Studi: Lebih dari Separuh Danau di Dunia Mengering
19 Mei 2023
Hasil penelitian terbaru menunjukkan pemanasan global dan tingkat konsumsi manusia menyebabkan danau-danau di dunia mengalami kekeringan.
Iklan
Lebih dari separuh danau di dunia telah menyusut, menurut sebuah studi baru yang diterbitkan pada hari Kamis (18/05). Tim peneliti internasional mempublikasikan temuan mereka di jurnal Science dan menemukan bahwa pemanasan global dan aktivitas manusia adalah penyebab utamanya.
Danau dan waduk alami mengandung sekitar 87% air tawar di Bumi.
Laporan tersebut juga menyoroti perlunya solusi pengelolaan air.
Danau dan waduk menyusut sejak 1990-an
Menurut penelitian yang dipimpin oleh ahli hidrologi Fangfang Yao dari University of Colorado, danau dan waduk besar di dunia telah menyusut sejak awal tahun 1990-an.
Tim ahli mengatakan bahwa beberapa sumber air tawar yang penting di dunia telah kehilangan air dengan laju kumulatif sekitar 22 gigaton per tahun selama hampir tiga dekade.
"Lebih dari separuh penurunan tersebut terutama disebabkan oleh konsumsi manusia atau sinyal tidak langsung dari manusia melalui pemanasan iklim," kata Yao yang menunjukkan bahwa pemanasan global memberikan kontribusi yang lebih besar.
Para peneliti juga menemukan bahwa perubahan curah hujan dan limpasan air, sedimentasi, dan kenaikan suhu telah menyebabkan penurunan permukaan danau secara global.
Dampak Perubahan Iklim, Dunia Mengalami Krisis Air
Meningkatnya suhu dan gelombang panas yang ekstrem telah membuat negara-negara di seluruh dunia gersang. Bencana kekeringan melanda Cina, AS, Etiopia, hingga Inggris.
Foto: CFOTO/picture alliance
Krisis kelaparan di Tanduk Afrika
Etiopia, Kenya, dan Somalia saat ini mengalami kekeringan terburuk dalam lebih dari 40 tahun. Kondisi lahan kering menyebabkan masalah ketahanan pangan yang parah di wilayah tersebut, dengan 22 juta orang terancam kelaparan. Lebih dari 1 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena bencana kekeringan, yang diperkirakan akan berlanjut selama berbulan-bulan.
Foto: Eduardo Soteras/AFP/Getty Images
Sungai Yangtze mengering
Dasar sungai terpanjang ketiga di dunia, Sungai Yangtze, tersingkap karena krisis kekeringan melanda Cina. Permukaan air yang rendah berdampak pada distribusi dan pembangkit listrik tenaga air, dengan produksi listrik dari Bendungan Tiga Ngarai turun 40%. Sebagai upaya membatasi penggunaan listrik, beberapa pusat perbelanjaan mengurangi jam buka dan pabrik melakukan penjatahan listrik.
Foto: Chinatopix/AP/picture alliance
Hujan yang jarang terjadi di Irak
Irak yang sangat rentan terhadap perubahan iklim dan isu penggurunan terus berjuang mengatasi kekeringan yang terjadi selama tiga tahun berturut-turut. Sebuah situs Warisan Dunia UNESCO di selatan negara itu pun telah mengering. Bencana kekeringan berkontribusi pada kontraksi ekonomi sekitar 17% dari sektor pertaniannya selama setahun terakhir.
Foto: Ahmad Al-Rubaye/AFP
Pembatasan penggunaan air di Amerika Serikat
Pasokan air Sungai Colorado menyusut setelah curah hujan jauh di bawah rata-rata selama lebih dari dua dekade. Krisis ini diyakini sebagai yang terburuk dalam lebih dari 1.000 tahun. Sungai yang mengalir melalui barat daya Amerika Serikat dan Meksiko, memasok air bagi jutaan orang dan lahan pertanian. Sejumlah negara bagian diminta untuk mengurangi penggunaan air dari Sungai Colorado.
Foto: John Locher/AP Photo/picture alliance
47% wilayah Eropa terancam kekeringan
Eropa mengalami gelombang panas ekstrem, sedikit hujan, dan kebakaran hutan. Hampir setengah wilayah benua itu saat ini terancam kekeringan, yang menurut para ahli bisa menjadi yang terburuk dalam 500 tahun. Sungai-sungai besar termasuk Rhein, Po, dan Loire telah menyusut. Permukaan air yang rendah berdampak pada transportasi barang dan produksi energi.
Foto: Ronan Houssin/NurPhoto/picture alliance
Dilarang pakai selang di Inggris
Beberapa wilayah di Inggris berada dalam status kekeringan pada pertengahan Agustus. Krisis kekeringan parah sejak 1935 melanda negara itu di bulan Juli. Pihak berwenang mencatat suhu terpanas Inggris pada 19 Juli mencapai 40,2 derajat Celsius. Penggunaan selang air untuk menyiram kebun atau mencuci mobil tidak diperbolehkan lagi selama Agustus di seluruh negeri.
Foto: Vuk Valcic/ZUMA Wire/IMAGO
Masa lalu prasejarah Spanyol terbongkar
Spanyol sangat terdampak oleh krisis kekeringan dan gelombang panas. Kondisi tersebut telah memicu kebakaran hutan hebat yang menghanguskan lebih dari 280.000 hektar lahan dan memaksa ribuan orang mengungsi. Permukaan air yang surut di sebuah bendungan mengungkap lingkaran batu prasejarah yang dijuluki "Stonehenge Spanyol".
Foto: Manu Fernandez/AP Photo/picture alliance
Beradaptasi dengan dunia yang lebih kering
Dari Tokyo hingga Cape Town, banyak negara dan kota di dunia beradaptasi mengatasi kondisi yang semakin kering dan panas. Solusinya tak harus berteknologi tinggi. Di Senegal, para petani membuat kebun melingkar yang memungkinkan akar tumbuh ke dalam, yang bisa menampung air berharga di daerah yang jarang hujan. Di Cile dan Maroko, orang menggunakan jaring yang mampu mengubah kabut jadi air minum.
Foto: ZOHRA BENSEMRA/REUTERS
Berjuang untuk tetap terhidrasi
Setelah Cape Town, Afrika Selatan, nyaris kehabisan air pada tahun 2018, kota ini memperkenalkan sejumlah langkah untuk memerangi kekeringan. Salah satu solusinya adalah menghilangkan spesies invasif seperti pinus dan kayu putih, yang menyerap lebih banyak air dibanding tanaman asli seperti semak fynbos. Pendekatan berbasis alam telah membantu menghemat miliaran liter air. (ha/yf)
Foto: Nic Bothma/epa/dpa/picture alliance
9 foto1 | 9
Menggunakan data satelit hampir 30 tahun
Tim peneliti juga mengukur perubahan permukaan air di hampir 2.000 danau dan badan air lainnya di dunia serta menggunakan laporan data satelit yang dikumpulkan antara tahun 1992 dan 2020.
Di Amerika Serikat, Danau Mead kehilangan dua pertiga airnya selama periode 28 tahun. Studi ini juga menemukan bahwa penggunaan yang tidak berkelanjutan oleh manusia telah mengeringkan danau-danau, termasuk Laut Aral di Asia Tengah dan Laut Mati di Timur Tengah.
Danau-danau di Afganistan, Mesir, dan Mongolia dilanda kenaikan suhu, yang menyebabkan peningkatan laju penguapan permukaan.
Para ilmuwan mengatakan bahwa pemanasan global harus dibatasi hingga 1,5 derajat Celsius untuk menghindari konsekuensi dari perubahan iklim. Dunia saat ini memanas dengan laju sekitar 1,1 derajat Celsius.