1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Studi: Magic Mushroom Bantu Orang yang Alami Depresi

Esteban Pardo
13 April 2022

Ada semakin banyak bukti bahwa magic mushroom bermanfaat dalam mengobati depresi. Sebuah penelitian baru menjelaskan alasannya dengan melihat pengaruh magic mushroom pada otak.

Magic mushroom dinilai dapat menjadi terapi bagi penderita depresi
Magic mushroom dinilai dapat menjadi terapi bagi penderita depresiFoto: David Herraez Calzada/Zoonar/picture alliance

Sebuah penelitian yang dirilis dalam jurnal Nature Medicine pada hari Senin (11/04) mengungkapkan bahwa jamur psilocybin atau "magic mushroom" tampaknya membuat otak lebih saling berhubungan. Penelitian memberikan petunjuk mengapa psilocybin, senyawa bakal obat psikedelik, telah menunjukkan efek antidepresan di masa lalu.

Psilocybin adalah zat alami yang terdapat di lebih dari 200 spesies jamur, sebagian besar dari genus Psilocybe. Zat ini dapat menyebabkan perubahan persepsi, halusinasi, dan euforia dengan efek yang berlangsung hingga enam jam.

Bentuk magic mushroom memang tampak serupa seperti jamur kebanyakan, tetapi sejatinya masih dapat dibedakan. Jika jamur dikonsumsi dalam jumlah sedang akan menyebabkan keracunan bagi yang mengonsumsinya. Mengonsumsi magic mushroom juga dapat menyebabkan serangan panik. Namun, tampaknya magic mushroom tidak menyebabkan kecanduan.

Lebih lanjut, ada bukti yang berkembang untuk efek antidepresan positif dari terapi psilocybin. Biasanya antidepresan umum bekerja secara perlahan, tetapi zat psilocybin bekerja lebih cepat dan lebih tahan lama setelah hanya mengonsumsi beberapa dosis.

Otak yang lebih saling berhubungan

Penelitian ini dilakukan oleh kelompok yang dipimpin oleh psikolog dan ahli saraf asal Inggris, Robin Carhart-Harris.

"Pengalaman dengan salah satu obat ini dapat menjadi salah satu yang paling mendalam dari seluruh hidup Anda," kata Carhart-Harris dalam TEDx Talk pada tahun 2016 silam.

Penelitian menganalisis pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) pasien yang mengalami depresi dari dua uji klinis independen sebelumnya menggunakan terapi psilocybin. Sederhananya, fMRI adalah pemindaian otak di mana daerah aktif otak dapat divisualisasikan di layar komputer.

Dengan pemindaian fMRI, dokter dapat melihat daerah otak mana yang aktif pada pasienFoto: AP

Selanjutnya ditemukan bahwa pada pasien yang menjalani pengobatan psilocybin untuk depresi, daerah otak tampak lebih saling berhubungan daripada sebelum pengobatan. Ini berarti bahwa bagian-bagian otak yang sebelumnya menunjukkan konektivitas yang terbatas di dalam wilayah yang terisolasi menjadi lebih terhubung dengan wilayah lain.

Salah satu cara untuk memahami penelitian ini adalah dengan menganalogikan otak sebagai kota besar dan koneksi sebagai lalu lintas. Pada orang yang depresi, beberapa wilayah atau jaringan otak tampaknya memiliki terlalu banyak koneksi yang terisolasi, seperti lalu lintas yang terakumulasi secara berlebihan di lingkungan individu. Ini berarti lalu lintas tidak mengalir antar lingkungan, tetapi tetap di satu area kecil, seolah-olah tidak ada jalan yang menghubungkan mereka ke bagian lain kota.

Para peneliti mengatakan bahwa setelah mengonsumsi psilocybin, "lalu lintas kota" di otak pasien itu mulai mengalir dan tersebar.

"Hubungan fungsional yang meningkat dapat berhubungan dengan peningkatan fleksibilitas dan relaksasi subjektif yang dijelaskan," kata Matthias Liechti, Profesor Farmakologi Klinis di University Hospital Basel, di Swiss. Liechti sendiri adalah konsultan untuk start-up kedokteran psikedelik yang berbasis di New York, MindMed.

Masih memerlukan penelitian panjang

Meskipun masih belum sepenuhnya dipahami bagaimana psilocybin bekerja, penelitian ini penting karena membantu menjelaskan mengapa magic mushroom dapat bermanfaat bagi pasien yang mengalami depresi.

Penlitian Carhart-Harris ini juga menunjukkan gagasan populer bahwa magic mushroom "memperbaiki otak Anda" kemungkinan dapat menjadi benar dan bahwa efek antidepresan psilocybin berasal dari "peningkatan global dalam integrasi jaringan otak."

Efek positif dari psilocybin dan obat psikedelik lainnya seperti LSD dan Ayahuasca tidak terbatas pada depresi. Mereka juga telah menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk mengobati kecemasan, gangguan obsesif kompulsif (OCD), dan penyalahgunaan zat seperti nikotin, dan alkohol.

Sementara di Jerman, percobaan fase dua yang sedang berlangsung dalam studi EPIsoDE, yang melibatkan 144 pasien dengan depresi berat yang resisten terhadap pengobatan sedang mempelajari efek psilocybin dibandingkan dengan plasebo. Meskipun bukti saat ini masih terbatas pada uji klinis kecil, hasil untuk manfaat, keamanan, dan kemanjuran psilocybin dalam pengobatan depresi dan gangguan mental lainnya dilaporkan sangat berpotensi.

(rap/ha)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait