yerusalem. Murid di wilayah ini diwajibkan memakai masker, bahkan di beberapa sekolah, mereka juga harus memakan sarung tangan. Meskipun memakai masker, semangat guru dalam foto saat mengajar terlihat jelas. Sekolah-sekolah di Palestina tutup sejak bulan Maret dan Hebron dinyatakan sebagai pusat infeksi.
Foto: Getty Images/AFP/H. Bader
India: Pelajaran lewat pengeras suara
Sekolah di Dandwal, di negara bagian Maharashtra, India, menyediakan sarana khusus untuk murid yang tidak bisa mengakses internet. Di sini, murid bisa mengikuti kegiatan belajar dan mengejar tugas-tugas yang tertinggal dengan mendengarkan rekaman yang kemudian diputar dan disiarkan dengan bantuan pengeras suara. Maharashtra termasuk daerah yang terpukul parah oleh pandemi.
Foto: Reuters/P. Waydande
Kongo: Wajib cek suhu tubuh sebelum masuk kelas
Pihak berwenang di Lingwala, di pinggiran ibu kota Kongo, Kinshasa, menanggapi ancaman infeksi virus corona di kalangan siswa dengan amat serius. Setiap siswa yang belajar di Sekolah Reverend Kim diharuskan untuk mengukur suhu tubuh sebelum diizinkan masuk gedung. Masker wajah juga wajib dipakai.
Foto: Getty Images/AFP/A. Mpiana
Amerika Serikat: Kelas di daerah hot spot pandemi
Sekolah-sekolah di AS juga melakukan cek suhu tubuh setiap hari agar bisa menemukan potensi kasus COVID-19. Aturan ini dibutuhkan di negara yang masih mencatatkan angka infeksi tertinggi di dunia tersebut. Pada tanggal 13 Agustus, Universitas Johns Hopkins melaporkan bahwa dalam 24 jam terakhir, ada lebih banyak orang meninggal bila dibandingkan dengan periode sejak akhir Mei.
Foto: picture-alliance/Newscom/P. C. James
Brasil: Sarung tangan dan pelukan
Maura Silva (kiri), guru sekolah umum di Rio de Janeiro barat, di dekat salah satu daerah kumuh terbesar kota itu, berusaha mengunjungi murid-muridnya di rumah mereka. Ia juga membawa sebuah perlengkapan untuk memeluk para muridnya. Sebelum menggendong mereka, Silva dan muridnya memakai masker dan membantu mereka mengenakan sarung tangan plastik. (bo/ae)
Foto: Reuters/P. Olivares
8 foto1 | 8
Namun di Jerman, liburan sekolah baru saja berakhir dan kegiatan sekolah dihentikan sejak bulan maret lalu. Karena itu situasi ancaman tertular virus di sekolah-sekolah mungkin bisa berubah, ketika sebagian besar murid kembali lagi ke sekolahnya.
Studi RKI juga mencatat bahwa penyebaran wabah di angkutan umum seperti kereta api sulit diamati karena sulit melacak identitas penumpang yang kemungkinan terinfeksi.
RKI juga menekankan bahwa hasil penelitiannya belum bisa menggambarkan sumber infeksi sepenuhnya, karena angka-angka yang dihasilkan hanya didasarkan pada penelitian sekitar 27% dari semua kasus infeksi di lokasi-lokasi wabah tertentu.