1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikSuriah

Sudah Waktunya Sanksi Internasional Suriah Dicabut?

8 Januari 2025

Suriah adalah salah satu negara yang paling banyak dijatuhi sanksi. Usai rezim Assad tumbang, ahli menyebut sanksi lama dapat membahayakan pemerintahan transisi.

Aksi solidaritas masyarakat Suriah di London, Inggris
Para pendukung dan anggota masyarakat Suriah mengibarkan bendera oposisi atau bendera revolusi, dan membawa poster bergambar Presiden Suriah Bashar al-Assad dengan mata yang dicoret, dalam sebuah aksi Kampanye Solidaritas Suriah di Trafalgar Square, pusat kota London, 8 Desember 2024Foto: Benjamin Cremel/AFP/Getty Images

Sanksi internasional menyatakan bekerja sama dengan rezim Suriah di bawah Assad dianggap sebagai kejahatan. Namun, apakah bekerja sama dengan pemerintahan baru juga merupakan sebuah kejahatan?

Itulah pertanyaan yang diajukan oleh organisasi bantuan, kelompok masyarakat sipil dan para eks pengungsi Suriah sejak koalisi kelompok pemberontak menggulingkan rezim otoriter Assad pada Desember 2024 lalu.

Suriah telah lama menjadi salah satu negara yang paling banyak terkena sanksi internasional. Pasalnya, rezim keluarga Assad memerintah selama 54 tahun di Suriah.

Namun setelah penggulingan rezim Assad, para pemberontak Suriah membentuk sebuah pemerintahan sementara dan pemerintah itu mewarisi semua sanksi yang diberlakukan kepada rezim Assad.

Bendera Oposisi Suriah Berkibar di Moskow

00:39

This browser does not support the video element.

Kepada kantor berita Reuters, Menteri Keuangan pemerintahan transisi Suriah menyebut sanksi itu telah mencegah Suriah untuk melakukan kesepakatan impor gandum atau bahan bakar.

Sementara Menteri Luar Negeri baru Suriah juga menyinggung soal sejumlah sanksi tersebut ketika berkunjung ke Qatar pada minggu pertama tahun 2025. "Kami mengulangi seruan kami, agar AS mencabut sanksi-sanksi ini, yang telah merugikan rakyat Suriah,” kata Menteri Luar Negeri Asaad Shaibani.

Jika sanksi tidak dicabut, kedua politisi itu mengatakan negara mereka akan menghadapi bencana.

Para ahli cenderung setuju. "Suriah berada dalam bahaya ekonomi yang mendalam dan transisi berisiko terlempar dari jalurnya kalau kolaps, sebuah keadaan yang diperburuk oleh sanksi-sanksi Barat, terus berlanjut,” ucap Julien Barnes-Dacey, Direktur program Timur-Tengah dan Afrika Utara di Dewan Eropa untuk Urusan Luar Negeri (European Council on Foreign Affairs/ECFR). 

Setitik rasa lega

Hari Senin (06/01), pemerintah AS telah bertindak untuk mengubah kebijakan sanksi Suriah dalam bentuk yang disebut "general license” atau "lisensi umum”. Meskipun tidak benar-benar mencabut sanksi, lisensi ini memberikan sejumlah pengecualian.

General License 24, yang dikeluarkan oleh Kantor Pengawasan Aset Luar Negeri Departemen Keuangan AS tersebut berlaku selama enam bulan. General License itu mengizinkan "transaksi dengan entitas-entitas pemerintah Suriah, serta transaksi yang berkaitan dengan bahan bakar dan pasokan listrik hingga "pengiriman uang pribadi nonkomersial” lewat Bank Sentral Suriah.

General License ini muncul di atas "pengecualian kemanusiaan” yang sebelumnya diadopsi oleh PBB, Uni Eropa, dan Amerika Serikat setelah gempa bumi yang melanda Suriah utara dan Turki pada tahun 2023.

Presiden Rusia Vladimir Putin (kanan) bertemu dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad (kiri) di Moskow, Rusia, 24 Juli 2024.Foto: Kremlin Press Office/Anadolu/picture alliance

Menurut Koalisi Amerika untuk Suriah (American Coalition for Syria/ACS) lisensi ini dapat dilihat sebagai "kemenangan parsial”. Koalisi yang berbasis di Washington ini melakukan advokasi dan lobi agar Suriah mendapatkan keringanan sanksi.

"Ini adalah langkah ke arah yang tepat,” kata pejabat kebijakan ACS, Sameer Saboungi, dalam sebuah pernyataan yang dikirim ke DW. Dia memastikan organisasinya akan terus mendorong pencabutan seluruh sanksi atas Suriah.

Jerman dorong Uni Eropa ringankan sanksi Suriah

Jerman dilaporkan memimpin upaya di Uni Eropa (UE) untuk meringankan sanksi terhadap Suriah. Hal ini dilaporkan oleh portal Financial Times pada Selasa (07/01).

Menurut Financial Time, Berlin tengah mendorong langkah ini dalam blok UE, asalkan ada kemajuan dalam isu-isu sosial.

Kantor berita AFP juga mengutip para diplomat melaporkan, Jerman  tengah berusaha untuk mengurangi sanksi Uni Eropa terhadap Suriah.

Sesaat menjelang Natal 2024, Berlin mengedarkan dua dokumen kepada anggota Uni Eropa. Dokumen itu berisi usulan tentang upaya peringanan sanksi Suriah, demikian Financial Times sambil mengutip dua narasumber yang mengetahui persoalan ini.

Laporan itu muncul sehari setelah AS mengeluarkan General License yang bertujuan "memperluas otorisasi untuk kegiatan dan transaksi” di Suriah.

Selain itu, Berlin juga mengusulkan agar Uni Eropa melonggarkan sejumlah pembatasan untuk sementara waktu.

Jerman adalah negara Uni Eropa dengan jumlah pengungsi Suriah terbesar. Menurut Kantor Statistik Federal Jerman, sedikitnya 973.000 warga Suriah tinggal di Jerman pada akhir 2023. Sekitar 712.000 di antaranya telah mendapat status pengungsi.

Dapatkah "general license” menolong Suriah?

Menurut para ahli, lisensi umum AS kemungkinan tidak terlalu efektif. Pasalnya, banyak organisasi seperti bank, cenderung melakukan "kepatuhan yang berlebihan”, karena khawatir akan ada sanksi sekunder atau pemahaman yang berbeda-beda soal peraturan ini. Jadi mereka lebih berhati-hati karena kegagalan mematuhi sanksi dapat menyebabkan denda miliaran.

Tahun 2015, bank Prancis BNP Paribas didenda hampir $9 miliar lantaran melanggar sanksi usai melakukan bisnis di Sudan, Iran, dan KubaFoto: Elsa BIyick/Hans Lucas/AFP/Getty Images

Ada juga permasalahan lain. Terlepas dari lisensi umum, setiap orang atau organisasi yang bekerja dengan HTS masih dapat dikenai tuntutan "karena memberikan dukungan material untuk teroris.” Pemimpin HTS, Ahmad al-Sharaa, sebelumnya memastikan kalau kelompoknya bakal dibubarkan, sehingga setidaknya dapat menyelesaikan sebagian masalah.

Selain itu, beberapa sanksi Suriah "berlaku untuk lembaga-lembaga tertentu yang kemungkinan besar akan tetap dipertahankan oleh rezim interim atau penerusnya,” tulis Scott Anderson dan Alex Zerden dalam sebuah analisis pada pertengahan Desember 2024 untuk media Lawfare. Sebagai contoh, Bank Sentral Suriah yang dijatuhi sanksi dan jelas tidak bisa dibubarkan begitu saja, tulis mereka.

Bagaimana sanksi bisa dicabut

?Aspek lain yang mengkhawatirkan dari sanksi terhadap Suriah adalah kejelasan waktu dan cara pemerintah transisi yang baru dapat memperoleh keringanan tersebut.

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Bearbock dan mitranya dari Prancis Jean-Noel Barrot berkunjung ke Suriah dan bertemu dengan para anggota HTS.

Perjalanan mereka ke Damaskus merupakan "langkah awal yang sangat positif,” kata Barnes-Dacey dari ECFR. Namun dia menambahkan, selama kunjungan, para diplomat itu tampaknya punya fokus yang terlalu sempit.

"Kekhawatiran saya yang lebih jauh dengan perjalanan ini adalah bahwa pesan yang disampaikan sangat terpaku pada cara Suriah harus melakukan sesuatu dengan benar untuk membuka dukungan,” ujarnya, sambil menambahkan bahwa "sangat sedikit perhatian pada cara orang Eropa dapat secara aktif mendukung Suriah dalam menghadapi tantangan ini. Jelas ada banyak keraguan Eropa yang dapat dibenarkan... tapi jika Eropa dan AS bergerak terlalu lambat, mereka berisiko merusak proses transisi yang sudah rapuh,” kata dia memperingatkan.

Tulisan ini diadaptasi dari artikel berbahasa Inggris.