Pembukaan akses ke kawasan terpencil seringkali mempercepat laju deforestasi di Indonesia. Temuan tersebut diungkapkan ilmuwan setelah mempelajari jaringan jalan penghubung di lima negara Asia Tenggara.
Iklan
Seberapa besar proyek pembangunan jalan mengancam keutuhan hutan di Asia Tenggara? Jawabannya cukup besar. Ilmuwan Chinese Academy of Science mengklaim prediksi kerusakan hutan yang ada saat ini cendrung mengabaikan pembangunan jalan baru yang bisa berujung pada pembukaan lahan dan tumbuhnya pemukiman.
Temuan yang dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, Biological Conservation, itu menunjukkan rata-rata 75% jalan di lima negara Asia Tenggara tidak tercantum dalam peta online OpenStreetMap (OSM) yang kerap digunakan ilmuwan dan peneliti.
"Pertumbuhan ruas jalan diikuti oleh pembukaan lahan hutan dalam skala besar yang menjadi peringatan besar bagi masa depan kawasan hutan," tulis ilmuwan dalam studi tersebut. Salah satu peneliti yang terlibat, Alice Hughes, mengatakan timnya mempelajari citra satelit dan peta di kawasan hutan seluas 277,281 kilometer persegi-
Ia menemukan ruas jalan baru membuka akses publik terhadap area yang selama ini tidak tersentuh. "Kita menipu diri dan menganggap masih ada hutan alami yang luas dan tidak bisa diakses, padahal realitanya yang kita miliki adalah hutan yang sudah terkotak-kotak dan mudah diakses," kata Hughes yang menganalisa jaringan jalan raya di Indonesia, Malaysia, Brunei, Papua Nugini dan Kepulauan Salomon.
Bagaimana Ambisi Iklim Eropa Membunuh Hutan Indonesia
Ambisi Eropa mengurangi jejak karbonnya menjadi petaka untuk hutan Indonesia. Demi membuat bahan bakar kendaraan lebih ramah lingkungan, benua biru itu mengimpor minyak sawit dari Indonesia dalam jumlah besar.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Oelrich
Hijau di Eropa, Petaka di Indonesia
Bahan bakar nabati pernah didaulat sebagai malaikat iklim. Untuk memproduksi biodiesel misalnya diperlukan minyak sawit. Sekitar 45% minyak sawit yang diimpor oleh Eropa digunakan buat memproduksi bahan bakar kendaraan. Namun hijau di Eropa berarti petaka di Indonesia. Karena kelapa sawit menyisakan banyak kerusakan
Foto: picture-alliance/dpa/J. Ressing
Kematian Ekosistem
Organisasi lingkungan Jerman Naturschutzbund melaporkan, penggunaan minyak sawit sebagai bahan campuran untuk Biodiesel meningkat enam kali lipat antara tahun 2010 dan 2014. Jumlah minyak sawit yang diimpor Eropa dari Indonesia tahun 2012 saja membutuhkan lahan produksi seluas 7000 kilometer persegi. Kawasan seluas itu bisa dijadikan habitat untuk sekitar 5000 orangutan.
Foto: Bay Ismoyo/AFP/Getty Images
Campur Tangan Negara
Tahun 2006 silam parlemen Jerman mengesahkan regulasi kuota bahan bakar nabati. Aturan tersebut mewajibkan produsen energi mencampurkan bahan bakar nabati pada produksi bahan bakar fossil. "Jejak iklim diesel yang sudah negatif berlipat ganda dengan campuran minyak sawit," kata Direktur Natuschutzbund, Leif Miller.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/Y. Seperi
Komoditas Andalan
Minyak sawit adalah komoditi terpanas Indonesia. Selain bahan bakar nabati, minyak sawit juga bisa digunakan untuk memproduksi minyak makan, penganan manis, produk kosmetika atau cairan pembersih. Presiden Joko Widodo pernah berujar akan mendorong produksi Biodiesel dengan campuran minyak sawit sebesar 20%. Di Eropa jumlahnya cuma 7%.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/Y. Seperi
Menebang Hutan
Untuk membuka lahan sawit, petani menebangi hutan hujan yang telah berusia ratusan tahun, seperti di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Riau, ini. "Saya berharap hutan ini dibiarkan hidup selama 30 tahun, supaya semuanya bisa kembali tumbuh normal," tutur Peter Pratje dari organisasi lingkungan Jerman, ZGF. "Tapi kini kawasan ini kembali dibuka untuk lahan sawit."
Foto: picture-alliance/dpa/N.Guthier
Kepunahan Paru paru Bumi
Hutan Indonesia menyimpan keragaman hayati paling kaya di Bumi dengan 30 juta jenis flora dan fauna. Sebagai paru-paru Bumi, hutan tidak cuma memproduksi oksigen, tapi juga menyimpan gas rumah kaca. Ilmuwan mencatat, luas hutan yang menghilang di seluruh dunia setiap enam tahun melebihi dua kali luas pulau Jawa
Foto: Getty Images
6 foto1 | 6
"Di beberapa tempat, hampir 99% ruas jalan tidak masuk dalam peta global yang digunakan untuk penelitian," imbuhnya lagi. Menurutnya deforestasidan alih fungsi hutan di Asia Tenggara telah muncul sejak tahun 2000an. Sementara peta yang ada tidak diaktualisasi secara berkala.
"Seringnya jalan-jalan ini digunakan buat mengakses hutan dan 99% lahan deforestasi terletak dalam radius 2.5 kilometer dari jalan," kata Hughes. Ia menambahkan kawasan hutan yang dilintasi jalan membutuhkan perlindungan dan penegakan hukum yang lebih baik.
Salah satu contohnya adalah Indonesia yang telah memberlakukan moratoriumhutan sejak 2011. Namun menurut Hughes, larangan pembukaan lahan hutan seharusnya diperluas tidak hanya mencakup hutan alami, tetapi juga semua jenis hutan dengan tingkat keragaman hayati yang tinggi.
Saat ini pemerintah tidak melindungi hutan sekunder atau hutan alami yang telah ditebangi. Namun organisasi lingkungan Greenpeace mengeluhkan, pelaku usaha berulangkali merusak hutan primer agar dikeluarkan dari moratorium sehingga bisa dibuat perkebunan. Walhi juga mencatat banyak izin perkebunan di Papua yang digunakan hanya buat membabat hutan dan menjual hasil kayunya.
rzn/yf (rtr,ap)
Deforestasi dan Perburuan Ancam Harimau Sumatera
Apakah anak cucu kita masih bisa melihat harimau Sumatera? Kerusakan hutan dan perburuan menjadi ancaman kepunahan harimau Sumatera. Nasib mereka dikhawatirkan akan punah sebagaimana harimau Jawa dan harimau Bali.
Foto: BKSDA Bengkulu/Erni Suyanti Musabine
Terluka akibat perburuan
Perempuan ini bernama Erni Suyanti Musabine. Ia tampak memonitor kondisi harimau yang terluka akibat ulah pemburu. Selain jadi sasaran perburuan, harimau rawan terlibat konflik dengan manusia dan rentan tertular penyakit dari hewan domestik. Semua faktor tersebut dapat mengancam jiwanya.
Foto: BKSDA Bengkulu/Erni Suyanti Musabine
Sahabat harimau
Erni Suyanti Musabine tak kenal lelah mengobati dan merawatharimau-harimau terluka. Foto: Erni membantu relokasi harimau yang terluka ke kawasan konservasi Taman Wisata Alam Seblat Bengkulu Utara, 28 Okt 2015.
Foto: BKSDA Bengkulu/Erni Suyanti Musabine
Kehilangan Habitat dan Diburu
Dari tahun ke tahun habitat harimau Sumatera makin menyempit, sementara perburuan harimau untuk perdagangan gelap masih terus terjadi. Jumlah harimau Sumatera diperkirakan tinggal 400 ekor.
Foto: Getty Images/AFP/T. Fabi
Bahaya dalam penyelamatan
Tampak dalam foto, Erni dan timnya menyelamatkan harimau bernama Elsa di Kabupaten Kaur Bengkulu dan dua ekor harimau lainnya di dekatnya, pada tahun 2014. Jerat Elsa putus sebelum dibius dan ini bersembunyi di semak belukar. Menyuntik bius harimau dalam kondisi seperti itu bukanlah pekerjaan yang mudah dan membahayakan tentunya.
Foto: BKSDA Bengkulu/Erni Suyanti Musabine
Perdagangan gelap
Meski pemerintah mencanangkan upaya meningkatkan jumlah hewan buas ini sejak tahun 2010, keberadaan harimau Sumatera masih memprihatinkan. Perdagangan gelap merajalela. Kebanyakan bagian tubuh harimau tersebut dijual di toko kerajinan tangan dan penjual obat.
Foto: BKSDA Bengkulu/Erni Suyanti Musabine
Ditangkarkan di Luar Negeri
Untuk menjaga kelestariannya, harimau Sumatera ditangkarkan di beberapa negara lain, seperti di Inggris.. Baru-baru ini, seekor harimau Sumatera, yang diyakini sebagai harimau tertua di penangkaran, telah meninggal dunia di Hawaii dalam usia 25 tahun.