1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Studi Kawasan Asia Tenggara Universitas Bonn

Christa Saloh-Foerster12 Desember 2008

Apa kualifikasi seorang pakar pembangunan bagi negara-negara berkembang di Asia Tenggara, misalnya di Indonesia? Inilah yang ditawarkan studi Asia Tenggara di Universitas Bonn, Jerman.

Universitas BonnFoto: Presseamt Bundesstadt Bonn

Didirikan 12 tahun yang lalu, SOA bisa dikatakan masih muda, namun telah menghasilkan lulusan yang di antaranya tersebar di berbagai negara Asia Tenggara, misalnya di Indonesia, Malaysia, Singapura atau Vietnam. Mereka bekerja di yayasan atau lembaga bantuan pembangunan Jerman yang cukup penting, misalnya, Konrad Adenauer Stiftung, Friedrich Ebert Stiftung, GTZ, InWent, atau di beberapa organisasi bantuan lainnya, seperti LSM “Help” yang bermarkas di Bonn. Dan juga ada alumni yang bekerja di lembaga keuangan dunia Wolrd Bank di Jakarta.


Asia Tenggara sebagai salah satu kawasan terdinamis


Ketika ditanyakan, mengapa studi SOA ditawarkan di perguruan tinggi Bonn, Ketua Jurusan SOA Prof. Dr. Christoph Antweiler mengutarakan, Universitas Bonn menawarkan studi Asia Tenggara karena kawasan ini termasuk yang terpenting dan juga salah satu yang paling dinamis di dunia. Namun ada juga alasan lain yang tidak kalah pentingnya.Prof. Christoph menuturkan:

"Di jurusan ini yang dulunya bernama Seminar für Orientalische Sprachen atau Jurusan Bahasa-bahasa Oriental, telah ditawarkan studi sejumlah bahasa asing, terutama bahasa yang digunakan di wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara. Sudah sejak puluhan tahun bahasa Indonesia ditawarkan di sini. Diawali oleh pendahulu sementara saya, Prof. Schiel dan sebelumnya Prof. Gerke, kami belakangan ini mulai memperluas tawaran studi ini melampaui kawasan Indonesia, yaitu mencakup Asia Tenggara. Tapi sudah tentu kami di sini punya titik berat, misalnya penekanan dalam bidang penelitian saya juga Indonesia.”


Bahasa Indonesia dalam studi SOA

Pengetahuan tentang Indonesia dan bahasanya memang memainkan peranan dalam studi kawasan. Bahasa Indonesia sejak lama ditawarkan bagi mahasiswa di Universitas Bonn tetapi saat itu dalam program S2 studi penerjemahan. Setelah SOA dibentuk, bahasa Indonesia dicantumkan sebagai bahasa pilihan dalam program S1 dan S2 studi kawasan Asia Tenggara.

Kurikulum utama perkuliahan SOA bersifat interdisiplinar, artinya menyentuh berbagai bidang ilmu pengetahuan. Jurusan Asia Tenggara, SOA menawarkan pengenalan teori-teori ilmu pengetahuan sosial, budaya dan filologi serta penerapannya atas permasalahan yang saat ini muncul di negara-negara Asia Tenggara. Mengenai latar belakang pendidikannya sendiri, Christoph Antweiler mengungkapkan:

“Saya adalah seorang antropolog, ilmuwan yang meneliti kebudayaan, terutama kehidupan sehari-hari. Dulu, penelitian dilakukan di lingkungan budaya yang sangat asing, namun sekarang dapat dilaksanakan di mana saja. Kami meneliti masalah dan tema-tema mirip seperti yang terdapat pada ilmu sosiologi, namun dengan metode yang amat dekat dengan pengalaman. Kami terutama melakukan penelitian lapangan dan wawancara intensif. Tapi melalui ketua-ketua jurusan sebelumnya, jurusan ini juga punya tradisi sosiologis terutama sosiologi perkembangan. Jadi kami di sini menjalankan penelitian Asia Tenggara dan tekanannya pada ilmu pengetahuan sosial.“

Politik, masyarakat dan budaya di Asia Tenggara

Jurusan Asia Tenggara Universitas Bonn menawarkan perkuliahan mengenai teori masyarakat yang mendasar dan meliputi perubahan sosial di masyarakat Asia Tenggara. Ini diperlukan untuk memungkinkan analisa masyarakat plural, suku minoritas, konflik antarsuku dalam kaitannya dengan pembentukan bangsa. Selain belajar kenal teori budaya dan perkembangan, seperti misalnya teori peradaban, proses modernisasi, serta teori mengenai komunikasi interkultural dan masyarakat yang berpengetahuan, mahasiswa juga mempelajari cir-ciri khas dari sistem politik di Asia Tenggara, terutama peran pemerintah dan masyarakat sipil, proses demokratisasi serta keistimewaan dan masalah perkembangan ekonominya. Globalisasi di Asia tenggara dan konsep masyarakat berpengetahuan, pengetahuan global dan lokal, serta masalah aktual mengenai kesenjangan sosial, keamanan sosial dan migrasi merupakan sorotan utama studi kawasan ini.

Bahasa China

Untuk melengkapi studi itu SOA tidak hanya menawarkan pelajaran bahasa Indonesia, tetapi juga dua bahasa Vietnam dan China. Kenapa justru bahasa China ditawarkan? Ketua Jurusan SOA, Prof. Christoph Antweiler menerangkan:

“Kenapa Bahasa China. Ini diputuskan beberapa tahun silam. Saya pikir ini keputusan yang amat berguna. Di kawasan Asia Tenggara terdapat yang dinamakan oversee Chinese atau warga China perantauan. Memang mereka sering berbicara bahasa negara di mana mereka tinggal, misalnya di Thailand. Atau mereka tidak bisa berbicara Mandarin, melainkan Hokian. Tapi secara keseluruhan, untuk pengertian kawasan dari segi sejarah dan juga saat ini sangatlah penting untuk mengetahui unsur China. Selain itu, China adalah mega faktor di kawasan ini, baik secara politis maupun ekonomi. Lebih penting dari India.”

Bahasa Vietnam

Antweiler selanjutnya menambahkan, Asia Tenggara sangat berorientasi ke wilayah Pasifik, ke China bagian Pasifik, Jepang dan pesisir di hadapannya. Dan untuk orientasi semacam itu, bahasa China menjadi penting dan mungkin akan bertambah penting. Demikian Antweiler. Mengenai pembelajaran bahasa Vietnam di SOA Bonn, Antweiler mengungkapkan:

"Orang tentu bertanya kenapa kami justru menawarkan bahasa Vietnam. Salah satu alasannya, kami sengaja tidak hanya mengambil wilayah pulau di Asia Tenggara, seperti Indonesia, Brunai, Malaysia dan Filipina, tetapi juga wilayah daratan Asia Tenggara. Vietnam adalah salah satu dari negara yang amat penting dan saat ini sangat dinamis. Sebagai sebuah negara komunis namun dengan orientasi baru dalam sektor perekonomian.“

Alumni SOA Universitas Bonn

Dengan berbekal pengetahuan kawasan Asia Tenggara dan kemampuan bahasa dari salah satu negerinya, lulusan Jurusan Studi Kawasan Asia Tenggara masuk ke pasar kerja Jerman untuk menerapkan ilmu yang ditimba.

Nicola Breuning, salah seorang alumninya yang sejak tiga tahun berada di Nias, Gunung Sitoli, bekerja untuk organisasi bantuan Jerman"Help“. Organisasi yang bermarkas di Bonn ini, membantu warga Nias dalam pembangunan kembali setelah gempa memporak-porandakan pulau itu. Mengenai tugasnya di Nias, Nicola Breuning menuturkan:

"Kami merangkul partisipan lokal bukanlah hanya sebagai penerima bantuan yang pasif tetapi mereka juga harus terlibat dalam perencanaan dan perumusan kondisi mereka secara nyata. Dan untuk meningkatkan potensi, kami selama ini telah memberikan ketrampilan khusus kepada desa-desa yang kami bantu agar mereka bisa bersama kami membangun rumah-rumah yang hancur akibat gempa."

Fokus studi Indonesia di SOA Universitas Bonn menurut Nicola bermanfaat sekali untuk pekerjaannya di Nias saat ini:

"Saya merasakan, yang paling bermaanfaat untuk pekerjaan saya di sini bahwa saya selama kuliah di Universitas Bonn telah belajar tentang berbagai topik mengenai kawasan Asia Tenggara dan khususnya tentang negara fokus saya yaitu Indonesia. Yang paling berharga untuk pekerjaan saya saat ini adalah kemampuan saya berbahasa Indonesia."

Sementara lulusan lainnya, Denny Hartono menerapkan pengetahuan yang didapatkannya di InWent, yaitu sebuah lembaga Jerman yang antara lain bergerak dalam bidang pelatihan hal-hal yang berkaitan dengan bantuan pembanguanan. Tuigasnya di InWent antra lain menangani sebuah proyek online bagi guru dan pelajar. Ketika ditanyakan apakah ilmu yang ditimbanya punya kaitan dengan tugasnya saat ini, Denny mengatakan:

"Ya, sudah tentu. Tema tahun ini dan juga tahun depan menyangkut globalisasi. Tahun ini misalnya, "air“ yang menjadi tema. Tema ini merupakan isu spesifik lingkungan dan menyangkut kebijakan pembangunan. Tema global ini terutama ditujukan bagi pelajar untuk membangkitkan kesadaran global mereka. Target langsung kami adalah guru-guru yang nantinya akan memasukkan tema ini ke dalam kurikulum dan membahasnya dengan murid-murid. Tugas pendidikan yang menyentuh kebijakan bantuan pembangunan.