1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Studi: Obat Asma Bisa Digunakan untuk Pengobatan COVID-19

Louisa Wright | Madelaine Pitt
14 April 2021

Steroid yang biasa digunakan pada inhaler asma berpotensi mencegah gejala COVID-19 yang parah. Kandungan obat itu juga dapat mengobati penyakit sejak dini sehingga membantu mengurangi beban rumah sakit.

Inhaler asma
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa steroid yang dihirup mungkin dapat mencegah replikasi virusFoto: picture-alliance/empics/Y. Mok

Berdasarkan sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal medis The Lancet, obat asma dapat dimanfaatkan untuk pengobatan efektif penderita COVID-19 pada orang dewasa.

Peneliti di Universitas Oxford menemukan bahwa pasien yang menggunakan obat budesonide (obat kortikosteroid yang digunakan untuk mengatasi berbagai kondisi peradangan) ketika mulai merasakan gejala COVID-19 pertama, cenderung tidak membutuhkan perawatan medis atau rawat inap yang mendesak dan bisa pulih dalam waktu singkat.

Dari hasil uji coba terkontrol secara acak yang melibatkan 146 orang dewasa dalam tujuh hari sejak timbulnya gejala COVID-19 ringan, sebagian peserta menghirup budesonide dua kali sehari sampai gejala mereka teratasi dan sebagian lainnya menerima perawatan biasa yang diberikan berdasarkan usia, jenis kelamin, dan penyakit yang ada.

Terbukti pada kelompok peserta yang menghirup budesonide, hanya satu orang yang membutuhkan perawatan medis segera, dibandingkan dengan 10 orang pada kelompok yang mendapatkan perawatan standar untuk COVID-19.

Studi Universitas Oxford lain yang belum ditinjau sejawat juga menemukan bahwa dengan menghirup budesonide, dapat membantu orang yang berisiko lebih tinggi terkena COVID-19 bisa pulih lebih cepat.

"Ada alasan biologis yang baik" mengapa kortikosteroid bisa bekerja, kata Chloe Bloom, peneliti klinis senior di Institut Jantung dan Paru-paru Nasional Imperial College London kepada DW. Namun, Bloom tidak terlibat dalam penelitian tersebut.

Penelitian juga menunjukkan bahwa penggunaan steroid hirup pada penderita asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) mengurangi reseptor yang memungkinkan SARS-CoV-2 masuk ke paru-paru, kata Bloom.

Mengurangi beban rumah sakit

Penelitian tersebut menyelidiki apakah budesonide berpotensi mengurangi kebutuhan pasien COVID-19 untuk perawatan darurat sehingga mampu mengurangi beban pada rumah sakit.

"Ini adalah obat murah yang tersedia secara luas - yang relatif aman, yang dapat diberikan kepada pasien di awal penyakit COVID-19 mereka," kata Mona Bafadhel, salah satu penulis studi dan profesor kedokteran pernapasan di Universitas Oxford.

Karl Lauterbach, seorang anggota Sosial Demokrat dari parlemen dan ahli epidemiologi Jerman mengatakan di Twitter bahwa penelitian itu adalah "pengubah keadaan."

Sejauh ini banyak penelitian tentang pengobatan COVID-19 berfokus pada pasien yang sudah memiliki gejala parah. "Yang unik dari uji coba ini adalah melihat orang-orang yang berisiko cukup rendah dalam memiliki efek serius dari COVID-19," kata Bloom.

Soumya Swaminathan, Kepala Ilmuwan di Organisasi Kesehatan Dunia melalui akun Twitternya menyebut hasil penelitian itu "menggembirakan" dan menyerukan lebih banyak penelitian di bidang pengobatan rawat jalan COVID-19.

Apa manfaat penggunaan kortikosteroid?

Kortikosteroid diproduksi secara alami di dalam tubuh, tetapi versi sintetis digunakan sebagai obat anti-inflamasi untuk mengobati berbagai penyakit inflamasi.

Terdaftar oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebagai obat esensial, obat itu sering diresepkan untuk penderita asma dan penyakit pernapasan lainnya dalam bentuk inhaler.

Kortikosteroid merupakan salah satu dari dua jenis pengobatan utama untuk penderita asma. Mereka dirancang untuk mencegah serangan asma terjadi di tempat pertama dengan mengurangi tingkat peradangan. Jenis perawatan kedua, bronkodilator, dirancang untuk mengendurkan otot saat serangan terjadi.

Meski kortikosteroid sudah tersedia dan tidak mahal di beberapa negara, hal ini tidak selalu terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah, di mana akses ke obat-obatan semacam itu dapat dibatasi, menurut Laporan Asma Global 2018. (ha/pkp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait