Istri mendiang pejuang HAM Munir, Suciwati dan para pegiat HAM kembali mendesak pemerintah membuka hasil investigasi Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir. Lewat ulasan ini, Suciwati menyuarakan isi hatinya.
Iklan
Siang itu tepat tanggal 19 April 2016, ketika Republik ini ramai membicarakan simposium penyelesaian tragedi 65, saya mendapat pesan elektronik dari seorang teman yang menghadiri acara tersebut. Dia mengirimi gambar acara dengan pesan “Ada Muchdi PR”.
Sebagai apa dia hadir disana? Pelaku Pelanggaran HAM? Teman saya hanya mengatakan banyak tokoh dan pejabat yang datang berpikir pragmatis. Mereka sibuk berbicara tentang 'memaafkan' kasus pelanggaran HAM berat, tidak hanya kasus 1965, tapi semua kasus pelanggaran HAM.
Membincang tentang memaafkan, sebagai keluarga atas kasus pembunuhan suami saya Munir, saya bingung dengan pernyataan para pejabat yang selalu berbicara harus memaafkan untuk semua kasus pelanggaran HAM.
Dalam kasus Munir saya diminta memaafkan para pelakunya. Pertanyaan saya hanya sederhana: Siapa yang perlu minta maaf? Pelakunya? Pelakunya itu siapa? Bahkan Pollycarpus yang jelas divonis empat belas tahun, lalu mendapat potongan menjalani hanya delapan tahun dan sekarang sudah bebas, pun tidak pernah meminta maaf atau penyesalan secuilpun.
Jadi, sebetulnya saya selalu ingin bertanya kembali pada para pejabat itu, sebetulnya siapa yang minta maaf itu? Presiden yang mewakili para pelanggar HAM atau khususnya pembunuh Munir? Jadi logikanya, Presiden tahu sebenarnya siapa pembunuh Munir. Kalau tahu, apakah dia sedang melindungi pembunuh Munir?
12 tahun menanti keadilan
Duabelas tahun penantian keadilan, penuntasan kasus pembunuhan Munir tak kunjung datang. Berbagai cara telah saya lakukan bersama para sahabat pecinta keadilan dan kebenaran. Bersama-sama terus mendorong kasusnya diselesaikan, lewat persidangan pidana sejak tahun 2005-2008.
Seiring dengan itu, perjuangan juga dilakukan lewat persidangan perdata, mekanisme Pengadilan Tata Usaha (PTUN) 2015, dan Komisi Informasi Publik (KIP), agar BIN membuka informasi tentang pengangkatan Pollycarpus sebagai anggota BIN serta surat penugasan Muchdi PR ke Malaysia pada tanggal 6 September 2004.Dan sekarang kami meminta KIP agar membuka rekomendasi temuan Tim Pencari Fakta (TPF) Munir. Sekaligus terus mengajak masyarakat peduli atas penegakan hukum dan HAM di Indonesia.
Dalam bulan ini saya mendapat jawaban dari Kementerian Sekretariat Negara (kemensesneg) atas permintaan saya untuk mempublikasikan hasil rekomendasi TPF Munir. Mereka menyatakan bahwa:
1) TIDAK MEMILIKI INFORMASI yang dimaksud;
2)TIDAK MENGETAHUI keberadaan informasi dan badan publik yang menguasai informasi yang dimaksud.
Kita dibodohi
Apakah kembali lagi rejim ini mengulang kesalahan yang sama: membodohi kita, masyarakat, dengan jawaban-jawaban tanpa tanggung jawab? Sementara Presiden Jokowi dengan Nawacitanya berjanji akan menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. Kami tahu betul bahwa TIM Pencari Fakta (TPF) Munir sudah menyerahkan secara resmi hasil penyelidikannya kepada Presiden RI pada tanggal 11 Mei 2005. Tentu saja saya akan terus menagih janji, siapapun presidennya, untuk menuntaskan kasus Pembunuhan Munir dengan mempublikasikan rekomendasi TPF Munir sebagai langkah awal.
Bekerjalah untuk Keadilan, Presiden Jokowi. Kami menunggu implementasi atas pernyataan dan janjimu.
Penulis:
Suciwati, istri mendiang pahlawan HAM Munir. Suciwati merupakan pegiat HAM dan ketua dewan pembina Museum HAM Omah Munir.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
HAM dan Realita Pahit Kemanusiaan
Pernyataan Umum Hak Azasi Manusia yang dideklarasikan oleh PBB berlaku buat semua negara anggota. Namun jalan panjang dan berliku masih terbentang hingga perlindungan HAM berhasil diterapkan di seluruh dunia.
Foto: picture-alliance/abaca/Depo Photos
Hak atas Kebebasan Berpendapat (18,19,20)
"Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama"(18). "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat" (19). "Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai." (20). Di seluruh dunia lebih dari 350 wartawan dan aktivis online dipenjara, tulis organisasi Reporter Tanpa Batas.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak atas hidup dan kebebasan (Pasal 3,4,5)
"Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu." (3) "Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan." (4) "Tak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya." (5). Bagi bocah India yang dipaksa bekerja sebagai buruh ini, deklarasi HAM cuma mimpi di siang bolong.
Foto: picture-alliance/dpa
Persamaan Hak untuk Semua (Pasal 1)
"Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama." Kutipan ini diresmikan di dalam sidang umum PBB pada 10 Desember 1948 di Paris dan dikenal dengan sebutan Pernyataan umum HAM. Namun realita berkata lain. Terlihat bocah yang terpaksa menjadi buruh tambang emas di Kongo.
Foto: picture alliance/AFP Creative/Healing
Hak Sipil (Pasal 2)
Semua hak dan kebebasan berlaku buat semua manusia, terlepas dari "ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain." Sayangnya pernyataan ini terbentur realita internasional. Seperti yang harus dialami minoritas Rohingya di Myanmar.
Foto: Reuters
Setara di Hadapan Hukum (Pasal 6-12)
Semua orang setara di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum (6,8,10,12). Ia tidak bersalah selama kejahatannya belum dibuktikan (11). Dan tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang (9). Penjara Guantanamo di Kuba adalah contoh teranyar bagaimana negara-negara PBB secara sistematis melanggar pernyataan umum HAM.
Foto: Getty Images
Tidak Seorangpun Ilegal (13, 14, 15)
"Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara." Setiap orang berhak meninggalkan sebuah negara (13). "Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran." (14). Setiap orang berhak atas satu kewarganegaraan (15). Kenyataannya kini negara-negara makmur membetoni perbatasan untuk mencegah pengungsi.
Foto: customs.gov.au
Kebebasan Memilih Pasangan (Pasal 16)
Perempuan dan laki laki memiliki hak sama di dalam hubungan suami isteri. Sebuah pernikahan "hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai." Lebih dari 700 juta perempuan di seluruh dunia hidup dalam perkawinan paksa, menurut UNICEF. Salah satu contohnya adalah Tehani (ki.) dan Ghada (ka.) yang dinikahkan paksa di Yaman ketika berusia 8 tahun.
Foto: Stephanie Sinclair, VII Photo Agency for National Geographic magazine/AP/dapd
Hak atas Kepemilikan (Pasal 17)
"Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena." Namun jutaan orang terusir dari tanah sendiri untuk memberi ruang bagi pembangunan kota dan infrastruktur, seperti yang banyak terjadi di Cina atau Brasil.
Foto: REUTERS
Hak Memilih (Pasal 21, 22)
"Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas." (21). Setiap manusia juga dikarunai dengan "hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya." (22). Kebebasan semacam itu sayangnya tidak dikenal oleh penduduk Korea Utara.
Foto: Kim Jae-Hwan/AFP/Getty Images
Hak atas Pekerjaan Layak (Pasal 23 & 24)
"Setiap orang berhak atas pekerjaan". "Setiap orang berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama". "Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik " dan bergabung dengan serikat pekerja (23). "Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan" (24). Saat ini lebih dari 200 juta orang tidak memiliki pekerjaan, tulis Organisasi Buruh PBB, ILO.
Foto: DW
Hidup yang Bermartabat (Pasal 25)
"Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial". "Ibu dan anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa." Lebih dari dua miliar manusia di dunia menderita kekurangan gizi, sementara 800 juta orang mengalami kelaparan.
Foto: Roberto Schmidt/AFP/Getty Images
Hak atas Pendidikan (Pasal 26)
"Setiap orang berhak mendapat pendidikan". Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tidak dipungut biaya. "Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi." Lebih dari 780 juta manusia di seluruh dunia tidak bisa baca tulis, kata UNESCO.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak Berkarya dan Berbagi (Pasal 27)
"Setiap orang berhak ikut serta secara bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan". Deklarasi HAM PBB juga melindungi "hak cipta atas karya ilmiah, kesusasteraan dan seni." Konsep hak cipta kini menjadi samar berkat media distribusi internet.
Foto: AP
Hak yang Tidak Tersentuh (28,29,30)
"Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya"."Tidak satu pun negara, kelompok ataupun seseorang, berhak melakukan perbuatan yang merusak hak-hak dan kebebasan perorangan" (30). Sementara itu puluhan ribu kaum Yazidi terusir dari tanah sendiri di Irak.