Kontroversi penerbitan Perppu No.2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) terus berlangsung. Apakah kita atau negara mengamalkan Pancasila dengan baik? Opini Aris Santoso.
Iklan
Bagi yang tidak setuju, penerbitan Perppu no. 2/17 ini dianggap sebagai ancaman serius bagi kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Dengan kata lain, rezim Jokowi dianggap memutar jarum jam sejarah, dengan mundur kembali ke masa Orde Baru, periode paling gelap bagi masyarakat di negeri ini.
Satu hal yang menarik adalah, adanya paradoks terkait terbitnya perppu, ketika sejumlah pihak yang secara "tradisional” selalu berseberangan, kini mereka seakan kompak dalam menyikapi perppu. Titik singgung di antara mereka adalah, berdasar perppu dimaksud, sebuah ormas atau organisasi bentuk lain (semisal yayasan atau komunitas), bisa dibubarkan atau dibekukan pemerintah, tanpa melalui proses pengadilan.
Dua kutub dimaksud adalah, para pembela HAM dan aktivis CSO (civil society organization) di satu sisi, kemudian parpol dan ormas "garis keras” di sisi yang lain. Benar, organisasi pembela HAM, seperti KontraS, Imparsial, YLBHI, KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), dan seterusnya, kini seolah-olah menjadi satu kubu dengan Partai Gerindra atau FPI dalam menyikapi Perppu Ormas, yakni sama-sama menentang.
Adalah satu hal yang tidak terbayangkan sebelumnya, bahwa figur pembela HAM garis depan seperti Haris Azhar (KontraS) atau Al Araf (Imparsial), kini akan duduk berdampingan dengan Fadli Zon (Partai Gerindra, Wakil Ketua DPR) misalnya, sembari ngopi sore untuk membahas strategi perlawanan terhadap perppu. Fadli Zon adalah tokoh politik yang sudah menentang perppu sejak hari pertama.
Narasi Makar Hizb Tahrir
Keberadaan Hizb Tahrir sering dianggap duri dalam daging buat negara-negara demokrasi. Pasalnya organisasi bentukan Yusuf al-Nabhani itu giat merongrong ideologi sekuler demi memaksakan penerapan Syariah Islam.
Foto: picture alliance/dpa/A.Hashlamoun
Buah Perang Arab-Israel
Adalah Yusuf al-Nabhani yang mendirikan Hizb Tahrir di Yerusalem tahun 1953 sebagai reaksi atas perang Arab-Israel 1948. Tiga tahun kemudian tokoh Islam Palestina itu mendeklarasikan Hizb Tahrir sebagai partai politik di Yordania. Namun pemerintah Amman kemudian melarang organisasi baru tersebut. Al Nabhani kemudian mengungsikan diri ke Beirut.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Mimpi Tentang Khalifah
Dalam bukunya Al Nabhani mengritik kekuatan sekular gagal melindungi nasionalisme Palestina. Ia terutama mengecam penguasa Arab yang berjuang demi kepentingan sendiri dan sebab itu mengimpikan kekhalifahan yang menyatukan semua umat Muslim di dunia dan berdasarkan prinsip Islam, bukan materialisme.
Foto: picture-alliance/dpa/L.Looi
Anti Demokrasi
Tidak heran jika Hizb Tahrir sejak awal bermasalah dengan Demokrasi. Pasalnya prinsip kedaulatan di tangan rakyat dinilai mewujudkan pemerintahan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sesuai hukum Allah. Menurut pasal 22 konstitusi Khilafah yang dipublikasikan Hizb Tahrir, kedaulatan bukan milik rakyat, melainkan milik Syriah (Hukum Allah).
Foto: picture alliance/dpa/A.Hashlamoun
Kudeta Demi Negara Islam
Hizb Tahrir Indonesia pernah mendesak TNI untuk melakukan kudeta. “Wahai tentara, wahai polisi, wahai jenderal-jenderal tentara Islam, ini sudah waktunya membela Islam, ambil kekuasaan itu, dan serahkan kepada Hizbut Tahrir untuk mendirikan khilafah!” tegas Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib di hadapan simpatisan HTI pada 2014 silam.
Foto: Reuters/Beawiharta
Kemanusiaan Semu di Jantung Khalifah
Buat HT, asas kebebasan sipil seperti yang terkandung dalam prinsip Hak Azasi Manusia merupakan produk "ideologi Kapitalisme" yang berangkat dari prinsip "setiap manusia mewarisi sifat baik, meski pada dasarnya manusia hanya menjadi baik jika ia menaati perintah Allah."
Foto: Reuters
Tunduk Pada Pemerintahan Dzhalim
Kekhalifahan menurut HT mengandung sejumlah prinsip demokrasi, antara lain asas praduga tak bersalah, larangan penyiksaan dan anti diskriminasi. Namun masyarakat diharamkan memberontak karena "Syariah Islam mewajibkan ketaatan pada pemegang otoritas atas umat Muslim, betapapun ketidakadilan atau pelanggaran terhadap hak sipil yang ia lakukan," menurut The Ummah’s Charter.
Foto: Reuters
Diskriminasi Terhadap Perempuan
Pluralisme dalam kacamata Hizb Tahrir sangat berbahaya, lantaran "merusak Aqidah islam," kata bekas Jurubicara HTI Muhammad Ismail Yusanto, 2010 silam. Perempuan juga dilarang menduduki kekuasaan tertinggi seperti gubernur atau hakim, meski diizinkan berbisnis atau meniti karir. "Pemisahan jender adalah fundamental", tulis HT dalam pasal 109 konstitusi Khilafah. (Ed: rzn/ap)
Foto: picture alliance/dpa/M.Fathi
7 foto1 | 7
Jelas pertemuan itu ibarat mimpi buruk. Secara kimiawi juga tidak nyambung. Bagaimana mungkin terjadi kolaborasi antara pembela HAM dengan seorang Fadli Zon, yang sepanjang karier politiknya selalu berada di bawah bayang-bayang Letjen TNI Purn Prabowo Soebianto. Sementara, KontraS dan Imparsial (dan CSO lainnya), tak lelah mempersoalkan dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Prabowo di masa lalu.
Ruang Bagi Nalar
Pada titik ini ada ruang nalar yang berbicara, walau bagaimana pun tetap ada garis demarkasi yang tegas antara organisasi pembela HAM dengan organisasi lain yang kebetulan sama-sama menentang penerbitan perppu. Jadi kekhawatiran akan terjadi sinergi antara Imparsial, Kontras, dan seterusnya, dengan organisasi semacam Gerindra, FPI, HTI (yang sudah resmi dibubarkan), tidak mungkin terlaksana.
Kekhawatiran berikutnya terkait soal kewenangan pemerintah yang bisa membubarkan ormas atau organisasi lain, tanpa melalui proses pengadilan, sekali lagi ada kesempatan bagi ruang nalar. Organisasi pembela HAM, dengan rekam jejak yang jelas, yang sudah teruji selama bertahun-tahun, bahkan ada yang melintasi zaman, seperti YLBHI, rasanya tidak mungkin dibubarkan. Lalu organisasi seperti KontraS dan Imparsial, yang didirikan almarhum Munir, seorang pembela HAM dengan reputasi internasional, rasanya tidak mungkin dibubarkan. Yang paling mungkin adalah masih munculnya intimidasi dari kelompok vigilante.
HAM dan Realita Pahit Kemanusiaan
Pernyataan Umum Hak Azasi Manusia yang dideklarasikan oleh PBB berlaku buat semua negara anggota. Namun jalan panjang dan berliku masih terbentang hingga perlindungan HAM berhasil diterapkan di seluruh dunia.
Foto: picture-alliance/abaca/Depo Photos
Hak atas Kebebasan Berpendapat (18,19,20)
"Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama"(18). "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat" (19). "Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai." (20). Di seluruh dunia lebih dari 350 wartawan dan aktivis online dipenjara, tulis organisasi Reporter Tanpa Batas.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak atas hidup dan kebebasan (Pasal 3,4,5)
"Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu." (3) "Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan." (4) "Tak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya." (5). Bagi bocah India yang dipaksa bekerja sebagai buruh ini, deklarasi HAM cuma mimpi di siang bolong.
Foto: picture-alliance/dpa
Persamaan Hak untuk Semua (Pasal 1)
"Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama." Kutipan ini diresmikan di dalam sidang umum PBB pada 10 Desember 1948 di Paris dan dikenal dengan sebutan Pernyataan umum HAM. Namun realita berkata lain. Terlihat bocah yang terpaksa menjadi buruh tambang emas di Kongo.
Foto: picture alliance/AFP Creative/Healing
Hak Sipil (Pasal 2)
Semua hak dan kebebasan berlaku buat semua manusia, terlepas dari "ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain." Sayangnya pernyataan ini terbentur realita internasional. Seperti yang harus dialami minoritas Rohingya di Myanmar.
Foto: Reuters
Setara di Hadapan Hukum (Pasal 6-12)
Semua orang setara di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum (6,8,10,12). Ia tidak bersalah selama kejahatannya belum dibuktikan (11). Dan tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang (9). Penjara Guantanamo di Kuba adalah contoh teranyar bagaimana negara-negara PBB secara sistematis melanggar pernyataan umum HAM.
Foto: Getty Images
Tidak Seorangpun Ilegal (13, 14, 15)
"Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara." Setiap orang berhak meninggalkan sebuah negara (13). "Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran." (14). Setiap orang berhak atas satu kewarganegaraan (15). Kenyataannya kini negara-negara makmur membetoni perbatasan untuk mencegah pengungsi.
Foto: customs.gov.au
Kebebasan Memilih Pasangan (Pasal 16)
Perempuan dan laki laki memiliki hak sama di dalam hubungan suami isteri. Sebuah pernikahan "hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai." Lebih dari 700 juta perempuan di seluruh dunia hidup dalam perkawinan paksa, menurut UNICEF. Salah satu contohnya adalah Tehani (ki.) dan Ghada (ka.) yang dinikahkan paksa di Yaman ketika berusia 8 tahun.
Foto: Stephanie Sinclair, VII Photo Agency for National Geographic magazine/AP/dapd
Hak atas Kepemilikan (Pasal 17)
"Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena." Namun jutaan orang terusir dari tanah sendiri untuk memberi ruang bagi pembangunan kota dan infrastruktur, seperti yang banyak terjadi di Cina atau Brasil.
Foto: REUTERS
Hak Memilih (Pasal 21, 22)
"Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas." (21). Setiap manusia juga dikarunai dengan "hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya." (22). Kebebasan semacam itu sayangnya tidak dikenal oleh penduduk Korea Utara.
Foto: Kim Jae-Hwan/AFP/Getty Images
Hak atas Pekerjaan Layak (Pasal 23 & 24)
"Setiap orang berhak atas pekerjaan". "Setiap orang berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama". "Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik " dan bergabung dengan serikat pekerja (23). "Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan" (24). Saat ini lebih dari 200 juta orang tidak memiliki pekerjaan, tulis Organisasi Buruh PBB, ILO.
Foto: DW
Hidup yang Bermartabat (Pasal 25)
"Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial". "Ibu dan anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa." Lebih dari dua miliar manusia di dunia menderita kekurangan gizi, sementara 800 juta orang mengalami kelaparan.
Foto: Roberto Schmidt/AFP/Getty Images
Hak atas Pendidikan (Pasal 26)
"Setiap orang berhak mendapat pendidikan". Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tidak dipungut biaya. "Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi." Lebih dari 780 juta manusia di seluruh dunia tidak bisa baca tulis, kata UNESCO.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak Berkarya dan Berbagi (Pasal 27)
"Setiap orang berhak ikut serta secara bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan". Deklarasi HAM PBB juga melindungi "hak cipta atas karya ilmiah, kesusasteraan dan seni." Konsep hak cipta kini menjadi samar berkat media distribusi internet.
Foto: AP
Hak yang Tidak Tersentuh (28,29,30)
"Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya"."Tidak satu pun negara, kelompok ataupun seseorang, berhak melakukan perbuatan yang merusak hak-hak dan kebebasan perorangan" (30). Sementara itu puluhan ribu kaum Yazidi terusir dari tanah sendiri di Irak.
Foto: picture-alliance/abaca/Depo Photos
14 foto1 | 14
Termasuk apabila rezim yang akan datang, sebut saja pasca-Jokowi, adalah rezim yang sangat otoriter, organisasi semacam KontraS, Imparsial, YLBHI, dan seterusnya, tetap tidak akan dibubarkan. Meski struktur organisasinya adalah perkumpulan atau yayasan, beda dengan ormas pada umumnya, namun mereka memiliki dukungan dari publik, yakni apa yang disebut sebagai silent majority, termasuk dukungan publik internasional. Mereka hanya bisa "bubar” karena faktor internal, semisal ada konflik atau menurunnya dukungan dana.
Organisasi atau komunitas lain yang berbasis kegiatan spiritual dan budaya lokal, seperti komunitas sunda wiwitan (Kuningan, Jabar), sedulur sikep (Blora dan Rembang), dan seterusnya, rasanya juga tidak akan dibubarkan. Termasuk bagi komunitas Ahmadiyah dan Syiah, yang bisa jadi akan terus menerima intimidasi dari kelompok intoleran, namun alasan formal untuk membubarkannya senantiasa sumir.
Diktum Wiranto
Saat mengumumkan terbitnya perppu, Menkopolhukam Wiranto antara lain menyatakan: Perppu sebagai landasan hukum untuk mencegah kehadiran ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Diktum (versi) Wiranto tersebut bisa dijadikan argumentasi, bahwa organisasi pembela HAM, komunitas budaya lokal, dan organisasi sejenis tidak akan dibubarkan, karena tidak memenuhi batasan bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Bila kita telusuri, Perppu Ormas ini merupakan satu rangkaian dengan pendirian lembaga UKP-PIP (Unit Kerja Presiden - Pembinaan Ideologi Pancasila), bagian dari tren meningkatnya kesadaran praktik Pancasila di level negara. Bila yang menjadi ukuran adalah praktik Pancasila, organisasi pembela HAM, sudah melakukan hal itu, utamanya untuk sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa), dan sila kedua (Kemanusiaan yang Adil dan Beradab). Terkait sila pertama, organisasi pembela HAM konsisten dalam memperjuangkan KBB (kebebasan beragama dan berkeyakinan), yang dijamin undang-undang.
Praktik konkret seperti itu pula yang semakin memperkuat argumen, bahwa organisasi pembela HAM tidak mungkin dibubarkan, mengingat sudah memenuhi diktum Wiranto, bahkan melampauinya. Sebagaimana ditunjukkan almarhum Munir, yang sampai mengorbankan nyawanya, demi membela hak asasi orang lain.
Realita Getir di Balik Gelombang Islamisasi Suku Anak Dalam
Ratusan anggota Suku Anak Dalam ramai-ramai meninggalkan keyakinan leluhur dan memeluk agama Islam. Tapi bukan iman yang menggerakkan mereka, melainkan demi KTP dan harapan akan kehidupan yang lebih baik.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Nomaden Sumatera Pindah Agama
Indonesia saat ini memiliki sekitar 70 juta anggota suku pedalaman, mulai dari Dayak di Kalimantan hingga suku Mentawai di Sumatera. Namun dari semua, Suku Anak Dalam adalah salah satu yang paling unik karena gaya hidupnya yang berpindah-pindah alias nomaden. Belakangan banyak anggota suku asli Jambi dan Sumatera Selatan itu yang memeluk agama Islam.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Digusur Manusia, Berpaling ke Tuhan
Baru-baru ini sebanyak 200 dari 3.500 anggota Suku Anak Dalam menanggalkan kepercayaan Animisme setelah menerima ajakan sebuah LSM Islam yang difasilitasi oleh Kementerian Sosial. Banyak yang terdorong oleh harapan kemakmuran, menyusul kehancuran ruang hidup akibat terdesak oleh perkebunan kelapa sawit dan tambang batu bara.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Demi Kemakmuran
"Syukurlah pemerintah sekarang memperhatikan kami. Sebelum pindah agama mereka tidak peduli", kata Muhammad Yusuf, seorang anggota Suku Anak Dalam yang berganti nama setelah memeluk Islam melalui program pemerintah. Ia meyakini dengan pindah agama kehidupannya akan menjadi lebih baik.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Solusi Sesat Komersialisasi Hutan
Pemerintah menilai Islamisasi suku pedalaman merupakan langkah baik. Program Kementerian Sosial antara lain mengajak anggota suku untuk tinggal menetap dengan menyediakan rumah dan infrastruktur pendidikan dan kesehatan. Namun aktivis menilai fenomena tersebut didorong oleh rasa frustasi karena gaya hidup mereka terancam oleh komersialisasi hutan.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Agama, KTP dan Kesejahteraan
Yusuf mengakui alasan pindah agama karena masalah ketahanan pangan yang terancam lantaran pemilik lahan membatasi area berburu bagi Suku Anak Dalam. Pria yang punya 10 anak itu mengaku ingin mendapat KTP agar bisa mengakses layanan kesehatan dan pendidikan gratis yang disediakan pemerintah. Memeluk Islam dan hidup menetap mempermudah hal tersebut.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Setia Pada Tradisi
Meski begitu masih banyak anggota Suku Anak Dalam yang tetap setia pada ajaran leluhurnya. Sebagian besar masih menjaga tradisi berburu dan hidup berpindah tiga kali sebulan untuk mencari ladang berburu baru atau ketika salah seorang anggota suku meninggal dunia.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Panggilan Leluhur
Kondisi kehidupan Suku Anak Dalam tergolong berat. Sebagian besar terlihat kurus dan terkesan mengalami malnutrisi lantaran hanya memakan hasil berburu. "Menurut tradisi kami, pindah agama dilarang," kata Mail, salah seorang ketua Suku Anak Dalam. "Kalau melanggar, kami takut dimakan harimau," imbuhnya kepada AFP.
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
Pilihan Akhir Kaum Terbuang
Aktivis HAM menilai suku pedalaman sering tidak punya pilihan selain pindah agama untuk mendapat kehidupan yang lebih layak. "Mereka harus meminta bantuan ulama atau gereja buat mencari perlindungan," di tengah laju kerusakan hutan dan komerisalisasi lahan, kata Rukka Sombolinggi, Sekjend Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Sumber: AFP, Reuters, Antara
Foto: Getty Images/AFP/G. Chai Hin
8 foto1 | 8
Implementasi Pancasila
Setiap elemen masyarakat dengan cara masing-masing sebenarnya telah mengamalkan Pancasila, hanya tidak perlu diungkapkan secara terbuka, biar rakyat saja yang menilai. TNI misalnya, kuat dalam pengamalan sila ketiga, itu sesuai dengan motto mereka yang membahana: NKRI Harga Mati. Tanpa menafikan praktik pada sila lainnya, TNI juga kuat dalam pengamalan sila keempat, itu sebabnya TNI sangat responsif pada isu kedaulatan negara. Kita jadi paham sekarang, soal aspirasi TNI agar memperoleh peran yang jelas dalam RUU Antiterorisme yang kini masih dibahas di DPR RI, mengingat aksi terorisme merupakan ancaman serius bagi kedaulatan negara.
Elemen masyarakat yang paling sulit diidentifikasi dalam hal pengamalan Pancasila adalah para konglomerat, dan para elite di Jakarta, baik elite politik maupun ekonomi. Saya sudah memikirkannya berhari-hari namun belum juga memperoleh jawabnya. Mungkin ada juga sumbangsih mereka, meski sulit dilihat secara kasat mata. Pengamalan Pancasila dari golongan ini menjadi buram, karena lebih menonjolnya gaya hidup hedonis mereka.
Lima Orang Terkaya Indonesia
Kebanyakan pengusaha kakap Indonesia mendulang harta lewat bisnis tembakau atau makanan. Inilah daftar manusia terkaya di Indonesia versi majalah Forbes:
Foto: picture-alliance//YNA/Yonhap
#1. Keluarga Hartono, Djarum
Keluarga yang berpangku pada dua saudara, Robert dan Michael, oleh Forbes ditaksir memiliki kekayaan senilai 15,4 milyar Dollar AS atau sekitar 200 trilyun Rupiah. Selain produsen rokok Djarum, keluarga Hartono juga memegang saham terbesar di Bank Central Asia, produsen elektronik Polytron dan Mall Grand Indonesia. Hartono bersaudara adalah keluarga terkaya di Indonesia saat ini
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
#2. Susilo Wonowidjojo, Gudang Garam
Kendati banyak merugi dengan Gudang Garam dalam beberapa tahun terakhir, Forbes masih menempatkan putra ketiga pendiri Gudang Garam ini di urutan kedua daftar orang terkaya Indonesia. Hartanya ditaksir mencapai 5.5 milyar US Dollar atau sekitar 72 trilyun Rupiah.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Charisius
#3. Anthoni Salim, Indofood
Pernah terpaksa menjual BCA, Indocement dan Indomobil menyusul krisis ekonomi 1998, Anthoni Salim kembali berjaya lewat Indofood. Kekayaannya diyakini membengkak menjadi 5,4 milyar Dollar AS, setara 70 trilyun Rupiah. Dua tahun lalu Salim Group juga mengakuisisi Goodman Fielder, salah satu produsen makanan terbesar di Australia dan Selandia Baru dengan harga 1,3 milyar Dollar AS
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
#4. Eka Tjipta Widjaja, Sinar Mas
Eka Tjipta adalah salah satu taipan tertua di Indonesia yang telah aktif sejak zaman Orde Baru. Kekayaannya melejit pertama kali berkat Bank International Indonesia (BII) dan Grup Sinar Mas yang banyak dikenal lewat produsen kertas Asia Pulp & Paper. Oleh Forbes Eka Tjipta ditaksir memiliki harta senilai 5,3 milyar Dollar AS.
Foto: Getty Images/AFP/A. Zamroni
#5. Chairul Tanjung, Trans Corp
Pria yang pernah menjabat Menko Perekonomian di era Susilo Bambang Yudhoyono ini mendulang harta lewat Bank Mega, Trans Corp dan juga Carefour Indonesia. Chairul Tanjung diyakini memiliki kekayaan senilai 4,8 milyar Dollar AS atau setara 63 trilyun Rupiah.
Foto: picture-alliance//YNA/Yonhap
5 foto1 | 5
Negara Abai
Sejak rezim-rezim sebelumnya, ada kesan negara terlalu membebani masyarakat dalam implementasi Pancasila. Asumsi ini semakin relevan dalam situasi sekarang, yang bagi sebagian masyarakat, hidup menjadi terasa berat. Sebab bila kita perhatikan secara seksama, ada kalanya negara juga abai dalam pengamalan Pancasila, utamanya pada sila kelima (keadilan sosial).
Untuk menjelaskan negara yang sesekali abai, izinkan saya mengajukan potret masyarakat (kelas bawah) yang saya saksikan sendiri, khususnya di Jabodetabek. Salah satunya adalah soal nasib seniman jalanan (pengamen), yang ruang mereka untuk berekspresi semakin berkurang secara drastis, disebabkan moda transportasi umum model busway (transjakarta), melarang para pengamen naik. Kini pengamen yang biasa bermain di bus kota, sudah menyasar angkutan umum seukuran mikrolet, dimana pada beberapa kasus mereka terpaksa mengutip uang dari penumpang secara paksa.
Dua Wajah Tentara - NKRI di Bawah Bayang Militer
TNI banyak berjasa menyatukan Indonesia. Tapi kiprah mereka di tiga wilayah justru membuktikan sebaliknya. Pendekatan keamanan yang dianut mabes di Cilangkap justru mendorong separatisme dan mengancam keutuhan NKRI
Foto: AFP/Getty Images/Choo Youn Kong
Ancaman Terhadap NKRI?
Presiden Joko Widodo menjadi kepala negara pertama yang memahami perlunya perubahan di tubuh TNI. Ia memerintahkan pergeseran paradigma di Papua, "bukan lagi pendekatan keamanan represif, tetapi diganti pendekatan pembangunan dengan pendekatan kesejahteraan." Diyakini, kiprah TNI menjaga kesatuan RI justru banyak melahirkan gerakan separatisme.
Foto: Reuters/Beawiharta
Api di Tanah Bara
Sejak Penentuan Pendapat Rakyat 1969 yang banyak memicu keraguan, Papua berada dalam dekapan militer Indonesia. Sejak itu pula Jakarta menerapkan pendekatan keamanan buat memastikan provinsi di ufuk timur itu tetap menjadi bagian NKRI. Tapi keterlibatan TNI bukan tanpa dosa. Puluhan hingga ratusan kasus pelanggaran HAM dicatat hingga kini.
Foto: T. Eranius/AFP/Getty Images
Rasionalisasi Pembunuhan
Tudingan terberat ke arah mabes TNI di Cilangkap adalah rasionalisasi pembunuhan warga sipil di Papua. Theys Hiyo Eluay yang ditemukan mati tahun 2001 silam adalah salah satu korban. Pelakunya, anggota Komando Pasukan Khusus, mendapat hukuman ringan berkat campur tangan bekas Kepala Staf TNI, Ryamizad Ryacudu yang kini jadi Menteri Pertahanan. "Pembunuh Theys adalah pahlawan," katanya saat itu
Foto: Getty Images/AFP/T. Eranius
Merawat Konflik, Menjaga Kepentingan
Berulangkali aksi TNI memprovokasi konflik dan kerusuhan. Desember 2014 silam aparat keamanan menembak mati empat orang ketika warga Paniai mengamuk lantaran salah satu rekannya dipukuli hingga mati oleh TNI. Provokasi berupa pembunuhan juga dilakukan di beberapa daerah lain di Papua. Faktanya nasionalisme Papua berkembang pesat akibat tindakan represif TNI, seperti juga di Aceh dan Timor Leste
Foto: picture-alliance/dpa
Seroja Dipetik Paksa
Diperkirakan hingga 200.000 orang meninggal dunia dan hilang selama 24 tahun pendudukan Indonesia di Timor Leste. Sejak operasi Seroja 1975, Timor Leste secara praktis berada di bawah kekuasaan TNI, meski ada upaya kuat Suharto buat membangun pemerintahan sipil.
Foto: picture-alliance/dpa
Petaka di Santa Cruz
Kegagalan pemerintahan sipil Indonesia di Timor Leste berakibat fatal. Pada 12 November 1991, aksi demonstrasi mahasiswa menuntut referendum dan kemerdekaan dijawab dengan aksi brutal oleh aparat keamanan. Sebanyak 271 orang tewas, 382 terluka, dan 250 lainnya menghilang.
Foto: picture-alliance/dpa
Akhir Kegelapan
Sejak pembantaian tersebut Indonesia mulai dihujani tekanan internasional buat membebaskan Timor Leste. Australia yang tadinya mendukung pendudukan, berbalik mendesak kemerdekaan bekas koloni Portugal itu. PBB pun mulai menggodok opsi misi perdamaian. Akhirnya menyusul arus balik reformasi 1998, penduduk Timor Leste menggelar referendum kemerdekaan tahun 1999 yang didukung lebih dari 70% pemilih.
Foto: picture-alliance/dpa/Choo
Serambi Berdarah
Pendekatan serupa dianut TNI menyikapi kebangkitan nasionalisme Aceh, meski dengan akhir yang berbeda. Perang yang dilancarkan oleh Gerakan Aceh Merdeka, dijawab dengan teror terhadap pendukung dan simpatisan organisasi pimpinan Hasan Tiro itu. Namun berbagai aksi keji TNI justru memperkuat kebencian masyarakat Aceh terhadap pemerintah Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/O. Budhi
Daerah Operasi Militer
Dua kali Jakarta mendeklarasikan Aceh sebagai Daerah Operasi Militer, antara 1990-1998 dan 2003-2004. Amnesty International mencatat, perang di Aceh sedikitnya menelan 15.000 korban jiwa, kebanyakan warga sipil. TNI dituding bertanggungjawab dalam banyak kasus pelanggaran HAM, antara lain penyiksaan dan pemerkosaan, tapi hingga kini tidak ada konsekuensi hukum.
Foto: picture-alliance/dpa/Saini
Alam Berbicara
Perang di Aceh berakhir dramatis. Di tengah eskalasi kekerasan pada masa darurat militer, bencana alam berupa gempa bumi dan Tsunami menghantam provinsi di ujung barat Indonesia itu. Lebih dari 100.000 penduduk tewas. Tidak lama kemudian semua pihak yang bertikai sepakat berdamai dengan menandatangani perjanjian di Helsinki, 2005.
Foto: AFP/Getty Images/Choo Youn Kong
10 foto1 | 10
Narasi tentang beratnya kehidupan golongan rentan ini, masih bisa kita tulis berlembar-lembar. Intinya adalah pada pertanyaan: adakah negara hadir secara riil pada kelompok masyarakat yang dikategorikan sebagai kaum miskin perkotaan ini, termasuk juga bagi para pemuda usia produktif "setengah pengangguran” yang selalu terlibat pada rangkaian aksi massa di Jakarta di hari-hari belakangan ini. Mengingat makna sila kelima, ada kewajiban negara untuk menjamin kesejahteraan seluruh rakyat.
Tampaknya kelompok-kelompok seperti pengamen, pemulung, kaum tergusur, dan seterusnya, ibarat dunia yang tersembunyi. Bila negara saja abai, praktik Pancasila macam apa yang harus kita tuntut pada golongan marjinal tersebut?
Contoh kecil saja, bila sekali waktu diadakan tes dadakan pada mereka, untuk menguji kefasihan dalam melafalkan Pancasila atau menyanyikan lagu kebangsaan. Bila ternyata kurang fasih, sanksi seringan apapun tidak layak dijatuhkan pada mereka. Justru ketidakfasihan mereka bisa menjadi bahan refleksi bagi negara, bahwa begitulah respons alamiah golongan marjinal bagi negara yang abai.
Penulis:
Aris Santoso, sejak lama dikenal sebagai pengamat militer, khususnya TNI AD. Kini bekerja sebagai editor buku paruh waktu.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWnesia menjadi tanggung jawab penulis
Ahok dan Penggusuran
Pemerintah ibukota terus lakukan penggusuran. Di tengah aksi penolakan warga, pemerintah DKI Jakarta menggusur Pasar Ikan Luar Batang di Jakarta Utara.
Foto: Reuters/Beawiharta
Ribuan Aparat Diturunkan
Meski diwarnai protes, pemerintah DKI Jakarta tetap lakukan penertiban bangunan di zona satu dan zona dua kawasan Pasar Ikan Luar Batang, Penjaringan, Jakarta Utara. Lebih 4000 aparat gabungan Polda Metro Jaya TNI dan satuan pamong praja diturunkan ke lokasi. Untuk antisipasi demonstrasi, petugas juga membawa water cannon.
Foto: Reuters/Beawiharta
Kericuhan Pecah
Petugas memperingatkan warga sebelum mesin-mesin berat meluluhlantakkan perumahan nelayan di Luar Batang. Penduduk tak mau menyerah begitu saja. Sebagian berusaha pertahankan rumah mereka dan berdiri menantang petugas, sebelum pada akhirnya petugas tetap hancurkan rumah mereka.
Foto: Reuters/Beawiharta
Warga Berhadapan dengan Petugas
Warga yang menentang penggusuran tampak berhadap-hadapan dengan petugas. Menurut Pemprov DKI Jakarta dari total 240 kios yang ada di dekat kawasan Museum Bahari itu, sekitar 100 kios di antaranya justru dijadikan tempat tinggal. Pemprov DKI juga mengatakan, setelah akuarium raksasa dipindahkan ke Ancol, banyak warga memasuki lokasi ini.
Foto: Reuters/Beawiharta
Nasib Pemukim Dipertanyakan
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengatakan tidak akan meratakan seluruh bangunan di sekitar Museum Bahari-Pasar Ikan, melainkan mengembalikan konsep kios di Pasar Ikan Luar Batang seperti zaman kolonial Belanda dahulu. Namun bagaimana nasib para pemukim ini kemudian?
Foto: Reuters/Beawiharta
Kemana Mereka Pergi?
Tampak warga menggotong barang miliknya, ketika alat berat mulai meratakan bangunan yang dikategorikan ilegal di Luar Batang 11 April 2016.
Foto: Reuters/Beawiharta
Hujan Kritikan
Kebijakan penggusuran yang dilakukan pemprov DKI Jakarta mendulang kritik, di antaranya dari Konsorsium Masyarakat Miskin Kota (Urban Poor Consortium-UPC), yang melihat rakyat kecil selalu menjadi korban, dengan alasan menempati tanah negara. Padahal menurut UPC, banyak oknum di pemerintahan yang menjual lahan kepada warga, namun pemerintah tidak menindak oknum-oknum tersebut.
Foto: Reuters
Sebelumnya Kalijodo
Akhir Februari lalu, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama melakukan penggusuran kawasan Kalijodo, guna kembalikan fungsi lahan. Warga terkejut karena merasa kurangnya sosialisasi. Warga yang punya KTP disediakan rumah susun, sementara yang tak punya KTP ditawarkan pulang ke kampung halaman. Pemerintahan Ahok juga menggusur warga di kolong tol Pluit.
Foto: Reuters/Antara Foto/W. Putro
Penggusuran demi Penggusuran
Sebelumnya juga telah dilakukan penggusuran di beberapa wilayah lain, seperti Bukit Duri, Jakarta Selatan yang ingin dibuat tanggul. Lalu Kampung Pulo, Jakarta Timur yang merupakan langganan banjir. Mei 2015, pemprov DKI juga melakukan penggusuran di kawasan bantaran Ancol, Pinangsia.